THR dan Gaji ke-13 ASN Dihapus Demi Efisiensi Anggaran? Ini Penjelasan Resmi Istana dan Sri Mulyani
Kabar pembatalan gaji ke-13 dan THR ASN tahun 2025 mencuat setelah pemerintah akan menerapkan efisiensi anggaran. Hal itu dilakukan menyusul
Editor: Acos Abdul Qodir

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jutaan aparatur sipil negara (ASN) yang terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Indonesia dihebohkan dengan kabar rencana pemerintah pusat menghapus gaji ke-13 dan tunjangan hari raya (THR) tahun 2025.
Kabar tersebut juga beredar di media sosial X (dahulu Twitter) pada Rabu, 5 Februari 2025.
Kabar tersebut juga disampaikan dalam bentuk pesan WhatsApp yang diteruskan.
"Ada informasi, gaji 13 dan 14 ditiadakan. Sesmen/Sekjen lagi dikumpulkan presiden malam ini. Itu dari orang Seskab pelatih. Infonya nanti malam mau dibahas," keterangan pesan yang beredar.
Baca juga: VIDEO Istana Buka Suara Soal Anggaran Pembangunan IKN: Jika Diblokir, Bukan Berarti Tidak Ada
Kabar pembatalan gaji ke-13 dan THR ASN tahun 2025 mencuat setelah pemerintah akan menerapkan efisiensi anggaran.
Hal itu dilakukan menyusul diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) tentang Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.
Untuk efisiensi anggaran, pemerintah melakukan pemotongan dana belanja hingga ratusan triliun rupiah, yang di antaranya bakal dialokasikan untuk anggaran program pemerintah lainnya.
Diketahui, jumlah ASN di Indonesia pada 1 Juli 2024 tercatat sebanyak 4.758.730 orang. Rinciannya, 3.655.684 orang adalah PNS dan 1.103.045 orang merupakan PPPK.
Adapun gaji ke-13 adalah tambahan gaji yang diterima ASN dan pensiunan sebagai bentuk penghargaan pemerintah atas pengabdian mereka.
Sementara itu, THR atau gaji ke-14 adalah tunjangan untuk PNS yang diberikan pemerintah menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Reaksi ASN: Keterlaluan
Kabar penghapusan gaji ke-13 dan THR tahun 2025 mendapat reaksi beragam dari para ASN.
Mereka pun mempertanyakan alasan kebijakan tersebut jika hanya didasarkan pada efisiensi anggaran.
Seorang ASN bernama Adam (nama samaran) menganggap bahwa wacana itu tidak masuk akal. Bahkan, dia menyebutnya keterlaluan jika memang nantinya benar-benar tak dibayarkan oleh pemerintah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.