Selain Pembunuhan dan Rudapaksa, Ada Laporan Kepemilikan Senpi dalam Kasus Anak Bos Prodia
Kompolnas mengungkap terdapat tiga laporan polisi (LP) dalam kasus yang menyeret anak bos Prodia, terbaru adalah LP Tipe A soal kepemilikan senpi.
Penulis: Rifqah
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha

TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Choirul Anam, mengungkapkan bahwa terdapat tiga laporan polisi (LP) dalam kasus yang menyeret anak bos jaringan klinik laboratorium Prodia, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu.
Tiga laporan itu adalah pembunuhan, rudapaksa anak di bawah umur, dan terbaru adalah kepemilikan senjata api (senpi).
Anam mengatakan, laporan polisi tipe A soal senpi itu memiliki keterkaitan dengan kasus pembunuhan dan rudapaksa tersebut.
Menurutnya, kasus itu kemudian berujung pada dugaan suap yang melibatkan AKBP Bintoro dan empat polisi lain.
"Konstruksi peristiwa besarnya (kasus dugaan suap) ada 3 LP,” ungkap Anam di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (8/2/2025).
Adapun, fakta baru soal laporan polisi tipe A terkait senpi milik Arif Nugroho dan Muhammad Bayu itu terungkap dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) AKBP Bintoro.
Namun, laporan kepemilikan senpi itu tidak dibahas dalam sidang etik AKBP Bintoro.
“Cuma di sidang ini hanya menyangkut (penanganan perkara) di Polres Metro Jakarta Selatan yang di sidang 2 LP (pembunuhan dan rudapaksa anak di bawah umur). (LP) 1179 sama 1181," kata Anam.
Anam juga tidak menjelaskan secara detail mengenai duduk perkara kasus kepemilikan senpi tersebut.
"Enggak diperiksa di sini, itu terkait benda, bisa senpi yang masuk dalam struktur cerita pokok perkara di awal senpi," ucap Anam.
Sebagai informasi, LP tipe A merupakan laporan yang dibuat langsung oleh anggota kepolisian karena mengetahui, menemukan, atau menangani suatu tindak pidana.
Baca juga: Rekam Jejak Cemerlang AKBP Bintoro, Eks Kasat Reskrim Polres Jaksel Dipecat Tidak Hormat dari Polri
LP tipe A sering digunakan dalam kasus yang terungkap dari hasil patroli, penyelidikan, atau operasi kepolisian tanpa adanya laporan dari pihak luar.
Kasus Anak Bos Prodia Segera Disidangkan
Polda Metro Jaya menyatakan bahwa berkas perkara kasus pembunuhan yang menyeret anak bos Prodia itu telah dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Hal itu ketahui usai penyidik Polres Metro Jakarta Selatan selaku pihak yang menangani perkara tersebut, menyampaikan berkas itu telah dinyatakan lengkap oleh Kejari Jaksel pada Jumat 7 Februari 2025 kemarin.
"Kami mendapat informasi dari penyidik Polres Metro Jakarta Selatan bahwa hari Jumat 7 Februari 2025 penyidik Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan telah menerima surat pemberitahuan hasil penyidikan atau yang dikenal P21," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi saat dikonfirmasi, Minggu (9/2/2025).
Setelah dinyatakan lengkap, ke depannya, penyidik pun kata Ade Ary akan melakukan tahap II atau pelimpahan barang bukti dan juga tersangka Arif Nugroho ke Kejari Jakarta Selatan.
Namun, Ade tak menjelaskan secara pasti kapan hal itu bakal dilakukan.
Dia hanya menerangkan bahwa pelimpahan barang bukti dan tersangka kasus pembunuhan itu akan dilakukan dalam waktu dekat.
"Informasi dari penyidik tersangka saat ini sudah berada di Rutan sehingga nanti dalam waktu dekat akan dilakukan penyerahan barang bukti dan tersangka," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, tiga anggota polisi dipecat buntut kasus pemerasan tersangka kasus pembunuhan Arif Nugroho dan Muhammad Bayu.
Polisi yang terlibat pemerasan anak bos Prodia tersebut dipecat melalui sidang etik di Mapolda Metro Jaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025).
Anam menyatakan AKBP Bintoro dan AKP Zakaria dikenai sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Kemudian, pada Sabtu (8/2/2025), Anam mengonfirmasi bahwa AKP Mariana juga dipecat.
“AKP M (Mariana) PTDH,” kata Anam, kepada wartawan, Sabtu.
AKBP Bintoro sebelumnya menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan.
Sedangkan AKP Zakaria menjabat sebagai Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel.
Sedangkan AKP Mariana merupakan Kanit PPA Polres Metro Jakarta Selatan.
Kronologi Kasus
Sebelumnya, saat masih menjabat Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro mengatakan bahwa kejadian itu diketahui bermula dari informasi yang diterima Polsek Kebayoran Baru terkait adanya jasad wanita tanpa idenitas yang dibawa ke RSUD Kebayoran Baru.
Dia menyatakan, remaja berinisial FA (16) tewas akibat dicekoki narkoba jenis ekstasi dan minuman berisi sabu di sebuah hotel kawasan Senopati, Jakarta Selatan, Senin (22/4/2024) lalu.
Kemudian diketahui bahwa sosok yang membawa jasad wanita itu merupakan saksi berinisial E dan I.
"E dan I atas suruhan pelaku A alias BAS membawa. Karena rasa takut kemudian yang bersangkutan meninggalkan jenazah dan pergi," ucap Bintoro dalam jumpa pers di Polres Metro Jakarta Selatan, Jumat (26/4/2024).
Namun, hal tersebut sontak mengundang kecurigaan petugas sekuriti dan Polsek Kebayoran Baru yang saat itu telah berada di lokasi.
Petugas pun menangkap kedua saksi tersebut dan membawanya ke kantor polisi untuk diinterogasi.
"Sehingga kami langsung merujuk ke TKP hotel di daerah Senopati untuk dilakukan kegiatan olah TKP," jelas Bintoro.
Setelah itu, polisi menemukan sejumlah barang bukti, salah satunya adalah rekaman CCTV yang ada di lokasi hotel tersebut.
Berdasarkan hasil penelusuran lebih lanjut, polisi berhasil menangkap tersangka A alias BAS dan BH di salah satu hotel daerah Ampera, Jakarta Selatan.
Selain menemukan adanya keberadaan pelaku, di hotel tersebut polisi juga menjumpai salah satu korban selamat yakni remaja wanita berinisial AP (16), yang sempat tak sadarkan diri selama hampir 4 jam setelah dicekoki narkoba.
"Di mana setelah kita mintai keterangan dari si korban AP dia menyatakan bahwa pada saat kejadian mereka di open BO," ujar Bintoro.
"Jadi diminta jasa untuk pelayanan seks dengan diberikan jasa imbalan Rp1,5 juta," sambungnya.
Selain itu, dari tangan para tersangka turut diamankan tiga pucuk senpi, lima butir peluru, empat buah HP, uang tunai diduga untuk membayar korban sebesar Rp1,5 juta, serta satu unit mobil jenis BMW yang digunakan tersangka untuk menjemput korban.
"Selanjutnya kami juga sita tiga buah alat bantu seks," kata dia.
Atas perbuatan mereka itu, kedua tersangka dijerat dengan Pasal Pasal 338 atau Pasal 359 KUHP tentang pembunuhan serta Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan sekual (TPKS) dengan ancaman 15 tahun penjara.
"Kami juga melapisi para tersangka ini dengan penguasaan senjata api tanpa izin UU Darurat nomor 12 tahun 1951 dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara," pungkasnya.
Kasus ini pun berujung damai pada saat itu, dengan pemberian sejumlah uang kepada keluarga korban sebesar Rp300 juta.
Uang Rp300 juta untuk keluarga FA itu diserahkan di sebuah rumah makan padang di dekat Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel).
Upaya damai ditempuh Arif setelah Radiman, ayah dari FA, melaporkan kasus pembunuhan putrinya itu ke Polres Metro Jakarta Selatan.
Setelah laporan itu, keluarga tersangka Arif kemudian kerap mendatangi rumah FA di kawasan Angke, Tambora, Jakarta Barat, dengan maksud ingin berdamai.
"Sering memberikan uang, uang duka, uang buat tahlil, takziah ke Pak Radiman. Saat itu baru sampai Rp20 juta," kata kuasa hukum korban FA, Toni RM kepada Tribunnews di rumah FA pada Kamis (30/1/2025) lalu.
Dalam rumah yang berada di gang sempit itu Toni bercerita bagaimana kliennya terus didesak agar laporan dengan nomor LP LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Jaksel yang dibuat Radiman pada 23 April 2024 dicabut.
Radiman akhirnya memilih menerima upaya perdamaian tersebut karena sudah diberi penjelasan bahwa kasus tersebut akan tetap lanjut meski ada perdamaian.
Setelah kesepakatan damai itu, Toni menyebut pihaknya tak pernah mendapat kabar kembali terkait perkembangan proses kasus pembunuhan tersebut.
Radiman hanya kembali dipanggil oleh penyidik Polres Metro Jakarta Selatan pada September 2024 untuk diperiksa dalam rangka kelengkapan berkas untuk pelimpahan ke kejaksaan.
Artinya, kata Toni, kasus tersebut sudah hampir mencapai final dan segera disidangkan.
"Malah maju berkasnya, lanjut perkaranya," tuturnya.
Adapun, tersangka Arif dan Bayu saat itu dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan atau 359 KUHP soal kelalaian yang menyebabkan meninggal dunianya orang.
Sehingga, meski ada perdamaian, kasus tersebut tetap lanjut karena bukan masuk delik aduan melainkan pidana murni.
(Tribunnews.com/Rifqah/Reynas Abdila/Fahmi Ramadhan)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.