Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

WALHI Kritik MoU TNI dan Kementerian Kehutanan, Semakin Memperkuat Militerisasi di Kawasan Hutan

MoU antara Kemenhut dan TNI untuk menjaga hutan dan melakukan rehabilitasi semakin menunjukkan ketidakmampuan negara untuk menjaga hutan Indonesia

Penulis: Gita Irawan
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in WALHI Kritik MoU TNI dan Kementerian Kehutanan, Semakin Memperkuat Militerisasi di Kawasan Hutan
/Puspen TNI
PENGAMANAN KAWASAN KONSERVASI - Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto (tengah) bersalaman dengan Menteri Lingkunan Hidup Hanif Faisol Nurofiq (kanan) disaksikan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni (kiri) usai menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) antara TNI dengan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat. Rabu (12/02/2025). MoU antara TNI dengan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup merupakan langkah strategis untuk mendukung pelestarian lingkungan dan pengelolaan Sumber Daya Alam secara berkelanjutan dalam berbagai program strategis seperti rehabilitasi hutan dan lahan, pengamanan kawasan konservasi, serta edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait pentingnya menjaga lingkungan hidup. (Puspen TNI/Tribunnews/HO) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengkritik penandatanganan nota kesepahaman atau MoU antara TNI dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) yang diteken pada Rabu (12/2/2025) lalu.
 
Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional Uli Arta Siagian mengatakan MoU tersebut semakin memperkuat militerisasi di kawasan hutan, sekaligus mereduksi tanggungjawab dan kewenangan Kemenhut dalam melindungi dan memulihkan hutan.

Baca juga: Upaya Menjaga Ekosistem Pesisir Lewat Rehabilitasi Hutan Mangrove

Menurutnya dominasi peran dan tanggung jawab TNI membuat Kemenhut tidak lagi relevan.


 
Ia mencatat MoU antara Kemenhut dan TNI untuk menjaga hutan dan melakukan rehabilitasi hutan semakin menunjukkan ketidakmampuan negara melalui Kemenhut untuk menjaga dan memulihkan hutan Indonesia.

Baca juga: Siswi SMK di Banyumas Melahirkan di Tengah Hutan Lalu Buang Bayinya di Pinggir Jalan

Selain itu, menurut dia TNI juga tidak memiliki pengalaman dalam melindungi dan memulihkan hutan

Selama ini, lanjutnya, rakyat yang hidup di dalam dan di sekitar hutan lah yang melindungi hutan-hutan Indonesia. 

Uli mencatat data Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dan Forest Watch Indonesia (FWI) menunjukkan bahwa 70 persen dari tutupan hutan di wilayah adat masih terjaga dan dalam kondisi baik.

Sementara itu, sambung dia, data WALHI di Jawa Barat, Bengkulu dan Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa ketika masyarakat diberikan akses terhadap kawasan hutan, justru mereka berhasil memulihkan tutupan kawasan hutan yang terdeforestasi sebelumnya. 
 
Sehingga menurutnya Menteri Kehutanan harusnya memaksimalkan peran masyarakat yang selama ini telah melakukan kerja-kerja perlindungan dan pemulihan hutan

Berita Rekomendasi

Uli mengatakan pemaksimalan peran masyarakat tersebut, kata dia, hanya bisa dilakukan dengan mengakui hak rakyat atas hutannya dan mengedepankan pengetahuan serta pengalaman Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal di dalam dan sekitar kawasan hutan yang selama ini melakukan perlindungan dan pemulihan.

"Jadi, Kementerian Kehutanan harusnya belajar ke rakyat untuk jaga hutan, bukan ke TNI. Kalau terus menarik-narik TNI ke urusan hutan, Kementerian Kehutanan dibubarkan saja," kata Uli saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Minggu (16/2/2025). 

Manager Hukum dan Pembelaan WALHI Nasional Teo Reffelsen menilai penandatanganan MoU antara TNI dan Kemenhut tersebut bertentangan dengan peran dan fungsi TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan.

Ia juga memandang penandatanganan MoU itu bertentangan dengan Tugas Pokok TNI.
 
Penandatanganan MoU tersebut, menururnya tidak dapat dikategorikan sebagai salah satu jenis Operasi Militer Selain Perang (OMSP) karena membutuhkan prasyarat kebijakan dan keputusan politik negara atau kebijakan politik pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
 
Selain itu, kata dia, penandatanganan MoU itu tidak juga bisa menggunakan dalih perbantuan.

Sebab menurutnya perbantuan semestinya dilakukan ketika persoalan yang dihadapi melampaui kapasitas (beyond capacity) otoritas sipil terkait dalam hal ini Kemenhut. 

Sedangkan dalam konteks ini, ungkapnya, tidak terlihat kondisi-kondisi yang berpotensi memicu ketidaksanggupan Kemenhut dalam menjaga Hutan.
 
Teo mengatakan WALHI juga mencemaskan penandatanganan MoU itu.

Menurutnya banyak kawasan hutan di Indonesia masih mengalami konflik tenurial dengan masyarakat.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas