WALHI Kritik MoU TNI dan Kementerian Kehutanan, Semakin Memperkuat Militerisasi di Kawasan Hutan
MoU antara Kemenhut dan TNI untuk menjaga hutan dan melakukan rehabilitasi semakin menunjukkan ketidakmampuan negara untuk menjaga hutan Indonesia
Penulis: Gita Irawan
Editor: Muhammad Zulfikar

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengkritik penandatanganan nota kesepahaman atau MoU antara TNI dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) yang diteken pada Rabu (12/2/2025) lalu.
Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional Uli Arta Siagian mengatakan MoU tersebut semakin memperkuat militerisasi di kawasan hutan, sekaligus mereduksi tanggungjawab dan kewenangan Kemenhut dalam melindungi dan memulihkan hutan.
Baca juga: Upaya Menjaga Ekosistem Pesisir Lewat Rehabilitasi Hutan Mangrove
Menurutnya dominasi peran dan tanggung jawab TNI membuat Kemenhut tidak lagi relevan.
Ia mencatat MoU antara Kemenhut dan TNI untuk menjaga hutan dan melakukan rehabilitasi hutan semakin menunjukkan ketidakmampuan negara melalui Kemenhut untuk menjaga dan memulihkan hutan Indonesia.
Baca juga: Siswi SMK di Banyumas Melahirkan di Tengah Hutan Lalu Buang Bayinya di Pinggir Jalan
Selain itu, menurut dia TNI juga tidak memiliki pengalaman dalam melindungi dan memulihkan hutan.
Selama ini, lanjutnya, rakyat yang hidup di dalam dan di sekitar hutan lah yang melindungi hutan-hutan Indonesia.
Uli mencatat data Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dan Forest Watch Indonesia (FWI) menunjukkan bahwa 70 persen dari tutupan hutan di wilayah adat masih terjaga dan dalam kondisi baik.
Sementara itu, sambung dia, data WALHI di Jawa Barat, Bengkulu dan Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa ketika masyarakat diberikan akses terhadap kawasan hutan, justru mereka berhasil memulihkan tutupan kawasan hutan yang terdeforestasi sebelumnya.
Sehingga menurutnya Menteri Kehutanan harusnya memaksimalkan peran masyarakat yang selama ini telah melakukan kerja-kerja perlindungan dan pemulihan hutan.
Uli mengatakan pemaksimalan peran masyarakat tersebut, kata dia, hanya bisa dilakukan dengan mengakui hak rakyat atas hutannya dan mengedepankan pengetahuan serta pengalaman Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal di dalam dan sekitar kawasan hutan yang selama ini melakukan perlindungan dan pemulihan.
"Jadi, Kementerian Kehutanan harusnya belajar ke rakyat untuk jaga hutan, bukan ke TNI. Kalau terus menarik-narik TNI ke urusan hutan, Kementerian Kehutanan dibubarkan saja," kata Uli saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Minggu (16/2/2025).
Manager Hukum dan Pembelaan WALHI Nasional Teo Reffelsen menilai penandatanganan MoU antara TNI dan Kemenhut tersebut bertentangan dengan peran dan fungsi TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan.
Ia juga memandang penandatanganan MoU itu bertentangan dengan Tugas Pokok TNI.
Penandatanganan MoU tersebut, menururnya tidak dapat dikategorikan sebagai salah satu jenis Operasi Militer Selain Perang (OMSP) karena membutuhkan prasyarat kebijakan dan keputusan politik negara atau kebijakan politik pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Selain itu, kata dia, penandatanganan MoU itu tidak juga bisa menggunakan dalih perbantuan.
Sebab menurutnya perbantuan semestinya dilakukan ketika persoalan yang dihadapi melampaui kapasitas (beyond capacity) otoritas sipil terkait dalam hal ini Kemenhut.
Sedangkan dalam konteks ini, ungkapnya, tidak terlihat kondisi-kondisi yang berpotensi memicu ketidaksanggupan Kemenhut dalam menjaga Hutan.
Teo mengatakan WALHI juga mencemaskan penandatanganan MoU itu.
Menurutnya banyak kawasan hutan di Indonesia masih mengalami konflik tenurial dengan masyarakat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.