Akademisi Sepakat Desak Dominus Litis Jadi Bagian RUU KUHAP
akademisi mendesak revisi KUHAP dan KUHP harus selaras, terutama mengenai dominus litis sebagai bentuk supervisi dan koordinasi antara penyidik.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dominus litis merupakan asas universal yang melekat pada seorang jaksa.
Sejumlah pihak mengkritik karena Dominus Litis membuka peluang bagi kejaksaan untuk bertindak di luar batas kewenangannya, termasuk penyalahgunaan jabatan (abuse of power).
Hal ini bertentangan dengan semangat reformasi hukum yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas.
Pengaturan tentang asas dominus litis atau pengendali perkara yang dimiliki Kejaksaan dalam penanganan perkara pidana tidak diatur gamblang dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Padahal dalam praktik di banyak negara, jaksa kerap terlibat dalam penanganan perkara sejak tahap penyidikan.
Sebab, jaksa memang berfungsi sebagai pengendali dan mensupervisi kerja-kerja penyidik (pengendali perkara).
Karenanya, penting pengaturan asa dominus litis diatur dalam Rancangan KUHAP mendatang.
Terkait hal itu, sejumlah akademisi mendesak revisi KUHAP dan KUHP harus selaras, terutama mengenai dominus litis sebagai bentuk supervisi dan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum.
Seminar nasional bertajuk “Kebaruan KUHP Nasional dan Urgensi Pembaharuan KUHAP: Mewujudkan Sistem Peradilan Pidana yang Berkeadilan” yang diadakan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jumat (21/2/2025).
Berbagai aspek pembaruan sistem peradilan menjadi sorotan, salah satunya peran dominus litis dalam KUHAP baru.
Dominus litis, yang menempatkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai pemegang kendali perkara pidana, menjadi elemen penting dalam menjaga keseimbangan antara hak tersangka, kepentingan korban, dan kepastian hukum.
Prinsip due process of law, yang menekankan kualitas dalam proses hukum, menjadi fondasi dalam sistem peradilan yang baru.
Hal ini memastikan bahwa setiap tahapan penegakan hukum dilakukan secara adil, transparan, dan akuntabel.
Febby Mutiara Nelson, dosen Hukum Acara Pidana Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa Pasal 132 KUHP 1/2023 memperlihatkan pergeseran paradigma dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.