Penjelasan Deflasi Tahunan, Fenomena yang Dialami Indonesia untuk Pertama Kalinya dalam 25 Tahun
Menurut BPS, terakhir kali Indonesia mendapati fenomena deflasi tersebut adalah pada tahun 2000 tepatnya pada maret 2000, dengan angka 1,10 persen
Penulis: Bobby W
Editor: Wahyu Gilang Putranto

TRIBUNNEWS.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) membagikan data terkait fenomena deflasi secara tahunan (year-on-year /yoy) yang dinilai langka terjadi di Indonesia, dalam konferensi pers pada Senin (3/3/2025).
Dilansir Kompas, BPS mengungkapkan bahwa deflasi tahunan tersebut tercatat pada data Februari 2025 lalu.
Pihak BPS menyatakan bahwa fenomena ini pertama kalinya terjadi di Indonesia dalam 25 tahun terakhir.
Terakhir kali Indonesia mendapati fenomena tersebut, tepatnya pada tahun 2000.
Data tersebut diambil dari Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Februari 2025 yang mengalami deflasi sebesar 0,09 persen secara tahunan.
Deflasi IHK secara tahunan seperti ini terakhir kali terjadi pada Maret 2000, dengan angka sebesar 1,10 persen.
Namun, jika dilihat secara bulanan, deflasi sering terjadi. Contohnya, pada Januari 2025, tercatat deflasi sebesar 0,76 persen secara bulanan, tetapi secara tahunan masih terjadi inflasi sebesar 0,76 persen.
"Menurut catatan BPS, deflasi year-on-year terakhir kali terjadi pada Maret 2000, saat itu deflasi mencapai 1,10 persen," ujar Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers pada Senin (3/3/2025).
Berikut ini adalah penjelasan singkat dari fenomena langka tersebut.
Penjelasan Deflasi Tahunan
Deflasi tahunan adalah fenomena ekonomi di mana harga-harga barang dan jasa secara umum mengalami penurunan dalam periode satu tahun.
Baca juga: Indonesia Deflasi Dua Bulan Berturut-turut, Ekonom CORE: Tidak Biasa Jelang Ramadan
Pada Februari 2025, BPS melaporkan bahwa Indonesia mengalami deflasi tahunan sebesar 0,09 persen, yang merupakan kejadian pertama dalam 25 tahun terakhir.
Fenomena ini sendiri menandakan perubahan signifikan dalam dinamika ekonomi Indonesia.
Meskipun deflasi sering kali dipahami sebagai berkah karena harga barang dan jasa menjadi lebih murah, fenomena ini juga memiliki dampak negatif jika tidak dikelola dengan baik.
Salah satu dampak utama deflasi adalah berkurangnya daya beli masyarakat akibat ekspektasi harga yang terus turun.
Ketika masyarakat menunda pembelian karena mengharapkan harga akan lebih murah di masa depan, aktivitas ekonomi dapat melambat, yang pada gilirannya dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Selain itu, deflasi juga dapat meningkatkan beban utang riil bagi individu maupun perusahaan.
Ketika nilai uang meningkat, jumlah nominal utang yang harus dibayar tetap sama, tetapi nilainya secara riil menjadi lebih besar .
Hal ini dapat menyebabkan tekanan finansial bagi pelaku ekonomi, terutama mereka yang memiliki utang dalam jumlah besar.
Penyebab Utama Deflasi Tahunan 2025

Menurut Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, penyebab utama deflasi tahunan pada Februari 2025 adalah pemberian diskon tarif listrik sebesar 50 persen oleh pemerintah.
Diskon ini diberikan untuk pemakaian Januari–Februari 2025 sebagai bagian dari upaya pengendalian harga di tengah kondisi ekonomi global yang tidak stabil.
Selain itu, penurunan harga sejumlah komoditas pangan bergejolak juga memberikan andil signifikan terhadap deflasi tahunan.
Misalnya, kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga mencatatkan deflasi sebesar 12,08 persen, dengan deflasi tarif listrik mencapai 46,45 persen.
Perbandingan dengan Deflasi Maret 2000
Berbeda dengan deflasi pada Maret 2000 yang lebih dipengaruhi oleh kelompok bahan makanan, BPS menilai deflasi tahunan yang terlacak di Februari 2025 didominasi oleh faktor kebijakan pemerintah, seperti diskon tarif listrik.
Meskipun demikian, beberapa komoditas pangan seperti cabai rawit, bawang putih, kangkung, dan bawang merah masih memberikan andil inflasi secara year-on-year.
Hal ini menunjukkan bahwa deflasi tahunan 2025 bukan disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat, melainkan kombinasi kebijakan pemerintah dan fluktuasi harga komoditas
Selain itu, BPS juga menyebutkan deflasi pada Maret 2000 lebih bersifat alami dan dipicu oleh lonjakan inflasi yang sangat tinggi pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu mencapai 45 persen pada Maret 1999.
Pada saat itu, deflasi terjadi sebagai bentuk koreksi pasar akibat inflasi yang melonjak drastis selama krisis moneter 1997/1998.
Sebaliknya, deflasi tahun 2025 lebih terkendali dan direncanakan melalui intervensi pemerintah, seperti pemberian diskon tarif listrik.
Dengan kata lain, deflasi 2025 adalah hasil dari kebijakan ekonomi yang dirancang untuk menjaga stabilitas harga, bukan dampak dari krisis ekonomi besar.
(Tribunnews.com/Bobby)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.