Revisi UU Polri Diharapkan Transparan dan Fokus Buat Efektif Penyidikan
Direktur Riset SETARA Institute Ismail Hasani menilai revisi Undang-Undang (UU) Polri harus fokus pada peningkatan efektivitas penyidikan.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Riset SETARA Institute yang juga pakar hukum tata negara dari UIN Jakarta, Ismail Hasani menilai revisi Undang-Undang (UU) Polri harus fokus pada peningkatan efektivitas penyidikan.
Dia juga menyebut, upaya revisi ini tanpa perlu memonopoli otoritas penyidikan.
Hal itu disampaikan Ismail Hasani dalam diskusi ‘Akselerasi Pembahasan RUU Polri SETARA Institute’, di Jakarta.
"Dalam point diskusi tersebut, disinyalir ada instansi yang burapaya mengambil alih kewenangan Polri untuk menjadi pengendali penyidikan sesuai dengan asas dominus litis," kata Ismail, Sabtu (8/3/2025).
Ismail pun mengatakan, dalam rencana perubahan UU TNI, Polri dan Kejaksaan juga terdapat perubahan penambahan kewenangan.
“Yang mana sebenarnya bisa saja dilakukan asalkan tidak keluar dari desain konstitusi kita," ujar Ismail.
Terkait hal itu, dia menyebut TNI sebagai alat pertahanan, sedangkan Polri mengemban tiga mandat konstitusional yaitu perlindungan/pelayanan kepada masyarakat, menjaga keamanan dan menegakkan hukum.
Khusus UU Polri, kata Ismail kewenangan yang diberikan sudah cukup luas dan sangat mencukupi untuk menjalankan mandat konstitusional.
Artinya, tidak perlu adanya penambahan kewenangan-kewenangan baru.
"Ketika kewenangan bertambah, kewenangan pengawasan juga harus bertambah," terangnya.
Karena itu, dia mendorong Komisi III DPR RI apabila surat presiden (Surpres) terkait revisi UU tersebut sudah dikirimkan oleh Presiden Prabowo Subianto, agar disampaikan secara terbuka.
"Sehingga baik masyarakat yang mendukung maupun menentang bisa memberikan masukan terhadap perbaikan-perbaikan UU Polri," jelasnya.
Baca juga: Pengamat Sebut Kapolri Banyak Terlibat Politik Praktis, Choirul Anam Kompolnas Berbeda Pandangan
Hadir dalam diskusi sejumlah pakar yakni Prof. Dr. Angel Damayanti (Universitas Kristen Indonesia), Dr. Sarah Nuraini Siregar (Peneliti Senior BRIN-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Halili Hasan (Dosen Ilmu Politik Universitas Negeri Yogyakarta –UNY/ Direktur Eksekutif SETARA Institute), Ardimanto Putra (Direktur Eksekutif IMPARSIAL), Benny SUkadis (Direktur Laspersi, Dosen UPN Veteran Jakarta) dan Merisa Dwi Juanita (Peneliti SETARA Institute).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.