OTT di OKU Sumsel, KPK: Pihak DPRD Minta Jatah Pokir Rp40 M Sebagai Syarat RAPBD 2025 Disahkan
Dalam pertemuan ini, perwakilan DPRD dan pemerintah daerah menyepakati jatah pokir diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Acos Abdul Qodir

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap modus praktik korupsi di Kabupaten Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, hingga pihaknya harus melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, sejumlah anggota DPRD Kabupaten OKU meminta jatah dana pokok pikiran (pokir) agar mereka mau menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) OKU tahun 2025 yang diajukan Pemkab OKU.
Beberapa perwakilan DPRD OKU tersebut, yakni Ferlan Juliansyah (FJ) yang merupakan anggota Komisi III DPRD OKU; M. Fahrudin (MFR) Ketua Komisi III DPRD OKU; dan Umi Hartati (UH) Ketua Komisi II DPRD OKU.
Setyo menjelaskan, kasus ini bermula sejak pembahasan RAPBD OKU Tahun Anggaran 2025, di Januari 2025 lalu.
Beberapa waktu setelah pembahasan digelar, beberapa perwakilan DPRD OKU menemui pihak Pemkab OKU.
"Pada pembahasan tersebut, perwakilan DPRD meminta jatah pokir, seperti yang diduga sudah dilakukan," kata Setyo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (16/3/2025).
Baca juga: KPK Tetapkan 6 Tersangka Suap Proyek dari OTT di OKU: 3 Anggota DPRD, Kadis PUPR dan 2 Swasta
Dalam pertemuan ini, perwakilan DPRD dan pemerintah daerah menyepakati jatah pokir diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) sebesar Rp40 miliar.
"Rp40 miliar dengan pembagian nilai proyek sebagai berikut, untuk Ketua dan Wakil Ketua, nilai proyeknya disepakati adalah Rp5 miliar. Sedangkan untuk anggota, itu adalah Rp1 miliar," ucap Setyo.
Kemudian, lanjutnya, nilai kesepakatan sebesar Rp40 miliar itu turun menjadi Rp35 miliar. Hal ini disebabkan karena keterbatasan anggaran.
"Tapi, untuk fee-nya tetap disepakati sebesar 20 persen jatah bagi anggota DPRD, sehingga total fee-nya adalah sebesar Rp7 miliar," jelasnya.
Beberapa waktu kemudian, APBD OKU tahun anggaran 2025 disahkan dan mengalami kenaikan dari pembahasan awal Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar.
"Jadi, signifikan karena ada kesepakatan ya, maka awalnya Rp48 miliar bisa berubah menjadi 2 kali lipat," ungkap Setyo.
Baca juga: Kasus Kapolres Ngada Cabuli Sejumlah Anak Terbongkar, LPSK Ungkap 71 Anak di NTT Minta Perlindungan
Sementara itu, terdapat sembilan proyek fisik di Dinas PUPR yang disepakati sebagai pengganti jatah pokir, di antaranya:
1. Rehabilitasi rumah dinas bupati lebih kurang Rp 8,3 miliar, dengan penyedia CV RF.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.