Pengamat Militer: UU TNI Memang Butuh Perubahan tapi Jangan Juga Dibahas Tertutup, Jadi Mencurigakan
Anton Aliabbas memandang Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI memang membutuhkan perubahan. Tapi tidak dibahas secara tertutup
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat militer sekaligus Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas memandang Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI memang membutuhkan perubahan.
Hal tersebut mengingat ada sejumlah perkembangan yang membutuhkan respons dan semestinya diatur dalam peraturan.
Ia mencatat setidaknya ada tiga isu krusial yang paling urgen mendapatkan perhatian.
Pertama, kata dia, perkembangan medan perang masa depan yang semakin kompleks, yang tidak lagi hanya mencakup darat, laut dan udara tetapi juga siber dan antariksa.
Kedua, lanjutnya, pengaturan jabatan sipil yang dapat diduduki TNI aktif mengingat ada beberapa instansi yang melibatkan TNI aktif seperti Bakamla dan BNPB.
Ketiga, kata Anton, pengaturan karir prajurit terutama mengatasi fenomena maraknya perwira nonjob di pangkat kolonel ke atas, sementara di sisi lain ada defisit perwira, terutama pada pangkat letnan satu-letnan kolonel.
Meski demikian, lanjutnya, alasan adanya kebutuhan revisi UU TNI tidak menjadikan pembahasan revisi legislasi tersebut harus dikejar target segera.
Ia mencatat rencana revisi UU TNI sudah ada sejak tahun 2015.
Akan tetapi, menurutnya pengerjaan revisi UU yang singkat hanya akan menjadikan proses tidak memenuhi kaidah ‘meaningful participation’ dan hati-hati.
Padahal, kata dia, semestinya untuk isu yang penting seperti ini, keterlibatan publik yang lebih luas dan mengedepankan kehati-hatian serta kecermatan menjadi kunci agar perubahan UU tidak terjadi berulang kali.
"Pelaksanaan revisi UU yang singkat dan tertutup hanya akan memperkuat dugaan adanya maksud tertentu di balik proses pemuktahiran legislasi," kata Anton saat dihubungi Tribunnews.com pada Minggu (16/3/2025).
"Apalagi, masih ada beberapa ganjalan isu yang dibahas seperti penambahan usia pensiun yang tidak berdasar serta tidak adanya respons memadai terkait perkembangan peperangan masa depan dan pengaturan karir kedua (second career) bagi personel TNI," lanjutnya.
Oleh karena itu, ia menyarankan ada baiknya, DPR dan pemerintah tidak terburu-buru dan memasang target penyelesaian revisi ini.
Menurut dia sudah semestinya, revisi UU TNI dilakukan dengan kepala dingin dengan mengedepankan kehati-hatian dan kecermatan serta melibatkan publik yang lebih luas.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.