LPSK: Restitusi Anak Korban Kekerasan Seksual Dihitung Mulai dari Janin Hingga Usia 18 Tahun
Perhitungan ini meliputi biaya kebutuhan dasar, pendidikan, kesehatan, hingga pemulihan psikologis jangka panjang.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: willy Widianto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terus mendorong realisasi restitusi bagi korban kekerasan seksual terutama anak-anak. Restitusi adalah ganti rugi yang harus dibayarkan pelaku kepada korban berdasarkan putusan pengadilan.
Baca juga: LPSK Komitmen Lindungi Saksi dalam Kasus Dugaan Korupsi Minyak Mentah di PT Pertamina
Wakil Ketua LPSK, Sri Nurherwati menjelaskan dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, pihaknya menghitung kerugian tidak hanya sampai saat kejadian, tetapi hingga anak berusia 18 tahun.
Perhitungan ini meliputi biaya kebutuhan dasar, pendidikan, kesehatan, hingga pemulihan psikologis jangka panjang.
Hal itu Sri sampaikan dalam diskusi bertajuk Implementasi Perma Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana.
"Maka penghitungan biaya hidup anak dalam janin, tadi karena sudah dihitung sebagai anak ya, hingga 18 tahun itu kita perhitungkan," kata Sri dalam kegiatan yang berlangsung daring, Rabu (19/3/2025).
Ia menambahkan, restitusi bukan hanya bentuk ganti rugi finansial, melainkan juga pengakuan negara bahwa korban berhak atas pemulihan yang menyeluruh.
Namun, tantangan besar tetap ada. Banyak korban enggan mengajukan restitusi karena merasa seperti melakukan transaksi atas kekerasan yang dialaminya.
Baca juga: Respons Anak Bos Rental Mobil Soal Oknum TNI AL Diwajibkan Bayar Restitusi: Untuk Sementara Sesuai
"Pertimbangannya, misalnya kalau untuk kekerasan seksual itu pada umumnya merasa kok seolah-olah saya sedang mentransaksikan layanan seksual, padahal itu kan saya yang mengalami perkosaan," jelas Sri.
Di satu sisi, masih banyak pula pelaku yang tidak sanggup atau tidak mau membayar. Dalam beberapa kasus, meskipun sudah ada putusan hakim yang memerintahkan pembayaran restitusi, eksekusi tetap sulit dilakukan.
Sebagai informasi, permohonan restitusi dari korban tindak pidana di Indonesia terus meningkat dalam tiga tahun terakhir.
Data LPSK menunjukkan, jumlah permohonan restitusi naik dua kali lipat dari 2022 ke 2023, dan hingga triwulan awal 2024 sudah melampaui angka tahun sebelumnya.
Baca juga: LPSK Kawal Kasus Dugaan Pencabulan Anak di Bawah Umur oleh Kapolres Nonaktif Ngada
Tercatat 2.150 permohonan restitusi pada tahun 2022, 4264 pada tahun 2023, dan 4427 pada tahun 2024.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.