KPK Ungkap Hasil Temuan dari Penggeledahan Kantor Hukum yang Didirikan Febri Diansyah: Dokumen & BBE
Tim penyidik KPK menyita sejumlah alat bukti, dokumen dan barang bukti elektronik dari penggeledahan di Visi Law Office, Pondok Indah, Jaksel.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap hasil temuan dari penggeledahan di Visi Law Office, Pondok Indah, Jakarta Selatan, Rabu (19/3/2025).
Tim penyidik KPK menyita sejumlah alat bukti, yakni dokumen dan barang bukti elektronik (BBE).
Baca juga: Penggeledahan Kantor Febri Diansyah oleh Penyidik KPK Dinilai Mencurigakan
"Hasil geledah Kantor Visi Law Office dokumen dan BBE," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya, Kamis (20/3/2025).
Visi Law Office adalah sebuah firma hukum yang didirikan oleh mantan juru bicara KPK Febri Diansyah dan eks peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz.
Mereka pun mengajak mantan pegawai KPK Rasamala Aritonang untuk bergabung di dalamnya.
Namun sejak tahun lalu, Febri sudah tidak lagi menaungi Visi Law Office.
Kini ia mendirikan sebuah firma hukum baru bernama Diansyah & Partners Law Firm.
Adapun penggeledahan di Visi Law Office berkaitan dengan pengusutan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Febri, Donal, dan Rasamala sempat menjadi tim kuasa hukum SYL dalam kasus gratifikasi dan pemerasan. Di mana perkara itu telah memvonis SYL.
Baca juga: Febri Diansyah Sempat Jadi Rival Ronny Talapessy di Kasus Ferdy Sambo, Kini Bersatu Bela Hasto
KPK mengumumkan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka pencucian uang pada Jumat, 13 Oktober 2023.
Perkara TPPU ini merupakan pengembangan dari kasus korupsi di Kementerian Pertanian yang telah menjerat SYL.
Dalam perkara korupsi di Kementan, SYL terbukti secara sah telah melakukan pemungutan kepada pejabat di kementerian tersebut dengan total uang Rp 44,2 miliar dan 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS).
Uang tersebut ia gunakan untuk kebutuhan pribadinya dan keluarga, seperti mencicil kartu kredit, perbaikan rumah, perawatan wajah, hingga aliran dana ke Partai Nasdem senilai miliaran rupiah.
Mahkamah Agung (MA) pun menolak permohonan kasasi yang diajukan eks SYL selaku terdakwa kasus pemerasan dan penerimaan gratifikasi.
Hukuman yang dijatuhkan terhadap SYL tetap berupa 12 tahun penjara sebagaimana hukuman yang dijatuhkan pada vonis di tingkat banding.
"Tolak kasasi terdakwa dengan perbaikan mengenai redaksi pembebanan uang pengganti kepada terdakwa," demikian bunyi putusan tersebut dilansir dari situs MA, Jumat (28/2/2025).
"Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp44.269.777.204 ditambah USD30.000," lanjut putusan tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.