Praktisi Hukum Usul DPR Tambah Kewenangan pada Kejaksaan di RUU KUHP
Pembahasan RUU KUHAP terus menuai sorotan publik lantaran DPR dan pemerintah tidak transparan dalam pembahasan RUU tersebut.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Muhammad Zulfikar

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi Hukum Tezar Yudhistira berpendapat, pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana atau RUU KUHAP terus menuai sorotan publik lantaran DPR dan pemerintah tidak transparan dalam pembahasan RUU tersebut.
"Publik tidak tahu persis draf mana yang sedang dibahas," kata Tezar Yudhistira di acara Diskusi Publik yang diselenggarakan Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) mengangkat tema Berebut Kuasa Penyidikan, Membaca Hidden Goal di Balik RUU KUHAP di kampus Universitas Islam Jakarta (UIJ), Rabu 19 Maret 2025.
Baca juga: Mahfud Sebut Prabowo Bisa Kena Pasal 55 KUHP karena Ampuni Koruptor, Prof Romli Beri Tanggapan
“Kawan-kawan di DPR RI atau pemerintah untuk membuka akses. Mana sih draf rancangan undang-undang hukum acara pidana itu mana, artinya apa, biar kita masyarakat, teman-teman mahasiswa semua bisa memberikan masukan. Itu penting menurut saya,” ungkap Tezar.
Terkait dengan munculnya kecurigaan adanya perebutan kekuasaan penyidikan, Tezar menyebut dari dua draf rancangan undang-undang hukum acara pidana itu terdapat perbedaan. Tetapi di Pasal 6 rancangan kitab undang-undang hukum acara pidana yang saat ini dibahas itu memang ada penambahan penyidikan, ada pennambahan penyidik.
Baca juga: Akademisi Nilai Tindak Pidana Ideologi Negara di UU KUHP Perlu Diatur Lebih Lanjut
“Tapi di draf yang satu itu bicara tentang penyidik dari pejabat suatu lembaga yang disebutkan disitu secara jelas itu adalah penyidik dari kejaksaan dan penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujarnya.
“Ini artinya, di RUU KUHAP yang baru ini ada nih tambah penyidik, dan draf yang baru saya terima tadi itu namanya bukan penyidik dari pejabat suatu lembaga tapi penyidik tertentu. Jadi ada beda narasi tapi yang pasti ada penambahan penyidik,” Sambungnya.
Terkait dengan kewenangan, Tezar berpendapat seharusnya ada di undang-undang intansi atau lembaga terkait, contohnya KPK ada di KPK, terus juga kejaksaan ada di kejaksaan.
Memang, di undang-undang kejaksaan sendiri, kejaksaan memiliki kewenangan penyidikan, tapi penyidikan dalam tindak pidana tertentu. "Apa itu? yang pertama terkait dengan hak asasi manusia, terus terkait dengan tindak pidana korupsi," sebutnya.
“Tapi ketika kejaksaan itu diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap perkara-perkara umum, ini perlu dipikirkan. Kekuasaan ini harus dibatasi artinya, pembagian tugas dan fungsinya harus jelas, siapa yang melakukan penyidikan siapa yang melakukan penuntutan,” Imbuhnya.
“Di kitab undang-undang hukum acara yang saat ini masih berlaku, itu jelas pembagian kekuasaanya, dimana kawan-kawan polisi itu sebagai penyelidikan dan penyidik terus kemudian kawan-kawan dari kejaksan itu sebagai penuntut,” kata Tezar.
Tezar menegaskan, perlu ada kesepakatan bahwa RUU KUHAP iharus goal sepaket, tetapi memang terkait dengan isi dan subtansinya pemerintah juga DPR itu harus mendengar aspirasi.
“Jangan sampai ini disahkan kemudian akan meninggalkan masalah di kemudian hari. Kita nggak bisa membayangkan ketika kejaksaan juga diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan dalam perkara pidana umum bukan yang sifatnya tertentu, tambah nih pekerjaan pekerjaan mereka. Pertanyaanya, apakah mereka sudah siap dari sarana dan prasarananya,” pungkasnya.
Baca juga: Sidang MK, Ahli Jelaskan Kenapa Hukuman Penjara dalam UU ITE Lebih Berat Dibanding KUHP
“Polisi saja yang sampai ada di tingkat kecamatan, polsek bahkan sampai di pospol tiap kelurahan belum maksimal. Harus kita akui apalagi kejaksaan. Kita percaya mampu, tapi ini PR yang banyak, PR yang perlu dipenuhi,” kata Tezar.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.