Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Polisi Cabuli Anak di Papua Divonis Bebas, Wakil Ketua Komisi XIII DPR: Ada yang Tidak Beres

Menurut Andreas, pengadilan seharusnya mempertimbangkan status terdakwa sebagai anggota kepolisian yang mempunyai tugas sebagai pelindung masyarakat.

Tribun X Baca tanpa iklan
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Polisi Cabuli Anak di Papua Divonis Bebas, Wakil Ketua Komisi XIII DPR: Ada yang Tidak Beres
Tribunnews.com/Ist
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, di Gedung DPR RI, Jakarta. Andreas mengkritisi putusan bebas yang dijatuhkan pengadilan kepada Bripda AFH, polisi yang menjadi terdakwa kasus pencabulan anak di Kabupaten Keerom, Papua. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura memvonis bebas terdakwa kasus pencabulan anak di Kabupaten Keerom, Papua, oleh seorang anggota kepolisian, Brigadir Dua (Bripda) AFH (20), mengejutkan pihak keluarga korban dan kelompok yang peduli terhadap perlindungan anak.

Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, dengan tegas mengkritisi putusan bebas yang dijatuhkan kepada AFH, yang merupakan seorang anggota kepolisian. 

"Kasus ini mencerminkan bahwa aparat penegak hukum masih belum serius dalam menangani kejahatan seksual terhadap anak, meskipun telah ada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," kata Andreas kepada wartawan, Jumat (21/3/2025).

Peristiwa tragis ini terjadi pada tahun 2022, saat AFH diduga memanfaatkan situasi di mana korban, seorang anak berusia 5 tahun, sedang sendirian setelah kakaknya pergi.

Namun, meski ada bukti cukup kuat dan jaksa penuntut umum menuntut hukuman penjara 12 tahun berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak, namun majelis hakim justru memutuskan untuk membebaskan polisi tersebut.

Baca juga: Kronologi sang Ibu Dipenjara hingga Buat Kakak-Adik Farrel dan Nayaka Jual Ginjal, Bantu Saudara

Putusan tersebut memicu gelombang protes tidak hanya dari keluarga korban, tetapi juga dari berbagai kalangan pemerhati perlindungan anak yang menilai bahwa keputusan itu mencederai rasa keadilan. Keluarga korban pun memutuskan untuk mengajukan kasasi demi menuntut keadilan yang seharusnya mereka terima.

Andreas mendukung langkah tersebut dan menilai keputusan majelis hakim dalam kasus ini mengabaikan hak-hak korban.

Berita Rekomendasi

Dia juga menyoroti status terdakwa sebagai anggota kepolisian yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat.

"Keputusan pihak keluarga ini menunjukkan adanya dugaan ketidakberesan atau ketidakwajaran dalam proses peradilan. Keputusan hukum tersebut juga telah mencederai keadilan dan tidak pro terhadap hak asasi manusia yang di dalamnya terdapat hak-hak anak,” ujarnya.

Baca juga: 3 Polisi Tewas Ditembak di Way Kanan, TNI Ungkap Soal Ikatan Komitmen Setoran Lokasi Sabung Ayam

Menurut Andreas, pengadilan seharusnya mempertimbangkan status terdakwa sebagai anggota kepolisian yang mempunyai tugas sebagai pelindung masyarakat.

Dengan putusan bebas kepada pelaku kekerasan seksual, pengadilan pun disebut tidak mendukung perlindungan terhadap anak yang masuk dalam kelompok rentan.

“Di saat terdakwa telah mencoreng citra institusi kepolisian karena perilakunya, pengadilan pun ikut tidak berpihak kepada korban lewat proses peradilan yang penuh ketidakadilan,” tegas Andreas.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas