Kasus Pemerasan oleh Polisi Marak, ISESS: Kepemimpinan Lemah, Kapolri Harus Dievaluasi
Polri belakangan tengah disorot karena tindakan sejumlah anggotanya yang marak melakukan aksi pemerasan dalam menangani beberapa perkara.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Malvyandie Haryadi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri belakangan tengah disorot karena tindakan sejumlah anggotanya yang marak melakukan aksi pemerasan dalam menangani beberapa perkara.
Dalam hal ini, Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengatakan, salah satu penyebab terjadinya aksi itu karena tidak berjalannya reformasi di kepolisian.
Menurut dia, tidak berjalannya reformasi di kepolisian karena lemahnya kepemimpinan di pucuk Polri.
"Salah satu problem tidak berjalannya reformasi di kepolisian adalah lemahnya kepemimpinan. Lemahnya leadership ini ditandai dengan ketidakkonsistenan penegakan aturan, baik UU maupun peraturan organisasi,” kata Bambang dalam keterangannya dikutip Minggu (23/3/2025).
Sejumlah kasus pemerasan oleh anggota polisi yang menyita perhatian yakni tertuju ke sejumlah warga negara Malaysia di acara konser Djakarta Warehouse Project (DWP) di Kemayoran, Jakarta Pusat yang melibatkan 36 anggota.
Kasus yang hingga kini belum ditarik ke ranah pidana, muncul kembali kasus pemerasan terhadap anak angkat bos Prodia dalam kasus pembunuhan.
Ada pun, eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan terlibat dalam kasus tersebut.
Selanjutnya, kasus pemerasan yang dilakukan oleh anggota polisi kembali mencuat di Sumatera Utara.
Polisi itu diduga memeras sejumlah sekolah terkait dana alokasi khusus (DAK) untuk kegiatan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) daerah Sumatera Utara. Tak disangka, totalnya mencapai Rp4,7 miliar.
Selain itu, dua anggota polisi melakukan pemerasan tapi tidak dipecat dari institusi Polri dan hanya dijatuhi penempatan khusus serta sanksi demosi di Semarang, Jawa Tengah.
Menurut Bambang, pelanggaran anggota ini terus menerus terjadi lantaran tidak ada konsistensi dari kepemimpinan di Polri.
Malah kata Bambang, prinsip kesamaan di mata hukum seolah tidak berlaku bagi anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran hukum atau perbuatan pidana.
“Prinsip equality before the law seolah tidak berlaku bagi anggota kepolisian. Hal ini ditandai dengan tidak segera ada proses pidana bagi personel pelaku pemerasan dengan berbagai dalih,” ucapnya.
Ketidaktegasan pucuk pimpinan Polri ini dianggapnya menjadi sebab anggota polisi yang melakukan pemerasan itu tidak diproses.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.