Melonjak Hampir 30 Persen, Peretas Gunakan Kripto Sebagai Kedok Aksi Pencucian Uang
Belakangan aksi hacker mulai merambah ke pasar cryptocurrency dengan modus pencucian uang.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Beragam aksi kejahatan yang dilakukan para hacker di dunia maya membuat para pengguna sosial media jadi was-was. Belakangan aksi hacker tersebut mulai merambah ke pasar cryptocurrency dengan modus pencucian uang.
Menurut laporan Chainalysis, dilansir dari Reuters, tindak pencucian uang (money laundering) dengan menggunakan aset kripto sepanjang tahun 2021 diperkirakan mencapai 8,6 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 123 triliun.
Baca juga: Ancaman Serangan Hantu Siber Bikin Influencer dan Youtuber Kripto Was-was
Menurut Chainalysis, para pelaku tersebut menyasar bursa terpusat dengan cara meretas data penjualan melalui darknet ataupun serangan ransomware.
Tindak kejahatan pencucian uang, tercatat mengalami peningkatan 25 persen jika dibandingkan dengan tahun 2020. Sebelumnya kasus seperti ini juga sempat menghebohkan dunia, tepat di tahun 2017 kasus pencucian uang tembus mencapai 33,4 miliar dolar AS.
Baca juga: Larang Peredaran Kripto, Rusia Khawatir Teknologi Blockchain Ancam Uji Coba Rubel Digital
Sebagai informasi kasus pencucian yang melibatkan uang digital masuk ke dalam kejahatan crypto- native, umumnya dana tersebut digunakan untuk perdagangan narkoba.
Karena keuntungan yang diambil dari tindak pencucian ini berbentuk kripto, maka sulit untuk mengukur sebarapa banyak mata uang fiat yang berasal dari kejahatan offline tersebut.
Diprediksi kasus kejahatan pencucian uang di tahun 2022 akan mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan adanya pertumbuhan signifikan dari aktivitas transaksi yang sah dan illegal.
Proses transaksi tersebutlah yang kemudian dimanfaatkan hacker untuk menyamarkan asal usul uang yang sebelumnya diperoleh dengan cara illegal, kemudian mereka akan mentransfer dana tersebut ke dalam bentuk aset digital.
Tak hanya itu saja, pencucian uang dengan modus kripto makin tumbuh subur karena adanya peningkatan adopsi atau penggunaan mata uang kripto disejumlah negara besar.
Situs perbandingan produk keuangan Finder.com, mencatat transaksi di pasar cryptocurrency pada 27 negara meliputi wilayah Eropa, Asia, dan Amerika melonjak hingga mencapai 881 persen.
Sementara untuk wilayah Asia, Indonesia dan India menjadi negara dengan jumlah pengguna mata uang kripto terbanyak hingga mencapai 30 persen.
Sejauh ini pencucian uang dengan menggunakan mata uang kripto paling sering menyasar aset Altcoin dengan perkiraan sekitar 68 persen, disusul Ethereum dengan 63 persen, Stablecoin 57 persen, dan terakhir Bitcoin dengan 19 persen.
Dengan adanya kedok pencucian uang dengan kripto tentu membuat pertukaran aset cryptocurrency menjadi semakin berisiko tinggi, terlebih dana yang digunakan untuk membeli aset kripto susah untuk dilacak.