Aset Kripto Mulai Dikenakan Pajak Mei Depan, Berikut Aturan dan Reaksi Pemain
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan mengalikan tarif Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Bisnis aset kripto di Indonesia dipastikan terus meningkat, bahkan potensinya telah mencapai ratusa miliar.
Pemerintah membuat kebijakan untuk mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) atas transaksi aset kripto di Indonesia akan berbuah manis pada pendapatan negara.
Kepala Subdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Bonarsius Sipayung menunjukkan hitungan kasar otoritas pajak, penerimaan dari pengenaan PPN dan PPh atas transaksi aset kripto bisa mencapai Rp 1 triliun.
Baca juga: Toko Swalayan di Australia Mulai Berlakukan Pembayaran Gunakan Mata Uang Kripto
“Potensi penerimaannya kami mengambil data total transaksi kripto 2020 di Indonesia mencapai Rp 850 triliun.
Misal kita ambil contoh tarif dari Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) yang tidak terdaftar Bappebti, maka tarifnya 0,2% dikalikan total transaksi kripto tersebut, maka hasilnya hampir Rp 1 triliun sekian,” ujar Bonarsius kepada awak media, Rabu (6/4/2022).
Potensi penerimaan yang besar tersebut bisa dioptimalkan untuk memperbesar nominal bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat kelas bawah.
Dengan demikian, Bornarsius menyiratkan investasi kripto ini sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.
“Lumayan, Rp 1 triliun lebih ini dibagi dalam bentuk BLT seluruh Indonesia dapat.
Jadi yang punya uang lebih bisa berinvestasi, dapat keuntungan, penerimaan negara naik, dan bisa berbagai kepada masyarakat lain,” tambah Bornasius.
Baca juga: Saat Harga Bitcoin Turun, Sejumlah Mata Uang Kripto Ini Beri Keuntungan Besar
Kemudian, pengenaan pajak ini dikenakan kepada pihak yang memfasilitasi perdagangan aset kripto baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini menimbang azas ekadilan kepada setiap pelaku usaha di dalamnya.
Karena menurut Bonarsius, pihak-pihak ini luas. Bahkan bisa mencakup marketplace dalam negeri maupun luar negeri.
Namun tentunya, untuk luar negeri pemerintah memiliki tolak ukur. Hanya, ia menegaskan pemerintah akan tetap menerapkan dengan adil.
Dalam kesempatan yang sama, Kasubdit Humas DJP Dwi Astuti mengatakan, potensi penerimaan kripto ini juga akan sangat bergantung seberapa besar volume transaksi, sehingga jumlahnya bisa naik maupun turun dari tahun 2020.
Sebagai tambahan informasi, pemerintah sudah resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no. 68/PMK.03/2022 yang mengatur tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi perdagangan aset kripto.
Baca juga: Luar Biasa, Jumlah Investor Kripto di Indonesia Melambung, Kini Mencapai 12,4 Juta
Menurut beleid tersebut, kripto bukan mata uang atau surat berharga tetapi merupakan barang berupa hak dan kepentingan lainnya yang berbentuk digital, sehingga bisa menjadi barang kena pajak (BKP) tidak berwujud.
Atas penyerahan aset kripto, besaran PPN yang dipungut maupun disetor adalah sebesar 1% dari tarif PPN umum atau sekitar 0,11%.
Sedangkan bila perdagangan tidak dilakukan oleh pedagang fisik aset kripto maka besaran PPN yang dipungut dan disetor bisa sebesar 2% dari tarif PPN umum atau sebesar 0,22%.
Selanjutnya penjual aset kripto adalah orang pribadi atau badan yang melakukan penjualan atau pertukaran aset kripto, maka penjual dikenai PPh pasal 22 yang bersifat final dengan tarif 0,1% yang akan dipungut, disetor dan dilaporkan oleh penyelenggara perdagangan.
Berlaku Mulai 1 Mei 2022
Aturan baru terkait pajak kripto Indonesia resmi diterbitkan dan mulai berlaku pada 1 Mei 2022 mendatang.
Dikutip dari Kompas.com, besaran pajak kripto diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
Dengan adanya aturan tersebut, perdagangan aset kripto akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
Dalam Pasal 2 aturan tersebut disebutkan bahwa PPN aset kripto dikenakan atas penyerahan:
Barang Kena Pajak tidak berwujud berupa aset kripto oleh penjual aset kripto;
Baca juga: Wamendag Yakin Pemain Kripto Tanah Air Memiliki Protokol yang Baik dalam Mitigasi Risiko
Jasa Kena Pajak berupa jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan aset kripto oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik;
dan/atau Jasa Kena Pajak berupa jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto (mining pool) oleh penambang aset kripto.
Dalam aturan pajak kripto Indonesia ini disebutkan bahwa besaran pajak kripto atau tarif PPN kripto berbeda-beda untuk masing-masing penyerahan barang dan jasa kena pajak.
PPN penjualan kripto Dijelaskan bahwa penyerahan aset kripto oleh penjual aset kripto yang terkena PPN adalah:
jual beli aset kripto dengan mata uang fiat;
tukar-menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya (swap);
dan/atau tukar-menukar aset kripto dengan barang selain aset kripto dan/atau jasa.
Adapun PPN terutang atas penyerahan aset kripto oleh penjual aset kripto dipungut dan disetor dengan besaran tertentu, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 sebagai berikut:
1 persen dari tarif Pajak Pertambahan Nilai dikali dengan nilai transaksi aset kripto, dalam hal penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik merupakan pedagang fisik aset kripto;
atau 2 persen dari tarif pajak pertambahan nilai dikali dengan nilai transaksi aset kripto, dalam hal penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan merupakan pedagang fisik aset kripto.
PPN jasa perdagangan kripto Ketentuan berbeda berlaku terhadap PPN atas penyerahan jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan aset kripto.
Pasal 12 aturan tersebut menjelaskan, jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi aset kripto paling sedikit berupa kegiatan pelayanan:
jual beli aset kripto menggunakan mata uang fiat;
tukar-menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya (swap);
dan/atau dompet elektronik (e-wallet) meliputi deposit, penarikan dana (withdrawal), pemindahan (transfer, aset kripto ke akun pihak lain, dan penyediaan dan/ atau pengelolaan media penyimpanan aset kripto.
Adapun besaran pajak kripto atas jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan aset kripto oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik adalah:
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan mengalikan tarif Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud berupa penggantian yaitu sebesar komisi atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk komisi atau imbalan yang diterima oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik yang akan diteruskan kepada penambang aset kripto.
PPN jasa verifikasi penambang kripto Sementara itu, PPN juga akan dikenakan atas penyerahan jasa pelayanan verifikasi transaksi aset kripto oleh penambang aset kripto.
PPN yang terutang dipungut dan disetor dengan besaran tertentu, yakni ditetapkan sebesar 10 persen dari tarif Pajak Pertambahan Nilai dikali dengan nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima oleh penambang aset kripto, termasuk aset kripto yang diterima dari sistem aset kripto (block reward).
Itulah informasi seputar besaran pajak kripto, khususnya tarif PPN aset kripto berdasarkan aturan pajak kripto Indonesia.
Tanggapan Pemain Kripto
COO Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan pihaknya selalu mendukung upaya dan langkah pemerintah dalam meningkatkan pendapatan negara, salah satunya dengan pengenaan pajak perdagangan aset kripto di Indonesia.
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Manda ini juga menilai, dengan adanya pemberlakuan pajak ini, bisa memberikan dampak positif pada industri kripto yang kini sudah dipandang memiliki legitimasi yang kuat.
Kendati begitu, ia bilang, Tokocrypto masih mengkaji dan menunggu arahan lebih lanjut mengenai PMK tersebut yang di dalamnya terdapat tarif pajak PPN dan PPh final yang besarannya 0,1%-0,2%.
“Sebagai asosiasi dan perusahaan perdagangan aset kripto yang berada di bawah Bappebti, kami tentu selalu menerapkan good corporate governance yang akan patuh dan tunduk pada peraturan dan perundang-undangan di Indonesia,” terang Manda kepada Kontan.co.id, Rabu (6/4).
Manda yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) menyebut, asosiasi juga secara aktif memberikan masukan kepada pemerintah untuk melihat bagaimana level playing field yang terjadi dalam perdagangan aset kripto.
Jika perumusan pajak baru ini ternyata tidak tepat, dikhawatirkan malah akan membuat industri aset kripto mundur. Ia menilai, pemerintah sudah seharusnya melibatkan para pelaku usaha dalam merumuskan beleid baru tersebut.
“Kami sebenarnya tidak pernah menolak soal pajak ini, tapi, kalau ada pajak baru seharusnya semua pelaku industri dilibatkan. Jadi hasilnya bisa fair untuk semuanya,” terangnya.
Manda bilang, pada dasarnya besaran nilai yang harus dikenakan pajak seharusnya mengikuti perkembangan industri itu sendiri. Menurutnya, saat ini, industri aset kripto di Indonesia masih baru, sehingga butuh kajian kepastian regulasi yang tepat dan tidak mengekang.
Jika sampai pajak yang dikenakan terlalu tinggi, justru akan membuat investor merasa rugi dan tidak adil. Pasalnya, ketika investor mendapatkan untung, mereka dipungut pajak, tetapi, ketika rugi tidak dapat pengurangan pajak.
“Padahal yang namanya investasi di instrumen berisiko tinggi akan penuh dengan ketidakpastian,” imbuh Manda.(Kontan/Hikma Dirgantara/Bidara Pink/Kompas.com/Muhammad Choirul Anwar)