Harga Bitcoin Anjlok, Nilainya Merosot ke Bawah 20.000 Dolar AS
Nilai Bitcoin (BTC) pada Minggu (19/6/2022) pagi masih redup di zona merah dengan penurunan 7,12 persen dalam 24 jam terakhir di level 19.016 dolar AS
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai Bitcoin (BTC) pada Minggu (19/6/2022) pagi masih redup di zona merah dengan penurunan 7,12 persen dalam 24 jam terakhir di level 19.016 dolar AS atau setara Rp 275 juta (kurs Rp 14.500 per dolar AS).
Dilansir dari Coinmarketcap.com, selain Bitcoin, Ethereum (ETH) dengan Ethereum (ETH) dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar kedua ambles 8,59 persen dalam 24 jam terakhir pada level 993,05 dollar AS.
Kemudian, Tether (USDT) yang bernasib sama dengan Bitcoin, juga terjun 0,03 persen pada posisi 0,998 dollar AS, dan USD Coin melemah 0,02 persen pada 1 dollar AS.
Baca juga: Harga Bitcoin dan Ethereum Berguguran Kini Makin Menyusut, Ini Sebabnya
Pelemahan selanjutnya terjadi pada aset kripto BNB yang terkoreksi 8,73 persen pada level 197,19 dollar AS. Dilanjutkan Binance USD yang turun 0,24 persen menjadi 0,99 dollar AS.
Cardano (ADA) pagi ini melemah sebesar 6,37 persen dan diperdagangkan pada level 0,45 dollar AS. Selanjutnya XRP turun 4,19 persen pada posisi 0,30 dollar AS, Dogecoin melemah 7,06 persen di level 0,05 dollar AS.
Satu-satunya aset kripto dengan 10 kapitalisasi pasar terbesar yang bergerak di zona hijau adalah Solana (SOL). Aset ini tumbuh 2,95 persen di level 31,77 dollar AS.
Sebagai informasi, USDT dan USDC merupakan mata uang kripto golongan stable coin atau jenis mata uang kripto yang dibuat untuk menawarkan harga yang stabil terhadap dollar AS.
Mengutip Coindesk, Bitcoin turun di bawah level harga 18.500 dollar AS untuk pertama kalinya pada Sabtu (18/6/2022) waktu setempat.
Bitcoin diperdagangkan pada 18.319 dollar AS. level terendah 18 bulan terakhir. Menurut CoinGecko, kapitalisasi pasar Bitcoin merosot menjadi sekitar 350 miliar dollar AS, atau turun 73 persen dari nilai tertinggi sepanjang masa pada November 2021.
Baca juga: Harga Bitcoin Anjlok Hingga 10,42 Persen Ethereum Menyusul, Berikt Penyebabnya
Hingga minggu ini, mata uang kripto itu gagal rebound kembali ke kisaran 20.000 dollar AS hingga 23.000 dollar AS.
Bitcoin secara historis mengalami periode kenaikan harga tanpa gejala yang diikuti oleh penurunan tajam. Hal ini biasanya terjadi selama beberapa bulan hingga dua tahun.
Pedagang dan spekulan mata uang kripto menyebut periode ini sebagai "siklus" dan sering merujuk pada tingkat harga historis saat menetapkan target harga baru.
Beberapa pedagang mata uang kripto juga telah berteori bahwa bitcoin tidak akan jatuh seperti level terendah pada siklus sebelumnya. Teori ini bertahan selama tahun 2018, namun siklus harga bitcoin membantah teori tersebut.
Baca juga: Efek Inflasi AS, Harga Ethereum dan Bitcoin Anjlok Hingga di Bawah 24 Ribu Dolar AS
Pemerintah Washington Naikkan Pajak Penambang Bitcoin
Meningkatnya konsumsi listrik imbas dari munculnya lonjakan penambang kripto telah memaksa pemerintah Washington untuk menaikkan tarif pajak sebesar 29 persen bagi para penambang bitcoin.
Kenaikan pajak ini dilakukan untuk menekan kerugian yang mendalam bagi Washington, lantaran selama beberapa tahun terakhir konsumsi listrik di negara bagian Amerika Serikat (AS) itu terus mengalami peningkatan tajam.
News Radio 560 KPQ Douglas Count menyebut total konsumsi listrik penambang bitcoin telah memakan lebih dari 25 persen energi listrik yang disediakan oleh pemerintah Washington.
“Perusahaan pertambangan kripto harus membayar tarif yang lebih tinggi daripada semua pelanggan karena konsumsi listrik mereka jauh lebih tinggi dari tarif standar,” ujar isi UU pajak Washington yang dinamai “Tarif 36”.
Rencana kenaikan pajak untuk para penambang sebenarnya telah lama direncanakan oleh pemerintah Washington, tepatnya pada awal tahun 2022 lalu.
Namun karena Washington perlu mengkaji dan mempersiapkan aturan tersebut, sehingga peraturan pajak baru bisa terlaksana pada awal bulan ini.
Melansir dari Cryptopotato, aktivitas penambangan bitcoin di Washington dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan, lonjakan penambang yang kian pesat bahkan telah membuat negara bagian AS ini dijuluki sebagai rumah bagi para penambang kripto AS.
Berbagai cara sebelumnya telah dilakukan Washington untuk menekan pertumbuhan para penambang, salah satunya dengan menindak aktivitas penambangan cryptocurrency ilegal seperti yang dilakukan distrik utilitas publik (PUD) Kabupaten Chelan.
Baca juga: Hash Rate Bitcoin Mencapai Rekor Tertinggi Sepanjang Masa
Namun sayangnya langkah tersebut belum cukup mampu memukul mundur para penambang bitcoin.
Oleh karenanya Washington kembali meluncurkan aturan pajak bagi para penambang, meski aturan tersebut mendapat banyak penolakan dari penambang dan investor kripto. Namun dengan cara ini Washington berharap agar negaranya tak kembali merugi.
Manfaatkan Gas Alam untuk Menambang Bitcoin
Topik mengenai penggunaan bahan bakar fosil dalam penambangan cryptocurrency telah menjadi isu panas di industri kripto.
Namun kemitraan tak terduga antara perusahaan pertambangan Bitcoin asal Amerika Serikat, Crusoe Energy dengan pemerintah Oman, menunjukkan peran kripto dalam mengurangi limbah bahan bakar fosil.
Dilansir dari Cointelegraph, pada Rabu (1/6/2022) Crusoe Energy, perusahaan pertambangan Bitcoin yang menggunakan kembali energi bahan bakar yang terbuang untuk kekuatan komputasi penambangan kripto, memulai pekerjaannya di Oman, negara yang mengekspor 21 persen produksi gasnya.
Perusahaan ini akan mendirikan kantornya di ibu kota Oman, Muscat, dan memasang peralatan untuk mengumpulkan limbah gas di lokasi sumur. Crusoe Energy sebelumnya telah melakukan sesi pelatihan dengan perusahaan energi Oman, OQ SAOC dan Petroleum Development Oman.
Baca juga: Harga Bitcoin Ambles Parah ke Posisi 25.000 Dolar, Terendah Sejak 18 Bulan Terakhir
Menurut CEO Crusoe Energy, Chase Lochmiller, proyek percontohan pertama perusahaan akan diluncurkan pada akhir tahun ini atau awal tahun depan.
Keterlibatan Oman dalam kemitraan tersebut dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mengurangi limbah bahan bakar fosil. Oman bersama dengan Aljazair, Irak, Lybia, Mesir dan Arab Saudi menyumbang 90 persen dari emisi pembakaran bahan bakar di kawasan Arab.
Sementara itu, Oman menyumbang 38 persen dari emisi pembakaran bahan bakar global. Menurut perkiraaan Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Asia Barat, 10 persen dari konsumsi gas di Oman pada tahun 2018 digunakan untuk pembakaran.
Dalam pernyataan resminya, Lochmiller menekankan misi perusahaannya untuk hadir di Timur Tengah dan Afrika Utara untuk membantu pemerintah negara-negara tersebut mengurangi limbah bahan bakar fosil.
Baca juga: Update Harga Kripto Senin, Bitcoin Anjlok ke Rp 393 Juta
“Mendapatkan dukungan dari negara-negara yang secara aktif mencoba untuk memecahkan masalah yang melebar adalah apa yang kami cari,” ujar CEO Crusoe Energy, Chase Lochmille.
Pada bulan Maret lalu, perusahaan minyak dan gas Exxon Mobil dilaporkan bekerja sama dengan Crusoe Energy untuk menjalankan proyek percontohan penambangan Bitcoin di North Dakota, Amerika Serikat. Namun informasi ini belum dikonfirmasi oleh perusahaan. (Tribunnews.com/Kompas.com)