Dunia Pemasaran Disebut Hadapi Tantangan Baru, Yaitu Jarak Antar Generasi
Tak tanggung-tanggung, jarak ini memisahkan lima generasi sekaligus. Ada baby boomer, gen X, gen Y, gen Z, dan alpha.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dunia pemasaran disebut menghadapi tantangan baru, yaitu jarak antar generasi.
Jarak antar generasi itu menyebabkan perusahaan kesulitan menentukan target pasar mereka.
Tak tanggung-tanggung, jarak ini memisahkan lima generasi sekaligus. Ada baby boomer, gen X, gen Y, gen Z, dan alpha.
Hal itu disebutkan oleh CEO Marketeers Iwan Setiawan sekaligus penulis buku Marketing 5.0 - Teknologi untuk Kemanusiaan.
Baca juga: Genjot Aktivitas Pemasaran, Echo Sinergi dengan Komunitas Perempuan Melek Teknologi
“Kalau kita ikuti arah uangnya, itu masih ada di generasi senior semua. Kalau kita bicara financial sevices, bank, asuransi, multi finance, aset terbesar masih ada di baby boomers dan gen X,” kata Iwan ketika acara Marketing 5.0 - Technology for Humanity di Hotel Borobudur, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Kamis (3/11/2022).
Di sisi lain, tren di masyarakat banyak dikuasai oleh generasi yang lebih muda, yaitu gen X dan alpha.
Di situ letak dilemanya. Iwan berujar apabila mengikuti tren di kalangan gen Z dan alpha, perusahaan tak bisa tumbuh.
“Perusahaan tak bisa tumbuh karena tidak ada duitnya. Itu yang bikin kompleks. Mau ngejar duitnya atau trennya. Itu yang buat dilematis. Tidak bisa meningkatkan revenue karena memang belum sampai sana uangnya,” katanya.
Baca juga: Biayanya Murah dan Jangkau Audiens Beragam, Begini Strategi Pemasaran Efektif Lewat Media Sosial
“Akhirnya, sekarang banyak yang tanggung melakukan pemasaran. Semuanya jadi bingung. Mau target dengan pendekatan tradisional atau digital,” lanjut Iwan.
Jarak tak hanya terjadi antar generasi. Namun, ada juga jarak antar pemahaman digital.
Iwan mencontohkan perbedaan berbelanja di e-commerce sepeti Tokopedia dan Shopee dengan belanja di media sosial.
Menurut Iwan, lebih banyak orang memanfaatkan media sosial untuk berbelanja. Baik itu baju atau makanan.
Bahkan ada juga yang menjadikan WhatsApp for business sebagai basisnya.
Itu disebut oleh Iwan menjadikan digitalisasi terkesan tanggung.
“Bukan sesungguhnya yang purely digital. Itu dikarenakan ada gap antara yang paham teknologi dan yang tidak. Yang tidak paham tak akan benar-benar bisa masuk menggunakan tech yang advanced,” katanya.
Iwan mengatakan orang akan cenderung memilih yang familiar baginya. Kalau biasa melalui pesan instan, pasti akan belanja melalui WhatsApp.
Baca juga: Bangkitkan Ekonomi, Pelaku UMKM dan Konten Kreator Ikuti Pelatihan Pemasaran Bareng Sandiaga
Dua jarak di atas yang akhirnya membuat pendekatan pemasaran terkesan setengah-setengah.
Iwan memprediksi lima hingga 10 tahun lagi dunia digital tetap akan mengkombinasikan manusia dan teknologi.
“Bahkan bicara customer experience, ga akan mungkin bisa 100 persen machine. Nanti chaos,” ujarnya.