Kaleidoskop 2022 : Deretan Kasus Peretasan Tebesar yang Dialami Perusahaan Kripto Global
Peretasan kripto yang terjadi di sepanjang tahun 2022 diperkirakan telah melonjak sebanyak 60 persen dibanding dengan periode yang sama pada 2021
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK – Meningkatnya popularitas industri cryptocurrency mendorong para hacker untuk melakukan aksi peretasan, hingga membuat sejumlah perusahaan kripto global mengalami kerugian yang fantastis.
Makin maraknya aksi peretasan kripto yang terjadi di sepanjang tahun 2022 diperkirakan telah melonjak sebanyak 60 persen dibanding dengan periode yang sama pada 2021 silam.
Perentasan mulai gencar terjadi setelah pemilik bursa jual beli kripto memasangkan protokol desentralized finance (DeFi) pada layanannya. Meski menawarkan sistem operasi kelas atas, sayangnya kode sumber terbuka milik DeFi sangat mudah dimanfaatkan hacker untuk melakukan serangkaian perentasan digital.
Baca juga: Mantan Bos FTX Sam Bankman-Fried Jalani Tahanan Rumah, Bebas dengan Jaminan 250 Juta USD
Tak hanya menyebabkan kerugian pada para investor, serangkaian perentasan yang dilakukan para hacker juga membuat sejumlah perusahaan aset digital merugi miliaran dolar hingga mengalami krisis likuiditas. Menurut data perusahaan analis blockchain ternama asal AS, Chainalysis berikut daftar perusahaan kripto yang mengalami perentasan terbesar selama 2022.
FTX (Rp 10,1 triliun)
Sebelum diterpa kehancuran, bursa kripto asal Amerika FTX sempat menjadi pusat perhatian di tahun ini, lantaran mengalami peretasan dengan nominal yang sangat besar, yakni 650 juta dolar AS atau setara Rp 10,1 triliun (satuan kurs Rp 15.620).
“FTX telah diretas. Aplikasi FTX adalah malware. Hapus. Obrolan terbuka. Jangan masuk ke situs FTX karena dapat mengunduh Trojan," tulis penasihat umum FTX Ryne Miller, seperti yan dikutip Coindesk.
Belum diketahui siapa dalang di balik aksi peretasan bursa kripto FTX, namun dalam aksi peretasan yang terjadi pada 11 November lalu beberapa pihak mencurigai bahwa peretasan ini dilakukan oleh internal FTX, meskipun hingga kini tak dapat dibuktikan kebenarannya.
Binance (Rp 8,8 triliun)
Peretasan yang memakan kerugian 566 juta dolar AS atau sekitar Rp 8,8 triliun membuat Binance jadi bursa kripto yang mengalami jumlah peretasan terbesar ke kedua, setelah FTX.
Baca juga: Eks Bos FTX Sam Bankman-Fried Bebas dari Bui dengan Jaminan Hampir Rp 4 Triliun, Siapa Penjaminnya?
CEO Binance, Changpeng Zhao mengatakan bahwa peretasan yang di alami perusahaannya pada 7 September 2022, terjadi usai jaringan bridge cross chain dan BSC Token Hub dieksploitasi hacker.
Imbas dari peretasan tersebut sejumlah token kripto termasuk Ethereum, Polygon, BNB Chain, Avalanche, Fantom, Arbitrum, dan Optimism ludes hanya dalam semalam.
Namun usai mengalami peretasan, Binance langsung menerapkan pencegahan dan berhasil menarik dana kripto yang dicuri sekitar 80 persen hingga 90 persen dari dana yang diambil oleh peretas.
Ronin (Rp 8,6 triliun)
Sidechain dari Game NFT Axie Infinity, Ronin diketahui telah merugi senilai 552 juta dolar AS setara dengan 8,6 triliun lantaran sejumlah tokennya yang berbentuk Ethereum dan USDC raib dicuri pada Maret 2022 silam.
Menurut pengembang, peretasan Ronin Network terjadi setelah hacker menemukan back door melalui RPC node. RPC atau Remote Procedure Call sendiri merupakan seperangkat protokol and interface yang memungkinkan pihak luar berinteraksi dengan sistem blockchain.
Baca juga: Soal Keruntuhan FTX, Para Petingginya dan Alameda Research Mengaku Bersalah, Siap Bantu Jaksa
“Pada prinsipnya, peretasan ini sangat berbeda dari peretasan terhadap bridge di sidechain ataupun blockchain sebelumnya. Akar masalahnya adalah bug yang ada di smart contract. Sedangkan kasus yang menimpa Ronin adalah peretasan terhadap private key yang memungkinkan peretas menandatangani transaksi multi signature,” kata Kelvin Fichter, seorang pengembang Ethereum.
Sayangnya karena Ronin memiliki sistem pemantauan dan peringatan dini yang sangat lemah, sehingga untuk mengungkap peretasan yang menimpa game ini kripto ini memerlukan waktu yang lama.
Wormhole (Rp 4,9 triliun)
Pada Februari 2022, bridge Wormhole yang merupakan jembatan menghubungkan jaringan Ethereum dan Solana dilaporkan mengalami peretasan 320 juta dolar AS atau Rp 4,9 triliun.
Menurut analisis dari perusahaan keamanan siber Blockchain CertiK, peretas berhasil mengeksploitasi kerentanan pada sisi jembatan Solana untuk membuat 120 ribu token Ethereum 'terbungkus (wrapped)'.
Setelah itu token ini digunakan untuk mengklaim Ethereum yang berada di sisi lainnya, dengan tujuan agar peretasan ini tak terlacak.
Baca juga: Kasus FTX Mulai Menjalar ke Kampanye Politik, Jaksa AS Selidiki Partainya Presiden Joe Biden
Usai direntas oleh hacker Jump Trading, perusahaan induk Wormhole dan pemain utama dalam ekosistem Solana, langsung menyelamatkan ekosistem dengan mengganti dana yang hilang dan membangun kembali wormhole.
Nomad (Rp 2,9 triliun)
Bridge lain yang terkena eksploitasi hacker selanjutnya yakni Nomad, perentasan yang dilakukan pada 8 September lalu tergolong dalam peretas topi putih atau white hat.
Memanfaatkan bug kode Nomad, peretas bisa dengan mudah mendapatkan token senilai 190 juta dolar AS atau Rp 2,9 triliun. Meski jumlah kripto yang direntas senilai triliunan rupiah namun demi mengatasi peretasan tanpa melibatkan pihak berwenang, Nomad menawarkan hadiah 10 persen untuk para peretas mengambil dana pengguna yang dicuri maling online.
Berkat bantuan analis Blockchain TRM Labs serta Anchorage Digital, bank Amerika Serikat (AS) berlisensi, sekitar 22 juta dolar AS berhasil dipulihkan hanya dalam hitungan hari