Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pinjol 2023, Dari Kartel Bunga Hingga Teror Penagih

Tahun 2023 fintech peer to peer lending atau pinjaman online (pinjol) semakin ngetren di kalangan masyarakat.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Pinjol 2023, Dari Kartel Bunga Hingga Teror Penagih
Kompas/Wisnu Widiantoro
Kasus dugaan pengaturan suku bunga pinjaman online atau kartel pinjol oleh sejumlah perusahaan fintech anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sudah naik ke penyelidikan. 

TRIBUNNEWS.COM -- Tahun 2023 fintech peer to peer lending atau pinjaman online (pinjol) semakin ngetren di kalangan masyarakat.

Meski bunganya terbilang cukup tinggi, kalangan masyarakat banyak yang mengelukannya karena kemudahan mendapatkan layanannya.

Hanya dengan beberapa klik di ponsel, pinjaman langsung cair.

Pinjol Ilegal Tetap Marak

Bisnis financial technology (fintech) atau pinjaman online (pinjol) terus berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.

Namun kemajuan tersebut terus ditempel ketat dengan kegiatan sejenis yang tidak terdaftar alias ilegal.

Baca juga: Masih Merajalela, Cak Imin Sebut Pinjol dan Judi Online Harus Diselepet Lagi

Pinjol ilegal terus marak meski pemerintah berusaha memberangusnya.

Ada sejumlah hal yang meyebabkan pinjol ilegal terus marak dan seperti tak bisa diberantas.

Berita Rekomendasi

Plt. Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kawakibi Tito menyebut masih banyaknya masyarakat yang belum mendapatkan akses pendanaan jadi salah satu penyebab.

Menurutnya, terdapat gap pendanaan yang besar mencapai Rp 1,65 triliun yang belum terlayani perbankan.

"Ditambah masih banyak masyarakat yang berada di daerah yang belum layak mendapatkan pendanaan dari perbankan dan fintech peer to peer lending. Dengan demikian, fintech ilegal masih sangat tumbuh," ucapnya dikutip dari Kontan.co.id.

Baca juga: Cegah Pedagang Pinjam ke Rentenir dan Pinjol, Anies Minta Kepala Pasar Bikin Koperasi Simpan Pinjam

Tito mengungkapkan penyebab lain fintech ilegal masih marak, yakni rendahnya literasi masyarakat.

Dia menerangkan bisa jadi orang-orang yang tidak mendapatkan akses informasi dengan baik, mereka bisa saja tergiur mendapatkan pinjaman dari pinjol ilegal.

Adapun sebagian besar fintech ilegal menawarkan syarat yang mudah, tak ada jaminan, 2 menit cair, dan lainnya. Dia pun mengatakan hal itu yang seharusnya diwaspadai oleh masyarakat.

Penyebab lainnya, kata Tito, adanya fenomena orang gali lubang tutup lubang sehingga membuka celah atau keinginan meminjam di pinjol ilegal.

"Ditambah, minimnya melakukan pengecekan legalitas fintech tersebut. Selain itu, penghasilan nasabah yang tidak cukup membuat keinginan meminjam di fintech ilegal makin besar," ujarnya.

Tito menerangkan penyebab lainnya, yakni kemudahan membuat aplikasi atau situs. Dia mengatakan tak jarang nama dari pinjol ilegal tersebut menunggangi nama dari fintech yang legal.

"Ketika sudah diblokir dapat menggunakan nama lain dengan pelaku yang sama atau menyerupai dengan yang legal," ungkap Tito.

Berdasarkan hal itu, Tito menegaskan fintech ilegal otomatis merusak fintech legal, yang mana sudah menjalankan sistem sesuai dengan regulasi.

Oleh karena itu, dia menyebut bukan hanya pemerintah saja, melainkan AFPI juga turut berperan untuk memerangi fintech ilegal.

Adapun salah satu caranya dengan memperkuat kerja sama dengan berbagai pihak, seperti Kominfo hinga Direktorat Cyber Crime Polri.

Baca juga: Cegah Pedagang Pinjam ke Rentenir dan Pinjol, Anies Minta Kepala Pasar Bikin Koperasi Simpan Pinjam

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak September 2023 telah meminta perbankan melakukan pemblokiran terhadap lebih dari 85 rekening yang diduga terkait dengan pinjaman online ilegal.

Tujuannya untuk meminimalisir dan membatasi ruang gerak pelaku melalui sistem perbankan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KEPP) OJK Dian Ediana Rae menyatakan penindakan tegas terhadap kegiatan yang mengganggu perekonomian dan masyarakat seperti pinjaman online ilegal akan terus dilakukan oleh OJK termasuk melalui kerjasama dengan berbagai pihak seperti Kementerian Kominfo.

"OJK akan menjaga integritas sistem keuangan dari gangguan kejahatan ekonomi, termasuk penggunaan perbankan baik secara kelembagaan maupun melalui pemanfaatan rekening oleh oknum tertentu untuk sarana melakukan ataupun memfasilitasi kejahatan, yang tidak mendukung aktifitas perekonomian yang sehat," kata Dian dalam keterangan persnya, Kamis (21/12/2023).

Kartel Bunga

Sementara dari sisi bunga yang dianggap sangat mencekik, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akhirnya turun tangan menyelidiki kasus dugaan kartel bunga pinjaman online (pinjol).

Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean mengungkap, pihaknya terus melaksanakan penyelidikan atas dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 dalam layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi.

Adapun penyelidikan ini sudah dilakukan sejak 25 Oktober 2023 hingga sekarang.

Gopprera mengatakan, Satuan Tugas Penyelidikan telah mengirimkan permintaan data dan dokumen secara tertulis ke seluruh perusahaan peer to peer (P2P) lending yang telah memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan.

Dari surat yang dikirimkan ke seluruh P2P lending itu, KPPU mendapatkan respon dari 48 P2P.

Selain itu, KPPU juga telah meminta keterangan Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Kemudian, meminta keterangan empat pemberi pinjaman (lender) dan 17 penyelenggara P2P.

"Berbagai informasi tersebut masih dikumpulkan dan diolah oleh Investigator," kata Gopprera dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (28/12/2023).

Ia mengatakan, KPPU meminta semua pihak terkait kooperatif.

Hal itu agar tidak diperlukan bantuan penyidik dan atau penyerahan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan atas ketidakkoperatifan tersebut.

Sebagai informasi, penyelidikan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan Investigator KPPU dalam rangka pengumpulan paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah.

Jangka waktu penyelidikan berlaku selama 60 hari dan dapat diperpanjang masing-masing 30 hari.

Perpanjangan dilakukan sesuai kebutuhan Satuan Tugas Penyelidikan dalam rangka mendapatkan alat bukti yang cukup.

Teror Penagih Utang

Pola penagihan utang terhadap kreditur tenyata masih belum berubah. Debt Collector bisa meneror nasabah yang berhutang.

Bahkan karena terornya terjadi hingga di kantor sang nasabah, seorang nasabah dipecat oleh kantornya.

Sang keluarga juga di teror hingga anak istrinya memilih pulang ke rumah orang tua.

Hal ini menyebabkan sang nasabah stres dan nekad bunuh diri.

PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) akhirnya mendapatkan hukuman dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Brand Manager AdaKami Jonathan Kriss menyebut sanksi berupa surat peringatan atau SP karena pelanggaran penagihan yang dilakukan oleh oknum debt collector.

AdaKami juga diharuskan melaporkan pembenahan terkait hal tersebut pada Desember 2023.

Jonathan mengungkap, pihaknya telah memenuhi kelengkapan administrasi terkait pelaporan kepada OJK.

"AdaKami telah memenuhi kelengkapan administrasi dalam bentuk komitmen dan perubahan SOP, khususnya penanganan penagihan," ucapnya kepada Kontan.co.id, Kamis (21/12/2023).

Ia juga menyebutkan, sejak diterapkan SOP penagihan terbaru, jumlah keluhan penagihan menurun.

Selain hal itu, dia juga menyebut ada sejumlah pembenahan yang telah dilakukan AdaKami terkait penagihan.

Jonathan menerangkan AdaKami juga telah menyiapkan kanal whistle blowing untuk mitigasi awal dan kewenangan divisi QC sudah ditingkatkan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas