Tak Ada Kepengurusan dan AD/ART di Komunitas Penggila Miniatur Bus Ini
Menurut Prasetya, salah satu penggiat SIS, komunitasnya ini diikat oleh kesamaan minat pada miniatur bus.
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pernah mendengar istilah OTB alias Organisasi Tanpa Bentuk yang pernah didengungkan oleh almarhum Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) Soedomo di Era Orde Baru?
Nah, ngomong-ngomong tentang OTB, komunitas penggemar miniatur bus yang tergabung dalam Small Is Sexy (SIS), bisa jadi contoh wujud OTB itu.
Bukan OTB yang akan berbuat makar ke negara lho! Tapi 100 persen jadi ajang kumpul-kumpul para mania miniatur bus se-antero Nusantara.
Nah, di Ahad, 7 Februari 2016 kemarin mereka menggelar acara jambore di kawasan Koarmatim, Tanjung Perak, Surabaya. Sekitar 300 pecinta miniatur bus dari berbagai kota di Tanah Air membawa ratusan koleksi miniatur mereka di acara ini.
Menurut Prasetya, salah satu penggiat SIS, komunitasnya ini diikat oleh kesamaan minat pada miniatur bus.
Dalam wadah komunitas ini sama-sekali tidak ada struktur kepengurusan, baik ketua, wakil ketua, bendahara, maupun ketua-ketua bidang kegiatan layaknya komunitas otomotif di Tanah Air.
"Menjadi bagian dari SIS justru membuat kita selalu dituntut untuk selalu bisa menahan ego, dituntut untuk tidak mudah tersinggung," kata Prasetyo.
Karena tidak ada struktur organisasi di pusat maupun daerah, di SIS "Kami selalu dituntut menjunjung rasa solidaritas dan tenggang rasa. Laki-laki dan perempuan tua maupun muda tidak menjadi pembeda, karena kita semua setara di SIS. Semua sama," tegas Prasetyo.
"SIS adalah tempat egaliter bagi kita. Tidak ada satu atau lebih nama yang kedudukannya lebih tinggi di SIS," imbuhnya.
Sudah menjadi hal jamak, di banyak komunitas, pertengkaran dan gesekan, dan saling sindir, kerap terjadi karena karena ada perasaan siapa yang lebih senior di antara sesama penggiatnya.
Konflik biasanya juga muncul karena ada yang merasa tahu lebih.
"SIS sejak berdirinya memang tidak mempunyai struktur kepengurusan. Kami mencoba menghilangkan hirarki atau struktur kepengurusan. Tujuannya agar setiap anggota mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Tapi tanpa adanya kepengurusan, bukan berarti liar tak terkendali," imbuhnya.
Agar tercipta suasana tertib di komunitas ini, para penggiat SIS menurut Prasetyo memberlakukan kode etik bersama. "Kode etiknya bukan berasal dari AD/ART.
Pengambilan kebijakan kami dilakukan dengan berkoordinasi dengan tenggang waktu yang telah disepakati untuk membahas setiap persoalan yang ada sehingga dicapai kesepakatan bersama," terangnya.