Mobil Listrik Sudah Bebas Bea Masuk, Harganya Bisa Lebih Terjangkau, Berminat?
tahun 2035, Indonesia menargetkan 1 juta kendaraan listrik roda empat atau lebih dan 3,22 juta kendaraan listrik roda dua.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menetapkan tarif khusus Bea Masuk nol persen untuk kendaraan bermotor yang diimpor dalam kondisi tidak utuh dan tidak lengkap atau Incompletely Knocked Down (IKD) melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-13/PMK.010/2022 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.010/2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor.
Aturan ini ditetapkan pada 22 Februari 2022, sebagai dukungan terhadap pengembangan industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Baca juga: Fokus di Mobil Listrik, Volvo Cars Siap Come Back ke Indonesia Tahun Ini Lewat Bendera Baru
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, mengatakan insentif ini akan membuat industri KBLBB semakin berkembang karena akan meringankan biaya produksi dan mendorong industri untuk menghasilkan KBLBB dengan memanfaatkan barang-barang yang sudah diproduksi di dalam negeri, sehingga harga kendaraannya semakin terjangkau bagi masyarakat.
"Berkembangnya industri KBLBB akan meningkatkan investasi, penghematan konsumsi energi khususnya bahan bakar minyak (BBM), kualitas lingkungan, dan mendorong penguasaan teknologi. Hal ini nantinya diharapkan mampu menjadikan Indonesia sebagai basis produksi dan ekpor hub kendaraan bermotor listrik," tutur Febrio dalam keterangan resminya, Selasa(1/3/2022).
Pemberian insentif Bea Masuk nol persen ini ditujukan untuk impor bentuk IKD kendaraan bermotor listrik roda empat atau lebih, hanya dengan motor listrik berbasis baterai untuk penggerak traktor jalan untuk semi-trailer, kendaraan bermotor untuk pengangkutan sepuluh orang atau lebih termasuk pengemudi, kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang lainnya, kendaraan pengangkutan barang dan kerangka dilengkapi dengan motor listrik sebagai penggerak.
Baca juga: Awal Tahun, Mobil Listrik DFSK Gelora E Ditawarkan Mulai Rp 490 Juta On The Road Jakarta
KBLBB sendiri berkaitan erat dengan paradigma baru pembangunan ekonomi hijau dan berkelanjutan karena sektor ini berkaitan langsung dengan pencapaian target Pemerintah dalam Nationally Determined Contribution (NDC).
Pengembangan industri KBLBB juga berperan strategis dalam menstimulasi industri turunan yang termasuk dalam rantai nilai (value-chain) industri ini, seperti hilirisasi mineral lanjutan (termasuk nikel), industri suku cadang dan industri baterai.
Saat ini Pemerintah telah memiliki peta jalan pengembangan industri otomotif pada jangka menengah yaitu 2020-2030. Fokusnya adalah pengembangan kendaraan listrik dan komponen utamanya seperti baterai, motor listrik, dan konverter.
Pemberian insentif Bea Masuk nol persen diharapkan dapat semakin mendorong pencapaian target tersebut. Pada tahun 2035, Indonesia menargetkan 1 juta kendaraan listrik roda empat atau lebih dan 3,22 juta kendaraan listrik roda dua.
"Ruang pertumbuhan pangsa pasar kendaraan bermotor listrik produksi dalam negeri masih sangat besar di Indonesia. Selain itu, permintaan dunia akan KBLBB juga terus mengalami peningkatan signifikan. Kebijakan Pemerintah akan terus diarahkan untuk membantu memanfaatkan ruang ini dengan baik seiring dengan pemulihan ekonomi yang diharapkan semakin kuat ke depan," ungkap Febrio.
Dengan target yang telah ditentukan tersebut, pemerintah memperkirakan dapat menghemat penggunaan 12,5 juta barel BBM dan mengurangi 4,6 juta ton CO2 untuk kendaraan roda empat atau lebih. Sementara untuk kendaraan roda dua, diperkirakan akan ada penghematan penggunaan BBM sebesar 4 juta barel dan penurunan emisi mencapai 1,4 juta ton CO2.
Peta jalan ini selaras dengan inisiatif global baik di tingkat dunia maupun kawasan regional ASEAN yang bertujuan untuk mendorong kendaraan bermotor listrik.
"Dengan berbagai insentif yang sudah berjalan, insentif Bea Masuk nol persen ini diharapkan semakin mempercepat terealisasinya penggunaan kendaraan ramah lingkungan yang lebih masif," jelas Febrio.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memutuskan untuk menurunkan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) atau risk weighted asset (RWA) untuk kredit khusus kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. ATMR merupakan komposisi pos-pos neraca yang telah dikalikan dengan persentase bobot risiko dari masing-masing pos itu sendiri.
Saat ini, ATMR untuk kendaraan berada di kisaran 35 persen. Dengan semakin rendahnya ATMR, pengajuan kredit untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai semakin lebih mudah. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, penyesuaian ATMR kendaraan listrik berbasis baterai dilakukan untuk mendukung upaya pemerintah mengembangkan ekonomi hijau.
"Kita sudah berikan ATMR yang lebih murah, 25 persen dari kredit kendaraan biasa," ujarnya.
Penurunan ATMR itu juga merupakan salah satu contoh kebijakan yang mengacu kepada Taksonomi Hijau Indonesia, yang merupakan dokumen panduan aktivitas ekonomi hijau nasional. Rencananya, insentif penurunan ATMR itu akan diterapkan ke sektor lain yang mendukung pengembangan ekonomi hijau nasional.
"Kami mendorong pembiayaan kepada sektor komoditas sesuai prioritas pemerintah," kata Wimboh.
OJK juga telah resmi meluncurkan Taksonomi Hijau Indonesia. Dokumen ini dijadikan acuan bagi aktivitas serta penyusunan pemberian insentif dan disinsentif dari berbagai kementerian dan lembaga termasuk OJK terkait pengembangan ekonomi hijau.
"Indonesia menjadi salah satu negara yang memliiki taksonomi hijau selain Tiongkok, Uni Eropa, dan ASEAN," ucap Wimboh.(Tribun Network/lta/kps/wly)