Proses Penyelenggaraan Pemilu Masih Pakai Cara Tradisional
Penyelenggaraan pemilu itu ada tiga, yakni tradisional, lambat dan birokratis.
Penulis: Y Gustaman
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUN, JAKARTA - Sudah sekian kali penyelenggaraan pemilu berjalan cukup terbuka di Indonesia pascareformasi. Namun, dalam prosesnya, penyelenggaraan pemilu masih memakai cara-cara tradisional dalam memberikan pesan kepada publik secara luas.
Deputi Koordinator Jaringan Pendidikan Politik untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengaku, kesimpulan temporer ini terlihat berdasar hasil pantauan JPPR dalam proses penyelenggaraan pemilu yang sudah berjalan.
"Penyelenggaraan pemilu itu ada tiga, yakni tradisional, lambat dan birokratis. Tradisional misalnya untuk sosialisasi masih menggunakan baliho, spanduk, flyer dan sebagainya," ujar Masykurudin dalam diskusi JPPR bersama media di Bakoel Kofie, Jakarta, Senin (18/11/2013).
Kedua, lanjut Masyukurudin, proses yang lambat terjadi karena pelasanaan pemilu tidak sesuai waktu seperti dalam tahapannya. Ketiga adalah birokratis. Misalnya saja, sosialisasi penyelenggara pemilu kepada masyarakat harus bertempat di hotel dan sebagainya.
"Kita masih sangat merasakan ketiga hal itu. Kedua kalau dari lembaga pengawasan pemilu juga enggak jauh berbeda, di mana hasil pengawasannya kadaluarsa, pelanggaran harus kumulatif memenuhi empat unsur dan membuat kita enggak bisa bergerak," tambahnya.
Ketika pelanggaran pemilu harus memenuhi empat unsur secara kumulatif, Badan Pengawas Pemilu tidak bisa berbuat banyak. Sehingga membuat partai politik dan calon legislatif dengan mudah menghindar dari sanksi.
"Oleh karena itu JPPR berpikir bagaimana mengatasi tiga permasalahan di atas dengan potensi keempat yakni teknologi informasi dan media sosial agar dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam melakukan aktifitas pemantauan terhadap tahapan pemilu," ujarnya.