Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Akbar Faisal: KPU Jadi Macan Ompong Soal Penertiban Baliho

Akbar mengatakan KPU yang telah diberikan kewenangan besar, tapi lupa diberikan kewenangan untuk memberi sanksi.

Editor: Hasiolan Eko P Gultom

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bidang Politik dan Pemerintahan Partai NasDem, Akbar Faisal tidak yakin penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 akan berdampak pada Indonesia yang lebih baik.

Kata Akbar masih banyak yang harus dibenahi agar momen Pemilu bisa merubah keadaan Indonesia. Dalam pemaparannya pada diskusi publik "Menggugat Sistem Pemilu dan Kesejahteraan," di kantor Jaringan Aktivis ProDemokrasi (ProDem), di Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (28/11/2013), Akbar mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang telah diberikan kewenangan besar, tapi lupa diberikan kewenangan untuk memberi sanksi.

Ia mencontohkan dengan peraturan pemasa baliho kampanye. Pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15/2013 tentang Aturan Kampanye ternyata tidak diatur dengan jelas soal pemberian sanksi.

"Kita lihat KPU kewenangannya besar, tapi itu juga bisa jadi macan ompong. Karena di situ tidak diatur soal sanksi. KPU bisa melarang tapi tidak ada sanksi. Misalnya dilarang pasang baliho, tapi kalau tetap pasang apakah orang itu dipenjara?" Katanya.

Hal itu sangat berbahaya, kata Akbar banyak orang Indonesia yang pandai untuk mengakali larangan, apalagi jika tidak ada penerapan sanksi yang tegas seperti peraturan tentang pemasangan baliho.

Akbar mengakui ia sempat berpartisipasi pada penyusunan sebagian undang-undang tentang pemilu, saat ia masih duduk di kursi DPR. Ia pun mengakui setuju dengan pengaturan soal baliho, karena jika tidak diatur bisa jadi calon yang menang adalah calon yang paling banyak memasang baliho.

"Jangan pemilu ini dimenangkan oleh orang yang paling banyak bikin baliho, hasilnya nanti anggota DPR versi baliho," tuturnya.

Berita Rekomendasi

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa KPU juga harus bisa menyelesaikan praktik-praktik politik uang. Akbar mengaku paham hal itu karena dirinya kerap turun ke desa-desa di daerah pemilihannya di Sulawesi Selatan.

Kata Akbar uang yang dihabiskan kepala desa untuk kampanye dapat dikatakan luar biasa banyak. Hal itu membuat sang kepala desa harus mempraktikan politik transaksional saat menjabat. Pemilihan langsung oleh warga desa juga membuat sang kepala desa tidak mau mendengar anjuran bupati.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas