KIPP: Parpol Jangan Mengemis Honor Saksi dari Negara
sudah melakukan pemborosan keuangan negara di tengah berbagai masalah yang menimpa warga
Penulis: Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penggelontoran anggaran pengawasan Rp 1,5 triliun di hari pemungutan suara 9 April 2014 oleh pemerintah kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai honor saksi mitra pengawas pemilu lapangan dan 12 saksi partai politik di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) dikecam.
Wakil Sekretaris Jenderal KIPP Indonesia, Girindra Sandino, mengungkapkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan sudah melakukan pemborosan keuangan negara di tengah berbagai masalah yang menimpa warga.
Diketahui, dari dana Rp 1,5 triliun, sebesar Rp 800 miliar diproyeksikan untuk bimbingan teknis dan honor mitra pengawas pemilu lapangan. Pada hari pemungutan suara, dua mitra pengawas pemilu lapangan akan ditempatkan di 545.778 TPS seluruh Indonesia.
Sementara sisanya, diberikan sebagai honor saksi 12 partai politik peserta pemilu di seluruh TPS yang ada. Baik saksi dari mitra pengawas pemilu lapangan yang langsung berada di bawah pengawasan Bawaslu, dan seluruh saksi parpol, masing-masing mendapat honor Rp 100 ribu.
"Jelas, parpol mengemis dana politik kepada pemerintah. Seharusnya parpol peserta pemilu sudah harus mempersiapkan antisipasi dan segala konsekuensinya untuk menghadapi kontestasi politik nasional 2014," ujar Girindra di Jakarta, Selasa (21/1/2014).
Menurutnya, parpol juga harus siap untuk materi atau dukungan finansial seperti memberi honor saksinya. Jika merasa tak siap, lebih baik parpol tidak usah ikut pemilu karena gagal dalam mengkader anggotanya untuk menjadi saksi berkualitas di pemilu 2014.
Permintaan parpol agar negara memberikan bantuan honor tidak perlu lagi. Karena negara sudah membantu parpol seperti telah diakomodir dalam Undang-undang Nomor 2 tentang Partai Politik yang menegaskan bantuan keuangan dari APBN/APBD diberikan secara proporsional kepada parpol yang mendapat kursi di DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara.
Selain itu, ada Peraturan Pemerintah Nomor 83 tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 5/2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Parpol, yang mengatur bahwa bantuan keuangan yang diberikan kepada Partai Politik penghitungannya berdasarkan pada jumlah perolehan suara hasil Pemilu DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota.
Selanjutnya, bantuan keuangan kepada parpol digunakan sebagai dana penunjang kegiatan pendidikan politik dan operasional sekretariat parpol dan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota parpol dan masyarakat paling sedikit 60 persen.
KIPP juga tak melihat argumentasi yang cukup kuat Ketua Bawaslu, Muhammad, yang mengatakan dengan diberikannya honor saksi parpol akan meminimalisir angka gugatan sengketa pemilu di pemilu 2014.
Wajar jika publik mempertanyakan apa gunanya jajaran pengawas pemilu dibentuk dari tingkat pusat hingga lapangan. Karena sudah menjadi tugas dan kewajiban Bawaslu menangani dan menyelesaikan sengketa pemilu, mengawasi kecurangan pemilu dan lain-lain bersama mitra pengawasnya.
"Karenanya, tak ada hal yang urgens tentang saksi parpol pada pemilu 2014 dan mendesak agar pemerintah membatalkan keputusan tersebut, karena merupakan ‘perampokan uang negara atas nama demokrasi,' tegasnya.
Pada Desember 2013 lalu, Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), mencatat dalam lima tahun, jumlah uang negara yang disalurkan ke parpol Rp 1,4 triliun. Jumlah itu didasari oleh nilai bantuan untuk parpol dari APBD Kabupaten/Kota dalam lima tahun sebesar Rp 1,2 triliun, APBD Provinsi dalam 5 tahun sebesar Rp 191,1 miliar, dan APBN dalam lima tahun sebesar Rp 50 miliar.