Microtext Tak Kasat Mata Buat Hindari Pemalsuan Surat Suara
Surat suara untuk Pemilu 2014 berteknologi canggih. Ada microtext yang tak kasat mata. Mahalkah?
Penulis: Y Gustaman
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum menggunakan microtext dalam setiap lembar surat suara calon anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, Kabupaten atau Kota. Penggunaan microtext untuk menghindari pemalsuan atau penjiplakan pihak tak bertanggungjawab.
"Microtext ini enggak terlihat dengan kasat mata. Dalam surat suara ada kode microtext yang dikeluarkan oleh pabrik percetakan A, misalnya," ujar komisioner KPU, Arief Budiman, kepada wartawan di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2014).
Arief menjelaskan, penggunaan microtext dalam surat suara agar tidak dipalsukan atau dijiplak. Microtext ini bersifat rahasia dan memiliki kode yang tersimpan acak di bagian surat suara. Hanya perusahaan pencetak surat suara dan KPU yang tahu micro text ini.
Ketika nanti muncul persoalanKPU akan memanggil pihak perusahaan melacak posisi micro text tersebut untuk memastikan apakah surat suara tersebut asli atau palsu. Karena saking kecilnya, butuh lup atau kaca pembesar untuk membaca micro text tersebut.
"Micro text ini yang tahu hanya KPU dan peursahaan yang mencetak surat suara. Micro text ini untuk menguji asli atau tidak suara asli, atau bikinan sendiri. Jadi untuk menghindari penjiplakan, dalam surat suara ada microtext-nya," papar Arief.
Ketua KPU, Husni Kamil Manik pada Agustus tahun lalu mengatakan, penggunaan micro text sebagai pengaman surat suara, karena murah dari segi harga dan tidak memerlukan biaya tambahan. Karena sudah satu paket dengan produksi surat suara dan distribusinya.
"Tingkat keamanan (microtext) sebenarnya sama saja. KPU berpegang pada dua prinsip yang harus dijalani dalam membuat kebijakan yaitu asas efektivitas dan efisinsi. Efektif tapi tak efisien akan kena juga, begitu sebaliknya," ujar Husni.
Dari tingkat keamanan, tambah Husni, micro text cenderung sama dengan opsi lain yang sempat muncul seperti security paper, security printing atau hologram. Namun, lagi-lagi KPU harus memegang prinsip opsi itu harus didasari pada efektifitas dan efesiensi anggaran.
Memang, kertas suara menggunakan security paper lebih sulit dipalsukan dan perlu waktu lama untuk mencetaknya. Selain itu, untuk mencetak security paper harus atas izin Badan Inetelijen Nasional (BIN), dan dari segi biaya sangat mahal sehingga tidak efektif dan efesien.
Sementara penanda security printing memerlukan scanner atau alat khusus pemindai yang digunakan untuk memeriksa keasliannya. Ada kelemahan dalam opsi ini yang kurang lebih dialami penanda security paper. Sedang penanda hologram mudah dikenali.