Banyak Buruh Migran di Hong Kong Tak Gunakan Hak Suaranya
Pemungutan suara Pemilu Legislatif 2014 di Hong Kong pada 30 Maret disambut antusias buruh migran Indonesia.
Penulis: Y Gustaman
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemungutan suara Pemilu Legislatif 2014 di Hong Kong pada 30 Maret disambut antusias buruh migran Indonesia. Sayangnya, euforia ini tak dibarengi dengan jumlah buruh migran di Hong Kong yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap Luar Negeri.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, sangat mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia yang dapat meyakinkan otoritas Hong Kong dengan mengizinkan 13 Tempat Pemungutan Suara (TPS) dibangun di Victoria Park.
Pada Pemilu Legislatif 2014, DPT Hong Kong mencapai 117.065 pemilih, 14.800 pemilih telah mengonfirmasi akan memilih via pos, sisanya 102.265 memilih langsung di TPS yang dibuka pukul 09.00 waktu Hong Kong. Tapi mereka sudah mengantre di pintu masuk TPS sejak pukul 08.30.
"Tapi masih banyak buruh migran Indonesia yang belum terdaftar sebagai pemilih, padahal keberadaan mereka di Hong Kong sudah 5-10 tahun di negara ini," ujar Anis dalam rilisnya kepada wartawan di Jakarta, Senin (31/3/2014).
Menurut Anis, Migrant Care juga mendapatkan masalah lain. Seperti banyak buruh migran telah terdaftar, tapi masih ada ketaksesuaian data dengan DPT yang ada di meja registrasi Panitia Pemilih Luar Negeri di Hong Kong, bahkan banyak terdaftar ganda.
Migrant Care menerima laporan dari buruh migran Indonesia yang sebenarnya sangat antusias mengikuti pemilu namun tak bisa menjalankan hak politiknya karena tak terdaftar di DPT. Bahkan beberapa tak dapat hak pilihnya sejak Pemilu 2004, 2009 dan 2014.
Anitusiasme buruh migran pada pemilu kemarin belum berbanding lurus dengan mereka yang memberi suaranya. Hanya sekitar 7.000 pemilih yang memilih. Dari angka tersebut, mereka tak terdaftar menggunakan haknya sekitar empat ribu orang, dan tiga ribu yang terdaftar dalam DPT.
"Pemilih yang ada dalam DPT jauh lebih kecil. Kondisi ini menandai mekanisme pemilihan langsung di area publik belum berjalan efektif dan mampu meningkatkan partisipasi buruh migran secara signifikan. Karena belum didukung sosialisasi memadai dari PPLN," terangnya.
Kondisi ini, masih kata Anis, juga memungkinkan suatu perkiraan dimana validitas DPTLN Hong Kong yang mencapai 117.065 juga dipertanyakan. Pantauan Migrant Care memperlihatkan sisa surat suara masih sangat besar. Harus dipastikan tak disalahgunakan untuk penggelembungan suara.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.