Gerakan Buruh Melawan Lupa Desak KPU Diskualifikasi Prabowo Capres
Gerakan Buruh Melawan Lupa menuntut agar KPU mendiskualifikasi Prabowo sebagai Capres karena telah terbukti sebagai salah satu pelaku Penjahat HAM.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari ini, Rabu (21/5/2014), genap 16 tahun mundurnya Soeharto, Presiden Republik Indonesia yang naik ke tampuk kekuasaan dengan belasakan mayat jutaan rakyat Indonesia dan memerintah selama 32 tahun dengan tangan besi, diktaktor serta respresif.
"Pada rezim yang otoritarian ruang-ruang kebebasan ekspresi bagi rakyat tertutup, terjadi pengakumulasian modal serta mengamankan keuntungan yang melimpah ruah bagi sebagian kecil orang," kata Juru Bicara Gerakan Buruh Melawan Lupa, Maruli, dalam rilisnya, hari ini.
Gerakan ini terdiri dari sejumlah Ormas seperti GSBI, FSP LEM SPSI, KSPSI-AGN, NIKEUBA- SBSI, Federasi OPSI, FBLP, SERBUK, KSBSI, DPD SPN DKI Jakarta, KPO-PRP, Politik Rakyat, Perempuan Mahardika, SBTPI, Pembebasan, dan PPR, GSPB.
Bagi gerakan buruh, menurut dia, menjaga dan merawat kehidupan politik demokratis yang telah dicapai Indonesia selama 16 tahun sejak orde baru runtuh, penting untuk dilakukan. "Dalam konteks politik ini, adanya kebebasan yang terjamin dan terlindungi menjadi fundamental, yang memberi ruang bagi setiap warga negara, termasuk organisasi buruh, bisa mengekspresikan perjuangan hak-haknya. Tanpa adanya jaminan kebebasan, seperti kebebasan untuk berserikat, berkumpul, ataupun berpendapat, maka perjuangan itu sangat tidak mungkin bisa dilakukan," katanya.
Pada 09 Juli 2014 akan dilangsungkan pemilihan Presiden Republik Indonesia. Agenda politik ini, menurut Maruli, merupakan momentum penting yang akan menentukan masa depan rakyat Indonesia, termasuk nasib kalangan buruh, dalam lima tahun ke depan. Apakah pemilihan Presiden baru kali ini akan menghasilkan rezim pemerintahan yang menghormati kebebasan, atau sebaliknya, malah kembali memunculkan rezim pengekang kebebasan, militeristik dan represif.
"Pengalaman politik masa lalu menjadi pelajaran penting dan berharga bagi gerakan buruh. Di masa lalu, cara-cara represif dan militeristik seringkali digunakan oleh rezim untuk menekan dan mengancam gerakan buruh. Kasus pembunuhan terhadap Marsinah, seorang buruh di Sidoarjo, Wiji Thukul, Bimo Petrus, Herman dan banyak lagi aktivis lainnya yang diculik dan hilang. Hal tersebut merupakan contoh kekejian rezim otoritarian, bahkan, pola-pola represif itu pun acapkali terus digunakan hingga sekarang ini, seperti yang dialami buruh di Bekasi ketika melakukan mogok nasional tahun 2013, baik melalui aparat keamanan ataupun dengan pengerahan preman serta yang memprihatinkan lagi serikat buruh dipandang sebagai ancaman," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya memandang perhelatan Pilpres 2014 penting untuk dilihat dan disikapi secara tepat dan benar, dengan menekankan langkah politik rasional untuk memastikan bahwa Presiden Indonesia terpilih ke depan adalah orang yang betul-betul menghormati dan menghargai kebebasan. "Langkah itu harus diwujudkan dalam bentuk sikap penolakan dengan tidak memilih Capres yang memiliki potensi mengancam kebebasan dan hak asasi, yakni Prabowo Subianto yang dikenal memiliki track record yang buruk dalam hak asasi manusia," katanya.
Dikatakan Prabowo Subianto adalah sosok ini yang harus dimintai pertanggungjawabannya karena diduga terlibat dalam kasus penculikan aktivis pro demokrasi 1997-1998. "Adanya rekam jejak terkait kasus pelanggaran HAM masa lalu tersebut tentunya secara jelas menunjukkan kepada kita akan rendahnya integritas dan komitmen dirinya terhadap kebebasan dan HAM. Sehingga bagi gerakan buruh, terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden potensial mengancam masa depan kebebasan berserikat, berkumpul, dan berorganisasi. Kalau itu terjadi, jangankan menuntut upah, demonstrasi," kata Maruli.
Oleh karena itu, Gerakan Buruh Melawan Lupa menuntut agar KPU mendiskualifikasi Prabowo Soebianto sebagai Capres karena telah terbukti sebagai salah satu pelaku Penjahat HAM. " Semua penjahat HAM (masa lalu maupun masa kini) harus segera diadili dalam pengadilan HAM Ad Hoc. Kami juga menyerukan kepada seluruh buruh dan rakyat Indonesia, untuk bersatu-membangun konsolidasi untuk memperjuangkan penegakan hak asasi manusia dan memastikan pelanggaran HAM tidak terjadi lagi di masa depan," katanya. (aco)