Pengamat : Publik Lebih Butuh Pemimpin yang Bisa Dipercaya
Rakyat lebih membutuhkan pemimpin jujur dan bisa dipercaya untuk membangun demokrasi substansial dibanding pemimpin yang menonjolkan kewibawaan semata
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rakyat Indonesia lebih membutuhkan pemimpin jujur dan bisa dipercaya untuk membangun demokrasi substansial, dibanding pemimpin yang menonjolkan kewibawaan semata.
Hal itu diungkapkan Pengajar Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Mada Sukmajati, saat dihubungi wartawan dari Jakarta, Jumat (23/5/2014).
Menurut Mada Sukmajati, Indonesia sudah cukup dengan proses transisi dan stabilisasi pasca reformasi 1998. Yang dibutuhkan saat ini adalah karakter pemerintahan efektif.
"Yakni yang memberikan bukti demokrasi substansial dalam bentuk kesejahteraan merata. Bukan hanya janji dan harus bisa direalisasikan," kata Mada.
"Di era sebelumnya kita memang di masa transisi. Oke lah saat itu kita butuh yang berwibawa yang banyak kompromi dan negosiasi. Sekarang itu cukup. Kalau masih terjebak ke situ lagi, ya sudah susah."
Dia melanjutkan pemerintahan efektif itu terkait penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan pembangunan ekonomi. Sehingga sosok pemimpin yang bisa menjalankannya adalah yang memiliki karakter jujur dan bisa dipercaya.
"Yang jelas pemerintahan efektif dan kuat itu tak berarti harus otoriter. Tapi dipimpin yang bisa memobilisasi dukungan bangsa ke tiga hal itu," jelasnya.
Sebelumnya, lembaga Indikator Politik Indonesia telah membuat survei mengenai elektabilitas capres pada 20-26 April 2014.
Dalam survei itu, ditemukan untuk kriteria jujur, bisa dipercaya dan amanah, 44 persen responden memilih Jokowi dan 30 persen Prabowo. Jokowi juga unggul sebagai capres dengan kriteria perhatian pada rakyat yaitu 55 persen dan Prabowo 23 persen. Begitu pula kriteria mampu memimpin, Jokowi dipilih 48 persen responden dan Prabowo 28 persen.
Prabowo lebih unggul dengan 51 persen dan Jokowi 29 persen saat ditanya mengenai ‘ketegasan’ capres. Hal serupa juga terjadi pada kriteria berwibawa Prabowo meraih 52 persen dan Jokowi 37 persen. Untuk kriteria pintar Jokowi mendapat 71 persen dan Prabowo 14 persen.
Pakar Etika dan Pengajar di STF Driyarkara, Franz Magniz-Suseno mengatakan bahwa dirinya tak mau memberi penilaian seperti disampaikan survei itu. Hanya diapun tak berkeberatan dengan isi survei itu soal sosok Jokowi.
"Yang pasti saya lihat di Jakarta, Jokowi selalu mengambil langkah tepat. Misal soal penanganan banjir. Memang sampai sekarang banjir masih terjadi. Tapi orang juga tahu tak mungkin masalah banjir selesai dalam setahun selesai," jelasnya.
"Cuma rencana dan pelaksanaan yang dilakukan Jokowi soal banjir itu selama ini sudah ada dan bagus berjalan. Dia bisa memberi harapan pada masyarakat."
Franz Magniz melanjutkan bahwa bila ada kampanye hitam yang menyatakan Jokowi tak jujur dan tak bisa dipercaya, itu dianggapnya sebagai pernyataan orang yang membenci saja. Padahal bila dikejar, yang menyampaikan itu takkan bisa menyampaikan buktinya.
"Silahkan kalau anda tak percaya, tapi beri alasan dong. Kalau tidak ada bukti, itu tak tepat," kata dia.
Sementara Budayawan yang juga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafii Maarif, menyatakan sebaiknya rakyat dibiarkan memilih calon pemimpinnya sesuai hati nurani. Toh, dua pasangan bakal capres-cawapres yang ada sudah siap dengan segala konsepnya.
"Serahkan kepada rakyat, dan kita kawal bersama-sama. Biar hati nurani menentukan," kata Syafii Maarif.
"Yang pasti pasangan itu kan sudah ada pelengkapnya. Misalnya Jokowi kan ada JK yang berpengalaman."
Dia berharap kampanye-kampanye hitam segera dihentikan dan dipastikan tidak ada permainan kotor berupa politik uang di pilpres mendatang.
"Jangan ada main uang. Sebab di pileg 2014 kemarin itu kotor sekali. Bahkan sesama partai saja saling memakan," kata dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.