KH Hasyim Muzadi: Indonesia Butuh Pemimpin Moderat
KH Hasyim Muzadi mengatakan saat ini Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang memiliki prinsip wasathan atau moderat, mampu melakukan keseimbangan.
Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Y Gustaman

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengungkapkan saat ini Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang memiliki prinsip wasathan atau moderat, mampu melakukan keseimbangan.
Hasyim menjelaskan, bahwa prinsip wasthan atau moderat merupakan sendi dari manhaj Ahlu Sunnah wal-Jama’ah, yang sangat penting dikembangkan di Indonesia. Ia mencontohkan selama ini ekonomi dikuasai segelintir orang saja.
“Karena itu Islam menolak politik ekonomi kartel. Di sinilah perlunya prinsip al-Wasathiyah (jalan tengah) di bidang ekonomi. Ekonomi harus dibangun secara merata. Jangan hanya dikuasai sekelompok kecil orang saja,” ungkap Hasyim dalam bahtsul masail di Rakernas Muslimat NU, Asrama Haji, Jakarta, Rabu (28/5/2014).
Bahtsul masail bertajuk ‘Memilih Pemimpin Menuju Indonesia Bermartabat’ menghadirkan pengamat psikologi politik UI Hamdi Muluk, dengan moderator puteri Gus Dur, Yenni Wahid.
Dalam paparannya Hasyim mengungkapkan pentingnya komitmen pemimpin bangsa dalam mempertahankan prinsip tawasuth dan keadilan. Menurutnya, sikap moderat dan adil saat ini hampir menghilang di Indonesia.
“Selain keadilan dalam akses ekonomi, prinsip ini juga diperlukan dalam pendidikan agar anak bangsaa memiliki keseimbangan berpikir dan bersikap. Begitu juga dalam budaya, hukum dan politiknya,” tandas Hasyim.
Sekretaris Jenderal Internasional Conference of Islamic Scholars (ICIS) ini mengaku sangat prihatin atas produk legislasi di Indonesia yang masih proasing dan tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat.
“Saat ini ada 20 Undang-undang terkait tambang, minyak, pendidikan dan lainnya yang tidak prorakyat, tapi proasing. Makanya kita butuh pemimpin yang mau berkomitmen dalam memperjuangkan ini,” imbuhnya.
Hamdi menambahkan, dalam teori perilaku politik sikap yang ditunjukkan politisi saat ini menujukkan kelemahan dalam komunikasi politik. Ia mencontohkan maraknya kampanye busuk yang menyudutkan calon tertentu, yang malah menjadi serangan balik bagi sang penyerang.
“Kampanye SARA yang marak ditujukan kepada Jokowi misalnya, sekarang malah jadi serangan balik buat Prabowo. Sebab bahasa yang disampaikan bersayap,” ujarnya sambil meminta bahwa semua pihak perlu bekerjasama membenahi Indonesia.
“Kami sering berdiskusi, bahwa kita harus panggil orang-orang terbaik di negeri ini untuk turun tangan mengurus negeri ini. Karena itu, kita sempat menginventarisir 19 tokoh publik yang berkompeten dan dipandang mampu menangani problem di negeri ini. Salah satu dari 19 tokoh tersebut adalah ibu khofifah,” paparnya.