Pengamat: Pembuat Surat Palsu Jokowi Terapkan Politik Fitnah
Pakar komunikasi politik dari Universitas Mercu Buana Heri Budianto menilai perang politik di pilpres tak sehat jika strateginya berbasis fitnah.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar komunikasi politik dari Universitas Mercu Buana (UMB) Heri Budianto menilai perang politik di pilpres tidak sehat jika strateginya berbasis fitnah dan pembunuhan karakter.
Karenanya, jika benar terbukti Edgar Jonathan, kader Partai Gerindra, membuat surat palsu atas nama Joko Widodo (Jokowi) terkait kasus Transjakarta yang kemudian diedarkan ke dinia maya dan media, maka itu adalah perbuatan yang tidak sehat dalam kompetisi demokrasi.
"Jika benar, ini cara politik berbasis fitnah yang lebih kejam dari pembunuhan karakter. Cara ini lebih dari kampanye hitam, yang membuat demokrasi kita menjadi tak sehat," kata Heri Budianto, ketika dihubungi wartawan dari Jakarta, Selasa (3/6/2014).
Menurut Direktur Ekskutif Political Communication (PolcoMM) itu, harusnya capres dan tim suksesnya tidak melakukan cara-cara tidak sehat seperti itu. Karena selain akan berdampak buruk bagi demokrasi yang sedang dikembangkan, cara fitnah dalam perang politik justru akan berbalik arah kepada yang melakukan fitnah dan politik kotor.
"Dampaknya malah bukan pada calon yang diserang, karena ketika terbukti mana fitnah dan mana fakta, maka publik juga akan melihatnya," ujarnya.
Jadi, Heri menyarankan agar masing-masing capres untuk menggunakan cara-cara yang sehat, elegan, bukan saling menjatuhkan. Apalagi dengan berbasis mengkonstruksi hal yang tidak benar sehingga mengarah ke fitnah dan pembunuhan karakter.
Sebelumnya, Tim kuasa hukum calon presiden Joko Widodo melaporkan dugaan surat palsu ke Bareskrim Mabes Polri. Surat palsu itu berisi permintaan Jokowi kepada Jaksa Agung agar tidak diperiksa dalam kasus korupsi pengadaan bus Transjakarta.
Sebagai terlapor dalam kasus itu adalah Edgar Jonathan S, yang merupakan anggota organisasi Tunas Indonesia Raya (Tidar), sayap Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), yang mengusung Prabowo Subianto-Hatta Radjasa sebagai capres. Edgar diduga telah memproduksi surat palsu itu dan menyebarkannya ke publik via beragam media sosial.
Edgar dilaporkan dengan pasal berlapis yakni pasal 263 ayat 1 dan ayat 2 KUHP atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat, pasal 310 junto pasal 311 KUHP atas dugaan tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dengan media sosial, media cetak dan/atau elektronik dan/atau pasal 27 junto pasal 36 junto pasal 45 junto pasal 45 junto pasal 54 Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Laporan polisi tersebut didaftarkan dengan nomor TBL/293/VI/2014/Bareskrim.