Politisi Senior PDIP Singgung Prabowo yang Pakai Keris di Depan
“Wong Jowo ki nganggo Keris neng mburi ora neng ngarep, nek neng ngarep ki arek gelut," kata Sidharto, politisi Senior PDIP di Yogyakarta siang tadi.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribun Jogja, M Nur Huda
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Politisi senior PDIP yang saat ini diberikan kepercayaan sebagai Dewan Pembina Seknas Jokowi Pusat, Sidharto Danusubroto mengungkapkan keprihatinannya terhadap aksi black campaign atau kampanye hitam yang terus menerus menyerang Capres-Cawapres Jokowi-JK.
Ia mengungkapkannya di hadapan ribuan relawan Jokowi dalam acara pembekalan dan pemantapan sekaligus pelantikan pengurus Seknas tingkat Kabupaten dan Kota se-DIY, di Ballroom Rich Hotel, Jalan Magelang, Yogyakarta, Minggu (8/6/2014).
“Kemarin saya ditelpon Bu Khofifah Indar Parawansa, beliau menyampaikan kalau nanti kita akan buktikan silsilah Jokowi, dia garis keturunannya dari pendiri Mataram dan keturunan Habib. Jadi biar jelas, beda dengan yang sebelah. Aku nggak fitnah, lihat saja,” katanya.
Ketua MPR RI tersebut mengungkapkan, Indonesia saat ini membutuhkan presiden yang mampu menjadi tauladan, merakyat, jujur, dan tegas dalam mengelola birokrasi.
“Saya sengaja pakai topi hitam bintang dua, saya jenderal pensiun dengan tidak bermasalah. Kan ada Jendral yang pensiun karena bermasalah. Pilihlah calon yang rekam jejaknya bersih,” kata mantan ajudan Presiden RI Pertama Soekarno tersebut.
Sidharto juga menyinggung penampilan Capres poros Gerindra, Prabowo Subianto yang dalam beberapa waktu lalu tampil dengan manaiki kuda dan menyelipkan keris di pinggang dengan mengarahkan gagang ke arah depan.
“Wong Jowo ki nganggo Keris neng mburi ora neng ngarep, nek neng ngarep ki arek gelut (Orang Jawa itu membawa keris di belakang/dipunggung bukan di depan, kalau di depan itu mau berkelahi),” kata Sidharto.
Selain itu, ia juga menyinggung pernyataan Amien Rais yang mengibaratkan pesta demokrasi melalui Pemilu Presiden 2014 kali ini layaknya Perang Badar. Menurutnya, hal itu tidak selayaknya diungkapkan dalam suksesi mencari pemimpin bangsa.
Karena masing-masing calon maupun pendukungnya adalah sesama warga Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Pilpres harus berjalan dengan sejuk dan menyenangkan, bukan perang Badar. Menang dengan cara baik-baik, kalah yo ora popo, harus saling menghargai,” katanya.