Pengamat: Bila Pilpres Dicurangi, Berpotensi Timbulkan Gejolak
Kalau antusiasme masyarakat dan rasa keadilan publik dicederai oleh sikap berbagai elemen pelaksana pemilu, maka berpotensi besar muncul gejolak
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kepolisian, TNI dan berbagai elemen pemerintah diminta mengawal secara netral segala antusiasme masyarakat yang sangat tinggi selama masa kampanye pilpres hingga berakhir pada Sabtu kemarin.
‘’Kalau antusiasme masyarakat dan rasa keadilan publik dicederai oleh sikap berbagai elemen pelaksana pemilu, maka berpotensi besar muncul gejolak di tengah masyarakat,’’ kata Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia Tamrin Amal Tomagola, Minggu (6/7/2014).
Tomagola diminta mengevaluasi kampanye pilpres yang berlangsung selama sekitar satu bulan dan berakhir dengan debat capres-cawapres pada Sabtu. Selama masa kampanye tersebut beredar fitnah dan kampanye jahat yang berbau suku, agama ras, dan antargolongan (SARA).
Menurut Tamrin, antusiasme rakyat yang sangat tinggi saat ini karena hanya ada dua pasang capres yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Dengan hanya ada dua pasang tersebut sekaligus memunculkan keterbelahan secara tegas di masyarakat.
Keterbelahan itu di satu sisi kelompok masyarakat yang merupakan sisa-sisa dan alumni Orde Baru yang merasa terancam sehingga dengan segala cara mempertahankan kekuasaan.
Di sisi lain ada kelompok rakyat yang merindukan perubahan melalui pemimpin yang otentik yang lahir dari rahim rakyat. Jadi antusiasme rakyat yang muncul selama masa kampanye didorong motivasi yang berbeda.
"Jadi antusiasme masyarakat itu jangan dicurangi. Potensi kecurangan terbuka seperti di masa Orde Baru, sudah semakin berkurang. Namun kecurangan yang melibatkan penyelenggara pilpres, agak sulit membuktikannya," katanya.
Misalnya di tingkat tempat pemungutan suara (TPS) bisa terdeteksi adanya kecurangan memanipulasi suara, namun pada tingkat selanjutnya setelah TPS semakin sulit membuktikan kecurangan tersebut.
"Yang jauh lebih sulit terlacak adalah kecurangan digital. Anak-anak muda sekarang amat pintar dengan kemampuan digital yang tinggi," ujar Tamrin.
KPU khususnya harus memperkuat diri dalam dua hal. Ke dalam dengan menyiapkan kebutuhan administratif dan teknis secara kuat untuk menjamin independensi lembaga penyelenggara pemilu tersebut.
Sedangkan untuk ke luar, KPU juga harus membentengi diri terhadap berbagai godaan dari luar yang sangat tinggi baik berupa fulus maupun jabatan.