Masyarakat Harus Kritisi Hitung Riil Dua Kandidat Capres-cawapres
Merilis data hitung riil tak berbasis data faktual cenderung manipulatif. Sama saja melakukan kebohongan dan pembodohan publik.
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik UGM Ari Dwipayana menilai masyarakat tengah bingung terhadap perolehan suara hasil real count atau hitung riil yang dilakukan dua kubu calon presiden-wakil presiden.
"Yang jadi masalah adalah bagaimana cara untuk melakukan real count? Seberapa riil real count yang sudah diliris?" ujar Ari dalam keterangannya yang diterima Tribunnews.com di Jakarta, Senin (14/7/2014).
Bagaimana pun hasil hitung riil penting dikritisi. Bukan tidak mungkin ada saja kejanggalan hitung riil. Seharusnya, hitung riil menggambarkan pergerakan rekapitulasi suara yang dikumpulkan masing-masing kandidat.
Pada saat ini sampai tanggal 15 juli proses rekapitulasi suara baru dilakukan di level kecamatan. "Itu artinya proses rekapitulasi nasional memerlukan kehandalan untuk memobilisasi hasil suara per TPS secara cepat," kata Ari.
Merilis data hitung riil tak berbasis data faktual, sambung Ari, cenderung manipulatif. Dengan begitu tindakan mereka yang melakukan ini sama saja telah melakukan kebohongan dan sekaligus pembodohan publik.
"Cara-cara seperti ini jelas keluar dari etika politik dan kehendak membangun budaya demokrasi yang sehat," sambung Ari. Diketahui, masing-masing kandidat kini sudah mengklaim telah mengantongi hasil hitung riil berbasis formulir C1.