TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, berharap dalam perhelatan pemilihan presiden (pilpres) 2014 ini, para elite bisa belajar untuk bersikap dewasa. Apalagi Indonesia masih terhitung sebagai bangsa yang masih perlu banyak belajar soal demokrasi.

Dalam diskusi "Kemana Arah Haluan Politik Indonesia Pasca-Pilpres?" Di Maarif institute, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2014), Siti menyebutkan kedewasaan para elit nyaris tidak ada. Karena dunia politik adalah sesuatu yang terlalu menggoda.

"Ibarat pohon khuldi, dunia politik terlalu menggoda dan sulit ditaklukan, tak sedikit orang yang akhirnya turut terjembab," katanya.

Menurutnya pilpres bukan hanya soal kompetisi siapa yang lebih mampu mendulang suara, apakah pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa, atau pasangan Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK).

Pilpres seharusnya dijadikan ajang aktualisasi nilai-nilai demokrasi.

"Dalam sistem demokrasi, kompetisi merupakan hal yang niscaya," ujarnya.

Dengan nilai-nilai demokrasi segala permasalahan transparansi dan akuntabilitas seputar Pilpres dapat terpecahkan. Namun sayangnya nilai-nilai demokrasi tidak sepenuhnya dilaksanakan.

Siti tidak menyebutkan, namun pascapencoblosan pada 9 Juli lalu kedua pasangan sama-sama bersikukuh memenangkan pemilihan, berdasarkan hitung cepat lembaganya masing-masing.

Hal tersebut berubah menjadi kekisruhan di mana satu sama lain saling menuding, merendahkan kredibilitas dan bahkan saling melaporkan.

Padahal, pengumuman resmi hasil penghitungan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), baru akan dilakukan pada 22 Juli mendatang.

Hasil itu juga yang akan dijadikan acuan untuk menentukan pemenang