Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Berkompetisi Harus Berani Siap Menang dan Siap Kalah

Rencana sejumlah pihak untuk menurunkan massa saat pengumuman rekapitulasi suara Pilpres 2014 mendapat tanggapan kritis.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Pengamat: Berkompetisi Harus Berani Siap Menang dan Siap Kalah
Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha
Foto dua pasangan capres-cawapres, Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (Prabowo-Hatta) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana sejumlah pihak untuk menurunkan massa ke Gedung KPU, Jakarta, pada 22 Juli mendatang saat pengumuman rekapitulasi suara Pilpres 2014 mendapat tanggapan kritis.

Rencana itu dianggap bisa menimbulkan ketegangan baru di masyarakat. Hal ini diungkapkan oleh pengamat Politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten, Leo Agustino.

Ia menegaskan, ketegangan di akar rumput dapat padam jika ketegangan di level elite bisa diselesaikan. Kelapangan hati elite nasional untuk menerima kekalahan dari kandidat lain, ujarnya,  merupakan solusi bagi penyelesaian ketegangan di tingkat elite tersebut.

"Keberanian berkompetisi dalam Pilpres harus juga diimbangi dengan keberanian untuk menerima kekalahan. Dengan cara inilah ketegangan di tingkat grass root bisa disudahi," ujar Leo, Jumat (18/7/2014).

Leo menilai, sikap Capres RI nomor urut 2, Joko Widodo dalam mengambil inisiatif untuk melaksanakan 'rekonsiliasi nasional' dinilai sebagai langkah positif demi mengantisipasi keterbelahan masyarakat.

"Hawa panas seperti sekarang ini memang harus diredakan, mulai dari menahan diri untuk tidak 'mengapi-apikan' suasana atas kerja KPU, mengintervensi C1, DA1, DB1, dan lainnya," ujarnya.

Inisiatif rekonsiliasi nasional yang digagas oleh Jokowi, katanya lagi,  menjadi hal penting terutama bagi lanskap politik Indonesia pasca 22 Juli.

Berita Rekomendasi

Apalagi kondisi obyektifnya adalah masih ada pihak pendukung pasangan nomor urut 1 yang ingin menurunkan massa ke Gedung KPU, Jakarta, pada saat pengumuman 22 Juli nanti.

"Selepas real count KPU, sejatinya tidak ada lagi ruang bagi perbedaan yang destruktif.  Kita harus sudah menggeser cara berpikir saling menjatuhkan menjadi cara berpikir yang saling bahu membahu guna pembangunan bangsa dan negara," kata Leo.

"Jangan jadikan energi yang ada di tengah-tengah masyarakat menjadi energi yang negatif.  Ini karena masih banyak hal yang harus kita lakukan, terutama untuk menghadapi tantangan zaman ke depan, masyarakat ekonomi ASEAN 2015 misalnya."

Kubu Jokowi-JK sendiri sudah melarang adanya pengerahan massa pendukung jelang pengumuman 22 Juli mendatang.

Sementara di sisi lain, ribuan relawan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa disebut akan dikerahkan untuk menjaga Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat pengumuman pemenang Pemilu Presiden 2014 pada 22 Juli mendatang.


Leo menambahkan, pengalaman dan sejarah politik mengajarkan bahwa kemajuan suatu bangsa dan negara tidak pernah berlaku jika didasarkan pada kebencian dan sikap saling tidak percaya.  

Karena itu, tambahnya, untuk membangun persatuan dan kesatuan bangsa, rekonsiliasi nasional bisa menjadi jalan keluar terbaik bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Rekonsiliasi nasional yang saya hendaki bukanlah rekonsiliasi dengan cara bagi-bagi kekuasaan seperti membagi kursi menteri, BUMN, duta besar, atau lainnya, kepada pesaing politik Jokowi-JK," ujarnya.

"Jika ini yang terjadi, maka gagasan awal Jokowi-JK untuk membangun pemerintahan yang bersih akan 'jauh panggang dari api' serta telah mengotori cita-cita awal beliau sendiri," katanya lagi.

Ia sependapat dengan Jokowi, tidak akan melakukan pola bagi-bagi kursi kekuasaan dalam rangka rekonsiliasi itu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas