Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Minta Rekapitulasi Nasional Ditunda, Prabowo-Hatta Dinilai Lancarkan Strategi Hitam

Usulan Prabowo tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dan cenderung menghancurkan tataran proses yang tengah berlangsung.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Minta Rekapitulasi Nasional Ditunda, Prabowo-Hatta Dinilai Lancarkan Strategi Hitam
Tribunnews/Dany Permana
Calon presiden nomor urut 1, Prabowo Subianto didampingi Titiek Soeharto (dua kiri) bersama calon wakil presidennya, Hatta Rajasa beserta istrinya, Okke Rajasa (dua kanan) menghadiri acara penandatanganan Koalisi Merah Putih Permanen, di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Senin (14/7/2014). Ketua dan Sekjen Partai Politik pendukung pasangan Prabowo-Hatta yaitu Gerindra, PKS, PPP, Golkar, PBB, PAN, dan Demokrat guna menguatkan komitmennya menandatangani nota kesepahaman Koalisi Permanen mendukung Prabowo-Hatta. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permintaan tim pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa untuk menunda rekapitulasi suara pemilihan presiden secara nasional dinilai bagian dari strategi hitam untuk menghalau potensi kemenangan lawan yang sejauh ini sudah unggul. Permintaan tersebut juga dianggap tidak mengedepankan kepentingan bangsa.

"Usulan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dan cenderung menghancurkan tataran proses yang tengah berlangsung. Selain tidak berdasar pada kepentingan bangsa secara terintegral, usulan tersebut adalah bagian dari strategi hitam menghalau potensi kemenangan lawan, yang sejauh ini sudah unggul," kata pengajar ilmu politik dan pemerintahan Universitas Padjajaran Muradi melalui siaran pers yang diterima, Sabtu (19/7/2014).

Muradi menilai, usulan penundaan justru menunjukkan jika kubu Prabowo-Hatta tidak siap menerima konsekuensi dari kontestasi pesta demokrasi. Permintaan penundaan tersebut juga dinilai sarat kepentingan.

Misalnya, kepentingan untuk menciptakan ketidakpastian politik, mengingat klimaks proses politik yang tengah berlangsung seharusnya terjadi saat pengumuman rekapitulasi nasional pilpres di KPU pada 22 Juli 2014 mendatang.

Selain itu, Muradi menilai bahwa permintaan penundaan rekapitulasi suara nasional berpotensi membuka manuver politik baru yang semakin memperkeruh suasana.

Dia juga menilai usulan tersebut mengindikasikan adanya upaya untuk mengulur-ulur waktu agar publik jenuh sehingga tak lagi terjaga mengawal proses politik.

"Agar publik yang berintegrasi dalam bentuk relawan selama proses pilpres tersebut pada akhirnya mengalami fase kejenuhan, sehingga antusiasme tidak lagi terjaga dalam mengawal proses politik," sambung dia.

Berita Rekomendasi

Sebelumnya, kubu Prabowo-Hatta meminta kepada KPU menunda rekapitulasi suara pemilu presiden di tingkat nasional. Alasannya, proses rekapitulasi di daerah-daerah masih bermasalah.

Sesuai jadwal, rekapitulasi tingkat nasional akan dilakukan pada Minggu (20/7/2014) hingga Selasa (22/7/2014). Rencananya, KPU akan mengumumkan pemenang Pilpres pada 22 Juli.

Dalam UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres, Pasal 158 ayat (1) disebutkan KPU menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil Pilpres dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh Pasangan Calon dan Bawaslu.

Dalam ayat (2) disebutkan, Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak hari pemungutan suara.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas