Pengamat: Jokowi Harus Percaya Diri Hadapi Parlemen
Peran presiden terpilih Joko Widodo, akrab disapa Jokowi, harus terlihat, kendati suara partai pendukungnya di DPR kalah jumlah.
Penulis: Randa Rinaldi
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Randa Rinaldi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Hanta Yudha mengatakan peran presiden terpilih Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi harus terlihat, kendati suara partai pendukungnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kalah jumlah dibanding pendukung Prabowo-Hatta.
"Jokowi harus percaya diri, dan tidak boleh berpikir sangat berpengaruh dengan DPR," ujar Hanta kepada wartawan di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (10/8/2014) sore. Jokowi diyakini mampu berkomunikasi dengan parlemen dengan komponen partai pendukungnya.
Direktur Eksekutif Poltracking Institute ini menambahkan, tak ada alasan Jokowi takut. Karena keterpilihannya sebagai presiden mendapat dukungan rakyat. Mereka memilih Jokowi karena dianggap mampu menyukseskan kebijakannya di DPR.
Pemerintahan Jokowi-JK kelak bisa kuat di parlemen, dengan catatan mempertahankan koalisi, atau mengambil dua sampai tiga partai yang bisa bergabung. PDI Perjuangan, NasDem, PKB, Hanura, dan PKP Indonesia (non-parlemen) adalah partai pendukung Jokowi-JK saat ini.
Hanta yakin kemampuan Jokowi bernegosiasi dan merawat komunikasi dan legitimasi politik secara vertikal. Sedangkan JK dianggap mampu membangun keterampilan komunikasi politik di tingkat elite secara horizontal, seperti dengan DPR.
Ia memprediksi Demokrat, PPP, dan PAN, paling mungkin bergabung dengan Jokowi-JK kelak. Secara hitung-hitungan, kekuatan partai pendukung Jokowi di parlemen saat ini hanya 36,9%. "Partai yang bisa dijadikan alternatif lainnya adalah Golkar," jelasnya.
Dipilihnya Golkar sebagai alternatif karena Golkar dianggap sebagai partai yang piawai di DPR. Golkar sering dianggap sebagai partai penentu dalam memutuskan kebijakan di DPR.
"Satu yang ditunggu-tunggu publik adalah kebaruan. Banyak fenomena ini terjadi di rezim sebelumnya. Jika ini bisa diubah Jokowi, maka inilah keterbaruannya sebagai sejarah baru. Transisi ini sebenarnya adalah kebaruan," tuturnya.