Ray Rangkuti: Saksi-saksi Prabowo-Hatta Tak Miliki Data Kuat
kali sudah persidangan sengketa hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) berlangsung.
Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Gusti Sawabi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua kali sudah persidangan sengketa hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) berlangsung. Beberapa kasus pemohon mulai disidangkan.
Salah satunya, dugaan adanya pelanggaran terstruktur, sistemik, dan massif yang dilakukan oleh KPU di Jawa Timur.
Beberapa saksi telah dimintai keterangan terkait dugaan pelanggaran tersebut.
Akan tetapi, menurut pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti, sejauh ini, kesaksian para saksi tentang adanya dugaan penggelembungan suara, pemilih yang tak berhak lalu mempergunakan haknya, atau pengarahan dari misalnya pejabat negara terasa belum cukup memuaskan dan meyakinkan.
"Saksi-saksi terlihat seperti tidak memiliki data-data yang kuat terkait dengan permohonan pengaduan sengketa mereka," kata Ray, Minggu (10/7/2014).
Selain jumlah kasusnya yang relatif kecil, lanjutnya, kenyataannya, modus dan bukti-bukti atas tuduhan itu juga tidak terlalu meyakinkan.
Bukti kliping koran misalnya, Ray menegaskan, tentu jauh dari memadai. Data saksi yang bertumpuk di Provinsi tak ditunjang dengan dengan data-data di tingkat bawahnya.
"Selain itu, jumlahnya juga tidak sepadan untu masuk kategori TSM. Sayang, perdebatan yang diharapkan akan membuka berbagai modus kecurangan pemilu dan pilpres nampaknya tak sepenuhnya akan menuai harapan," kata Ray.
"Padahal, kita semua berharap, sidang ini dapat memberi pembuktian berlanjut betapa masih banyak persoalan tekhnis pelaksanaan pemilu atau pilpres yang tengah kita hadapi," tambahnya.
Sekalipun begitu, masih ada harapan. Ray kemudian menyarankan kepada pasangan nomor satu (Prabowo -Hatta) sebagai pemohon sengketa, benar-benar menjadikan sidang di MK ini sebagai wadah pembuktian kebenaran.
Ini penting, imbuhnya, agar citra pasangan nomor satu tidak makin melorot di mata masyarakat. Selain itu, menjaga agar seluruh tahapan pilpres dapat menjadi bagian penting dari pendidikan masyarakat.
Selain itu, menghindarkan permainan kata-kata yang bersifat bombastis, mengawang-awang, retoris, bahkan pada tingkat tertentu lebih mengarah ke provokasi daripada argumntasi.
"Jadikan MK untuk adu bukti, bukan adu agitasi. Fokus pada upaya pembuktian dengan berbagai data yang komplit," ujarnya.