Digitalisasi Pendidikan: Harapan untuk Meningkatkan Kompetensi Siswa
Hasil PISA (Programme for International Student Assessment) 2018 yang diinisiasi oleh OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) ba
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil PISA (Programme for International Student Assessment) 2018 yang diinisiasi oleh OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) baru saja dirilis pada tanggal 3 Desember 2019 lalu. PISA yang dilaksanakan tahun 2018 lalu merupakan sebuah program untuk mengevaluasi sistem pendidikan negara-negara di dunia dengan memberikan penilaian kepada 600,000 anak usia 15 tahun dari 79 negara yang ikut serta.
Di Indonesia sendiri, 12,098 siswa dari 399 sekolah ikut berpartisipasi dalam penilaian PISA yang dinaungi OECD. Kemampuan matematika, membaca, dan juga pengetahuan alam (sains) siswa dari negara yang berpartisipasi menjadi fokus yang dinilai dalam PISA.
Ternyata, hasil PISA menimbulkan berbagai komentar dan polemik dari berbagai negara. Namun, hasil ini harus dapat kita singkapi dengan baik demi peningkatan kualitas pendidikan negeri ini. Untuk Indonesia sendiri, hasilnya cukup membuat kita mengelus dada untuk kesekian kalinya.
Hampir 20 tahun berjalan sejak Indonesia berpartisipasi dalam PISA yaitu tahun 2000, Indonesia tidak pernah terbebas dari jeratan 10 papan terbawah dalam penilaian PISA. Bahkan hasil PISA tahun 2015 menggelitik seorang jurnalis New York Times untuk menerbitkan tulisan dengan judul, “Anak-anak Indonesia Tidak Tahu Seberapa Bodohnya Mereka”, sebuah artikel yang membuat geram para praktisi pendidikan negeri ini.
Lalu bagaimana dengan hasil PISA 2018?
Hasil PISA 2018 menunjukkan bahwa hanya 30% siswa Indonesia memiliki kemampuan literasi pada level 2, di mana negara lain yang berpartisipasi rata-rata 77 persen siswanya yang mampu menguasai soal literasi level 2.
Baca: BREAKING NEWS: Mendikbud Nadiem Makarim Hapus Ujian Nasional, Ini Penggantinya
Ke mampuan literasi pada level 2 adalah kemampuan untuk mengidentifikasi topik utama pada teks yang cukup panjang, menemukan informasi yang eksplisit, dan dapat merefleksikan tujuan dan bentuk teks ketika sudah diarahkan untuk melakukannya secara eksplisit. Artinya, hampir 70% siswa di Indonesia belum memiliki kemampuan literasi pada level ini. Selain itu, hasil PISA 2018 juga menunjukkan bahwa hanya 28 persen siswa di Indonesia memiliki kemampuan matematika pada level 2, dimana rata-rata OECD adalah 76 persen.
Mirisnya lagi, hanya 1 persen saja dari siswa di Indonesia yang memiliki kemampuan matematika pada level 5 yang isinya adalah soal problem solving terkait kehidupan sehari-hari yang menuntut siswa mampu menganalisis dan mengevaluasi strategi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Tidak hanya di matematika, kemampuan sains siswa siswi Indonesia pun cukup memprihatinkan.
Rapor merah hasil PISA untuk Indonesia mendapatkan respon dari Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia periode ini. Nadiem menyatakan bahwa hasil PISA tidak perlu ditutup-tutupi dan dikemas jadi positif.
“Tidak perlu dikemas agar menjadi berita yang positif. Tidak perlu,” ujar Nadiem.
Ia justru mengajak semua praktisi pendidikan untuk terbuka, membahasnya, dan mencari langsung ke inti permasalahan, lalu bergerak melakukan perubahan.
Lalu, apa akar permasalahannya? Mengapa Indonesia ada di peringkat 74 dari 79 negara yang ikut serta?
Perlu dipahami bahwa soal yang diberikan dalam penilaian PISA tidak hanya perihal mengingat pengetahuan saja. Soal PISA disusun sesuai dengan tingkatan kompetensi Bloom yang menjadi acuan, dengan tingkat 1 menjadi tingkat termudah yang menilai kompetensi daya ingat siswa akan pengetahuan, sampai ke tingkat 6 di mana siswa dituntut kreatif menggunakan semua pengetahuan yang sudah ia miliki sebelumnya, mengolah dan menyintesis untuk membuat sebuah jalan keluar dari permasalahan yang diberikan.
Artinya, kompetensi siswa siswi Indonesia belum sampai pada titik keahlian hidup. Anak-anak kita sangat lihai dalam mengingat, namun belum mampu menyelesaikan permasalahan hidup sehari-hari.
Oleh karena itu, fokus tujuan pembelajaran harus beralih ke penguasaan kompetensi hidup atau yang dikenal dengan 4K Kompetensi Abad 21: Kritis, Kreatif, Kolaborasi, dan Komunikasi. Karena hal ini yang akan dibutuhkan anak-anak untuk dapat bertahan hidup di masa depan.
Nadiem Makarim, dengan semangat digitalisasi pendidikan, berharap kualitas pendidikan Indonesia dapat meningkat. Salah satu tujuan digitalisasi pendidikan adalah membuka akses pendidikan yang merata bagi seluruh anak-anak Indonesia.
ICANDO, Aplikasi Pendidikan, yang sudah dapat diunduh di Google Play Store merupakan solusi terbaik anak-anak menggunakan gadget-nya di era digital ini. ICANDO mengemas kegiatan pembelajaran yang dikembangkan dari Kurikulum 2013 dalam rangkaian mini-games yang interaktif dan menyenangkan dilengkapi dengan gamification, voice recognition, dan handwritten recognition.
Baca: Alasan Nadiem Makarim Hapus Ujian Nasional: Banyak Materi Hafalan, Bikin Stres Murid dan Guru
Anak-anak dapat merasakan pengalaman belajar yang berbeda, belajar membaca dan menulis secara mandiri tanpa merasakan mereka sesungguhnya sedang belajar. Saat hal tersebut terjadi, penyerapan pengetahuan akan lebih bermakna bagi anak-anak. ICANDO berbeda dengan aplikasi pembelajaran lainnya yang berbasis video pembelajaran yang tidak ada bedanya dengan ruangan kelas.
Pengalaman belajar mendengarkan guru atau tutor di dalam kelas hanya sekedar dipindahkan ke genggaman tangan, yang tentunya tidak cocok dengan pola perkembangan belajar anak-anak. Di ICANDO, anak-anak dapat mencoba sendiri, melakukan kesalahan, belajar dari kesalahan, dan mencari jalan keluar. Hal tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah fondasi pola pikir kompetensi abad 21 yang dibutuhkan di masa depan.
Baca: Nadiem Makarim Hapus Ujian Nasional, Diganti Menjadi Merdeka Belajar, Apa Bedanya?
Ayo lengkapi anak Anda dengan pembelajaran yang menyenangkan di ICANDO. Karena dengan ICANDO, belajar itu seru! Anda bisa langsung mengunduh aplikasi ICANDO dengan klik link ini dan pelajari tentang ICANDO lebih dalam di sini.
#nadiemmakarim #digitalisasipendidikan #pisa2018indonesia #aplikasibelajar #aplikasipendidikan