Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soroti Rangkaian Merdeka Belajar, Komisi X DPR: Masih Banyak PR, Bukan Sekedar UN

Anggota Komisi X DPR, Ledia Hanifa meminta agar melihat satu kesatuan rangkaian kebijakan 'Merdeka Belajar' tidak hanya masalah penghapusan UN.

Penulis: Nidaul 'Urwatul Wutsqa
Editor: Fathul Amanah
zoom-in Soroti Rangkaian Merdeka Belajar, Komisi X DPR: Masih Banyak PR, Bukan Sekedar UN
Tangkapan Layar KompasTV
Ledia Hanifah Anggota Komisi X DPR Fraksi PKS 

TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi X DPR fraksi PKS, Ledia Hanifa meminta agar melihat satu kesatuan rangkaian kebijakan 'Merdeka Belajar' dan tak hanya masalah penghapusan Ujian Nasional (UN) saja.

Penghapusan Ujian Nasional merupakan bagian dari rangkaian empat program kebijakan 'Merdeka Belajar'.

Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

"Kalau kita bicara hanya UN saja nanti berhenti sampai situ," ujar Ledia Hanifa, dilansir YouTube KompasTV, Kamis (12/12/2019).

Ledia mengatakan, selain masalah penghapusan UN terdapat sikap yang harus diperhatikan dan dibahas.

Disebutkan Ledia, pertama mengenai evaluasi terhadap siswa dan mutu pembelajaran sekolah.

Kedua, bagaimana guru menyiapkan untuk menghadapi Asesmen Kompetensi Minimal.

BERITA TERKAIT

Terakhir mengenai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

"Masih banyak PR-nya. Bukan sekedar Ujian Nasional dicabut begitu saja, tetapi ada format yang lain. Formatnya dengan Asesmen Kompetensi itu," jelas Ledia.

Ia mengungkapkan, dalam rapat kerja bersama  Komisi X DPR-RI terdapat perdebatan mengenai waktu, infrastruktur, sumber daya manusia dan kompetensi dasar yang belum secara detail dijelaskan.

"Hanya tadi perdebatannya adalah kapan waktunya. Apakah kemudian semuanya infrastrukturnya sudah siap? Guru-guru yang melakukan asesmen itu sudah siap? Kemudian, kompetensi dasar minimal apa yang akan diambil? Itu yang belum terjawab secara detail," ungkapnya.

Menurutnya, beberapa hal tersebut membuat rancu untuk memahami tujuan.

"Jadi asesmennya mau yang kayak apa? Ada berbagai hal yang berkembang. Karenanya sampai sekarang detailnya belum diselesaikan," ujar Ledia.

Ia mengharap program kebijakan baru ini memiliki sistem kompetensi dasar minimum nasional.

"Betul bahwa masing-masing daerah punya muatan lokal. Tetapi kalau untuk hal-hal seperti ini harus ada minimum dasar secara nasional," tegasnya.

Di sisi lain, menyikapi tanggapan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menolak adanya penghapusan Ujian Nasional, Ledia buka suara.

Kembali Ledia mengatakan, bahwa evaluasi terhadap siswa itu dapat dilakukan pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).

Menurutnya, pendekatan USBN ini ada pada pengukuran asesmen yang dilakukan guru di sekolah.

Sementara pengganti UN (Asesmen Kompetensi Minimum) dilakukan untuk mengukur mutu pendidikan di sekolah.

"Apakah mutu pendidikan dan pengajaran di sekolah itu sudah memenuhi standar atau enggak? Atau jangan-jangan misalnya belum," kata Ledia.

Sebab dikhawatirkan adanya clustering dalam melihat sekolah.

Misalnya melihat sekolah mutu baik dan ada pula sekolah mutu buruk.

Hal tersebut akan membuat perlakuan terhadap sekolah-sekolah tidak sama.

"Ketika kita bicara tentang USBN-nya, asesmennya itu memang harus dilihat sejak awal. Nih anak ketika masuk bagaimana? Kemudian dalam waktu setahun, dua tahun, tiga tahun kan ada asesmennya berlanjut. Nah itu yang akan dilihat apakah ada peningkatan atau enggak," kata Ledia menjelaskan.

Namun, menurutnya hal yang akan menjadi problem adalah dari pihak guru.

Seperti halnya jika guru tidak kreatif atau tidak dapat menerapkan asesmennya terhadap siswa.

Ledia menakutkan jika hal tersebut terjadi, maka apa yang dikhawatirkan Jusuf Kalla akan menjadi kenyataan.

Ledia mengimbau agar penafsiran kebijakan 'Merdeka Belajar' tidak diartikan secara mentah.

"Merdeka Belajar jangan sampai kemudian disalahpahami. Oh ya belajarnya di luar kelas, sekedar pergi keluar kelas, terus gelar tikar baca-baca di situ, aduh bukan begitu," ujarnya.

Namun, bagaimana menemukan hal-hal baru, kreatif dan bisa menemukan solusi atas hal-hal yang terjadi di lingkungannya.

Pihaknya mengatakan, PR besarnya adalah memberikan pembekalan kepada guru supaya mengerti tujuan daripada Mendikbud Nadiem Makarim.

"Jangan sampai kemudian salah terjemahan. Kalau sudah salah terjemahan nanti fatal akibatnya memang," pungkas Ledia.

JK Tanggapi Soal Penghapusan UN
Mantan Wakil Presiden ke-12 Jusuf Kalla menanggapi soal penghapusan Ujian Nasional yang dikeluarkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim.

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla Menolah Penghapusan Ujian Nasional

Dikabarkan, Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) tidak setuju adanya rencana penghapusan Ujian Nasional (UN).

JK menganggap penghapusan Ujian Nasional dapat membuat semangat belajar siswa menurun.

Jusuf Kalla berpandangan adanya penghapusan Ujian Nasional nanti akan membuat siswa tidak bekerja keras.

"Jangan menciptakan generasi muda yang lembek," tukas Jusuf Kalla dilansir Youtube KompasTV pada Kamis (12/12/2019).

Ia berpendapat agar siswa supaya tetap belajar, sebab Ujian Nasional itu penting.

Tak banyak berkomentar, Jusuf Kalla mengatakan akan menjelaskan di kemudian hari.

Sebelumnya, JK pernah beranggapan bahwa UN masih relevan diterapkan.

Alasannya, UN dapat menjadi tolok ukur terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.

Pihaknya mengatakan, apabila dilakukan penghapusan UN maka pendidikan Indonesia akan kembali seperti sebelum tahun 2003.

Saat UN belum diberlakukan oleh Kemendikbud, tidak ada standar mutu pendidikan nasional.

Sebelum tahun 2003 tersebut, diketahui sistem kelulusan siswa menggunakan rumus dongkrak.

Hal itu membuat hampir semua peserta didik diluluskan pihak sekolah.

JK berpendapat bahwa UN memang harus dievaluasi setiap tahunnya.

Akan tetapi yang harus diperbaiki itu adalah hasil pendidikannya.

(Tribunnews.com/Nidaul 'Urwatul Wutsqa)

 

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas