Jalankan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, Unikama Siap Revitalisasi Kurikulumnya
Unikama mempersiapkan diri untuk melaksanakan Program Mendikbud Nadiem Karim tentang kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, MALANG - Universitas Kanjuruhan Malang (Unikama) mempersiapkan diri untuk melaksanakan Program Mendikbud Nadiem Makarim tentang kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka.
Rektor Unikama Dr Pieter Sahertian MSi sudah mengumpulkan guru besar dan para ketua lembaga untuk mencoba brain storming atas kebijakan itu.
"Kami mencari masukan dulu di internal untuk merumuskan kebijakan itu agar bisa diimplemasikan di Unikama," jelas Pieter Sahertian, Kamis (12/3/2020).
Menurutnya hal ini pasti akan berdampak pada perubahan di kurikulumnya dan program-programnya, serta ada hal krusial di program itu.
Hal itu adalah dalam satu semester mahasiswa boleh mengambil mata kuliah di luar prodinya (20 SKS), dan dua semester (40 SKS), mahasiswa bisa melakukan kegiatan di luar kampus, seperti magang, wirausaha dan lain-lain.
"Esensinya kebijakan ini mendorong kampus agar dalam pembelajarannya lebih otonom dan inovatif. Mahasiswa bisa melakukan pilihan-pilihan dalam pembelajarannya," ujar Pieter.
Karena konsep kebijakan itu baru dikeluarkan pada 2019 dan Permendikbud baru keluar awal 2020, maka kampus perlu mempersiapkan diri dulu.
Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka ini esensinya ingin mendorong dunia kampus agar pembelajaran itu lebih otonom, fleksibel, dan inovatif. Hal ini dapat dilakukan dengan pilihan pembelajaran yang ditawarkan pada mahasiswa sehingga konsep kebebasan atau merdeka belajar itu bisa terasa.
Dr. Pieter Sahertian, M.Si menerangkan bahwa Konsep ini dicanangkan di akhir tahun 2019. Jadi Universitas Kanjuruhan Malang (Unikama) perlu mempersiapkan konsep-konsep menuju kampus merdeka ini.
“Kami sudah mencoba mengumpulkan para guru besar, dekan, ketua lembaga dan dosen untuk mencoba meminta masukan tentang rumusan kebijakan internal untuk mengimplementasikan kosep kampus merdeka ini.”
“Brainstrorming ini sangatlah penting dilakukan karena nantinya akan ada kaitannya dengan banyak hal. Akan ada penyesuaian didalam kurikulum dan perencanaan program, seperti yang kami ketahui ada konsep pembelajaran 3 semester, 40 sks 2 semester di luar kampus dan 1 semester 20 sks boleh di dalam kampus lintas prodi (program studi),” ungkapnya.
Banyak sekali upaya Unikama untuk bisa mengimplementasikan kebijakan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Selain sharing Internal, Unikama juga berdiskusi dengan Instansi Pendidikan dan Perguruan Tinggi lain agar ada kesamaan pandangan dalam menyikapi kebijakan Mendikbud terbaru.
Menurutnya, keberhasilan suatu lembaga Perguruan Tinggi bisa dilihat dari SDM (Sumber Daya Manusia). Inilah yang akan menjadi perhatian Rektor Unikama didalam mengembangkan kapasitas mengajar, baik kapasitas pendidikannya tenaga pengajar/Dosen bisa studi lanjut yang sekarang S2 bisa lanjut ke S3, kemudian dari jabatan akademik kami juga mendorong untuk lebih meningkat. Dari tenaga pengajar ke asisten ahli, lektor ke lektor kepala, sampai dengan guru besar.
Parameter dari Perguruan tinggi penilaiannya salah satu dengan Pendidikan. Semakin banyak Perguruan Tinggi yang memiliki dosen bergelar doktor, maka nilainya semakin tinggi.
Konsep Multikultural yang dimiliki Unikama merupakan kekuatan untuk menghadapi revolusi Industri yang sedang berkembang. Justru di era global ini konsepnya Unity/Persatuan dari berbagai komponen masyarakat, global maupun nasional.
“Mahasiswa ini ketika mereka lulus dan kembali ke masyarakat, nantinya mahasiswa ini dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi. Saya berpendapat jika mahasiswa sudah terbiasa hidup dalam sebuah masyarakat yang plural dan budaya bermacam-macam nantinya mereka kembali ke masyarakat disana kehidupannya juga multikultur,” imbuhnya.
Selain internal, masukan juga diterima dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) wilayah VII Jatim dengan mendatangkan Dr Widyo Winarso MPd, Sekretaris Pelaksana LL Dikti Wilayah VII Jatim lewat sosialisasi Merdeka Belajar-Kampus Merdeka dengan mengundang para dosen.
"Esensinya di empat program di Kampus Merdeka sebenarnya memberikan kebebasan pilihan berupa otonomi di satuan pendidikan. Bahkan mengeliminasi proses-proses birokrasi dan administrasi. Contohnya soal akreditasi," kata Widyo di acara itu.
Paling krusial di program itu ada di tiga semester di luar prodinya.
Di negara maju ini bukan hal baru. Kebebasan mahasiswa untuk menentukan apa yang ingin dia pelajari dan mengembangkan potensi yang mereka miliki, bahkan sudah banyak modelnya.
Selama ini perguruan tinggi memberikan bekal hanya satu jenis keterampilan pada mahasiswa. Hal ini pun membuat mereka tidak siap di dunia kerja.
Maka dari itu, kebijakan ini diharapkan bisa memberikan bekal mahasiswa agar bisa ‘berenang’ di laut bebas.
“Sehingga lima semester di dalam kampus itu mayor dan minornya tiga semester sebagai pelengkap,” kata Widyo.
Maka kewajiban perguruan tinggi untuk menyediakan fasilitas sebagaimana diatur di Permendikbud nomer 3.
“Maka perlu diramu kurikulum baru untuk mengakomodir itu,” paparnya.
Sehingga nantinya kegiatan-kegiatan mahasiswa sambil kuliah bisa dihargai dengan SKS dan ada legalitasnya.
Selain itu, diperlukan juga kesiapan dosen pendamping mahasiswa. Terutama untuk dua semester di luar kampus yang dilakukan mahasiswa. Karena bisa jadi ada mahasiswa memilih kegiatan yang tak sama antar mahasiswa.
Misalkan wirausaha, pengabdian, magang dan lain-lain. Di satu sisi, ini juga membantu pengembangan kompetensi dosen karena jadi mengetahui banyak hal.
Ia pun berharap ada PTS penggerak atas program ini sehingga bisa jadi role model perguruan tinggi lainnya.
Perlu diketahui, ada sembilan jenis kegiatan yang bisa dilakukan mahasiswa di dua semester di luar kampus.
Kegiatan itu antara lain pertukaran mahasiswa, wirausaha, proyek kemanusiaan, mengajar di sekolah, magang praktik industri.
“Maka perguruan tinggi harus mengarahkan mahasiswa ke pilihan itu sesuai kemampuan perguruan tingginya setelah siap kurikulumnya,” ujar Widyo.
“Misalkan tahun pertama siap apa dulu dan dikembangkan berikutnya. Sehingga mahasiswa memiliki pilihan,” tambahnya.(*)