Mahasiswa Kembali Protes Bayar UKT di Masa Pandemi, Tagar Nadiem Mana Mahasiswa Merana Jadi Trending
Mahasiswa kembali protes membayar UKT di masa pandemi, tagar Nadiem Mana Mahasiswa Merana trending di Twitter Indonesia.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Berbagai tagar dari mahasiswa terkait keberatannya membayar uang kuliah tunggal (UKT) di masa pandemi corona seringkali menjadi sorotan.
Tercatat sudah lebih dari tiga kali sejak pandemi, mahasiswa dari berbagai kampus menuntut keringanan UKT.
Pada 2 Mei lalu, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional.
Tagar #UndipKokJahatSih sempat ramai di sosial media Twitter.
Kala itu, mahasiswa Universitas Diponegoro (UNDIP), Semarang memprotes kebijakan yang menaikan besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT).
BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Undip pun turut menyampaikan protesnya.
Mereka ikut menyampaikan beberapa poin tuntutan terkait kebijakan tersebut.
Namun, setelah itu diketahui, besaran UKT yang naik itu hanya diberikan kepada calon mahasiswa baru pada tahun ajaran 2020/2021.
Baca: Komisi X DPR: Tagar #MendikbudDicariMahasiswa Bentuk Kebuntuan Komunikasi Mahasiswa dengan Nadiem
Selang dua hari kemudian, tagar #UADdown jugam enjadi trending.
Tagar tersebut menjadi trending pada Senin (4/5/2020) lalu sekitar menjelang tengah malam.
Diketahui, tagar tersebut ditujukan kepada satu di antara kampus swasta di Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan.
Dari beberapa cuitan yang dituliskan, mahasiswa memprotes mengenai pembayaran uang SPP semester genap 2019/2020.
Mereka juga mengeluh akibat tidak mendapatnya layanan fasilitas dari kampus, tetapi pembayaran SPP tetap normal.
Yang terbaru, pada Selasa (2/6/2020) kemarin, tagar #MendikbudDicariMahasiswa juga trending di Twitter.
Mahasiswa kecewa dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang tidak kunjung mengambil sikap terkait pendidikan di tengah pandemi virus corona.
Baca: Peringati Hari Pancasila, KBRI Moskow Gelar Dialog Virtual dengan Mahasiswa
Terlebih, mahasiswa mengaku keberatan harus membayar uang kuliah tunggal (UKT) di masa pandemi yang serba sulit ini.
Hari ini, Rabu (3/6/2020) tagar kekecewaan mahasiswa di sosial media Twitter masih terus berlanjut.
Tagar #NadiemManaMahasiswaMerana sempat menduduki trending nomer satu di jagat maya pada Rabu (3/6/2020) siang.
Bahkan, lebih dari 20 ribu cuitan di Twitter yang menggunakan tagar tersebut.
Berbagai tagar yang kerap menjadi sorotan, menunjukan bahwa mahasiswa benar-benar kesulitan terkait pembayaran UKT di masa pandemi.
Lantas bagaimana solusi yang tepat bagi mahasiswa dan pemerintah?
Pengamat pendidikan asal Surabaya, Moch Isa Anshori turut memberikan pandangannya.
Baca: Kesiapan Indonesia Hadapi New Normal di Dunia Pendidikan, Pengamat: Tidak Semaksimal yang Diharapkan
Ia mengatakan, sebuah solusi bisa terjadi bila semua pihak memahami bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama.
"Harus kita pahami dulu pendidikan itu proses perubahan perilaku dan dalam pendidikan ini ada tanggung jawab bersama."
"Ada tanggung jawab orang tua, mahasiswa, pemerintah juga," jelas Isa kepada Tribunnews, Rabu (3/6/2020).
Terlebih, di masa pandemi ini mahasiswa melakukan pembelajaran jarak jauh dan setiap orang tengah mengalami kesulitan.
"Harusnya tuntutan bahwa dibebaskan semua (pembayaran UKT, red) saya kira itu sebuah keniscayaan."
"Tetapi kita harus memahami proses belajar bisa berjalan kalau semuaya terpenuhi, salah satunya biaya," ujar mantan Ketua Dewan Pendidikan Surabaya ini.
Baca: Nadiem Nilai Para Siswa Beradaptasi dengan Teknologi Secara Natural di Tengah Pandemi Corona
Isa menuturkan, meski mahasiswa melaksanakan pembelajaran daring, namun beberapa keperluan kampus tetap berjalan, misalnya pembiayaan administrasi.
Oleh karena itu, Isa menyarankan agar perwakilan mahasiswa dan pihak pemerintah dalam hal ini Kemendikbud, melakukan dialog bersama.
"Mahasiswa dan negara harus memahami situasi ini."
"Sehingga menjadi penting sebuah kompromi dan dialog antara kampus, mahasiswa dan Kemendikbud," ungkap pria yang menjadi anggota Dewan Pendidikan di Jawa Timur ini.
Oleh karena itu, Isa menyarakan, dialog menjadi penting untuk mencari titik tengah dari kesulitan yang ada.
(Tribunnews.com/Maliana)