Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sekjen PBB: 1 Miliar Anak di Dunia Terganggu Sekolahnya Akibat Virus Corona

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengatakan, satu miliar anak di dunia terganggu sekolahnya akibat virus Corona.

Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Sekjen PBB: 1 Miliar Anak di Dunia Terganggu Sekolahnya Akibat Virus Corona
SURYA/SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ
Ilustrasi - Simulasi pembelajaran tatap muka di SMP 17 Agustus 1945, Selasa (4/8/2020). Simulasi proses pembelajaran tatap muka yang dilakukan Dinas Pendidikan Kota Surabaya dilakukan seminggu setelah pertemuan kepala SMP negeri dan Swasta bersama Wali Kota Surabaya. Sebanyak 10 sekolah swasta dari 21 sekolah pilot project pembelajaran tatap muka ditunjuk mewakili wilayahnya. 

TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengatakan, pandemi virus Corona telah menyebabkan gangguan pendidikan terbesar dalam sejarah.

Hal itu terjadi melalui sekolah-sekolah yang ditutup di lebih dari 160 negara pada pertengahan Juli 2020.

Alhasil, lebih dari satu miliar siswa di dunia terganggu sekolahnya.

Dilansir Time, Guterres mengungkapkan, setidaknya 40 juta anak di seluruh dunia telah ketinggalan pendidikan di tahun kritis prasekolah mereka.

"Dunia menghadapi bencana generasi yang dapat menyia-nyiakan potensi manusia yang tak terhitung, merusak kemajuan puluhan tahun, dan memperburuk ketidaksetaraan yang mengakar," ujar Guterres.

Bahkan, sebelum pandemi, ia menambahkan, dunia sebenarnya telah menghadapi krisis pembelajaran.

Lebih dari 250 juta anak putus sekolah.

Berita Rekomendasi

Sementara itu, hanya seperempat anak sekolah menengah di negara berkembang memiliki keterampilan dasar.

Baca: PBB Sebut 9 Anak Tewas dalam Serangan Udara di Yaman Utara

Menurut proyeksi global yang mencakup 180 negara oleh badan pendidikan PBB, UNESCO, dan organisasi mitra, sekitar 23,8 juta anak dan remaja dari tingkat pra-sekolah dasar hingga universitas berisiko putus sekolah.

Mereka juga terancam tidak memiliki akses ke sekolah pada tahun depan karena dampak ekonomi pandemi.

"Kami berada pada saat yang menentukan bagi anak-anak dan remaja di dunia," kata Guterres dalam pesan video.

"Keputusan yang diambil pemerintah dan mitra saat ini akan berdampak jangka panjang pada ratusan juta anak muda, dan pada prospek pembangunan negara selama beberapa dekade mendatang," lanjutnya.

Sekjen PBB, Antonio Guterres.
Sekjen PBB, Antonio Guterres. (pinterest.co.uk)

Menurut Guterres, gangguan pendidikan akibat pandemi saat ini masih jauh dari selesai.

Pasalnya, sebanyak 100 negara belum mengumumkan tanggal pembukaan kembali sekolah.

Lantas, Sekjen PBB tersebut menyerukan tindakan di empat bidang utama.

Poin utama adalah membuka kembali sekolah.

"Setelah penularan Covid-19 dalam lokal terkendali, mengembalikan siswa ke sekolah dan lembaga pembelajaran seaman mungkin harus menjadi prioritas utama," tuturnya.

Baca: Kasus Lokal Covid-19 Menurun, China Siap Buka Sekolah Tatap Muka

Asisten Direktur Jenderal Pendidikan UNESCO, Stefania Giannini, menyatakan hal serupa.

Kepada wartawan, badan yang berbasis di Paris tersebut berencana mengadakan pertemuan virtual tingkat tinggi pada musim gugur, kemungkinan selama paruh kedua Oktober.

Tujuannya, untuk menegaskan komitmen dari para pemimpin dunia dan komunitas internasional untuk menempatkan pendidikan di garis depan agenda pemulihan dari pandemi.

"Mungkin ada trade-off ekonomi, tetapi semakin lama sekolah tetap ditutup, dampaknya semakin menghancurkan, terutama pada anak-anak miskin dan paling rentan," ungkap Giannini.

Sejumlah siswa Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) melakukan kegiatan belajar mengajar bersama sistem online di ruang aula Kelurahan Jatirahayu, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (5/8/2020). Di tengah pandemi Covid-19, proses belajar mengajar dilakukan tanpa tatap muka, pembelajaran daring pun diberlakukan. Namun keterbatasan sarana perangkat, fasilitas, dan ekonomi menjadi salah satu kendala yang harus di hadapi oleh masyarakat setempat. Demi memudahkan siswa/pelajar di Kota Bekasi, Pemerintah Kota Bekasi tepatnya di Kelurahan Jatirahayu, Kecamatan Pondok Melati, memfasilitasi warganya dalam belajar online dengan menyediakan WiFi gratis di ruang aula Kelurahan Jatirahayu. Tribunnews/Jeprima
Sejumlah siswa Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) melakukan kegiatan belajar mengajar bersama sistem online di ruang aula Kelurahan Jatirahayu, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (5/8/2020). Di tengah pandemi Covid-19, proses belajar mengajar dilakukan tanpa tatap muka, pembelajaran daring pun diberlakukan. Namun keterbatasan sarana perangkat, fasilitas, dan ekonomi menjadi salah satu kendala yang harus di hadapi oleh masyarakat setempat. Demi memudahkan siswa/pelajar di Kota Bekasi, Pemerintah Kota Bekasi tepatnya di Kelurahan Jatirahayu, Kecamatan Pondok Melati, memfasilitasi warganya dalam belajar online dengan menyediakan WiFi gratis di ruang aula Kelurahan Jatirahayu. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

Ia menekankan, sekolah tidak hanya tempat untuk belajar.

Sekolah juga memberikan perlindungan sosial dan gizi, terutama bagi anak muda yang rentan.

Giannini mengatakan, krisis virus Corona telah memperkuat ketidaksetaraan digital, sosial, dan gender.

Anak-anak perempuan, para pengungsi, penyandang cacat, anak terlantar, dan anak-anak muda di daerah pedesaan paling rentan dalam menghadapi kesempatan terbatas untuk melanjutkan studi mereka.

Oleh karena itu, Guterres menambahkan, peningkatan pembiayaan pendidikan harus menjadi prioritas.

Pasalnya, sebelum pandemi, negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menghadapi kesenjangan pendanaan pendidikan sebesar 1,5 triliun dolar.

Kesenjangan dalam pembiayaan pendidikan secara global dapat meningkat hingga 30 persen karena pandemi tersebut.

"Pendidikan harus menargetkan mereka yang paling tertinggal, termasuk anak-anak muda yang dalam krisis, minoritas, pengungsi, serta penyandang cacat."

"Dan inisiatif ini harus segera diupayakan untuk menjembatani kesenjangan digital yang semakin nyata selama krisis Covid-19," katanya.

Sejumlah siswa saat mengikuti uji coba kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka di SMPN 2 Bekasi, Jawa Barat, Selasa (4/8/2020). Pemkot Bekasi memperbolehkan aktivitas tatap muka di sekolah kembali berlangsung dengan alasan angka penularan Covid-19 di Kota Bekasi sudah di bawah satu. Tribunnews/Jeprima
Sejumlah siswa saat mengikuti uji coba kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka di SMPN 2 Bekasi, Jawa Barat, Selasa (4/8/2020). Pemkot Bekasi memperbolehkan aktivitas tatap muka di sekolah kembali berlangsung dengan alasan angka penularan Covid-19 di Kota Bekasi sudah di bawah satu. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Pada catatan positif, Guterres mengutarakan, pandemi memberikan kesempatan untuk menata ulang pendidikan dan melompat maju ke sistem yang memberikan pendidikan berkualitas.

Untuk mencapai hal ini, dia menyerukan investasi dalam literasi dan infrastruktur digital.

Selain itu, diperlukan pula sistem pendidikan yang lebih fleksibel, adil, dan inklusif.

Giannini dari UNESCO mengatakan, inovasi yang dibuat sejauh ini selama pandemi yakni pembelajaran dan pendidikan online di radio dan televisi.

Upaya itu membuktikan bahwa perubahan dapat terjadi dengan cepat.

Selain itu, dia mengatakan, koalisi organisasi global juga meluncurkan kampanye bertajuk "Selamatkan Masa Depan Kita".

Kampanye tersebut bertujuan untuk memperkuat suara anak-anak dan kaum muda.

Kampanye juga dilakukan untuk mendesak pemerintah di seluruh dunia untuk mengakui bahwa berinvestasi dalam pendidikan sangat penting untuk pemulihan Covid-19 dan masa depan dunia.

(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas