Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perlu Penyelarasan Kurikulum Pendidikan Vokasi dengan Dunia Usaha dan Industri

Dalam penyusunan kurikulum, Perguruan Tinggi Vokasi (PTV) wajib untuk melibatkan industri sehingga terwujud link and match

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Perlu Penyelarasan Kurikulum Pendidikan Vokasi dengan Dunia Usaha dan Industri
BPSDM
Mahasiswa Politeknik Energi Pertambangan (PEP) adalah salah satu contoh Pendidikan yang link and match antara industri dengan pelajar pendidikan vokasi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Kurikulum merupakan faktor penting yang menentukan keselarasan lulusan vokasi dengan kebutuhan kompetensi Industri dan dunia kerja (IDUKA).

Selama ini kurikulum di perguruan tinggi vokasi telah dibangun dengan proses panjang.

Namun di sisi lain, Industri dan dunia kerja  mengalami kemajuan yang sangat pesat, dari mulai teknologi, infrastruktur, bisnis digital, hingga keterbukaan pasar.

Hal ini dikatakan Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Dit. MItras DUDI), Ahmad Saufi saat webinar bertema “Vokatalks Episode 2: Kurikulum Vokasi yang Menyejahterakan di Jakarta belum lama ini.

Selain Ahmad Saufi, yang jadi pembicara adalah pakar Soft Skill, Dwi Sulistyorini Amidjono; Pakar Kurikulum Vokasi, Sandra Aulia; Pelaksana Program Asesmen Keselarasan Kurikulum dengan IDUKA, Nunung Martina; dan Profesor Bidang Sustainability dan Supply Chain Management Coventry University UK, Prof. Benny Tjahjono.

Maka dari itu, kata Ahmad pendidikan vokasi membutuhkan kurikulum yang up to date dengan industri.

“Hasil dari asesmen kurikulum adalah berupa profil kesenjangan kompetensi, yang selanjutnya digunakan untuk melakukan tinjau ulang kurikulum dan sarana-prasarana.

Baca juga: Nadiem Makarim: Siswa Vokasi Bebas Memilih untuk Melanjutkan ke Jenjang D2 Jalur Cepat

Berita Rekomendasi

Langkah asesmen ini penting dilakukan agar efektivitas dan efisiensi pendidikan vokasi meningkat," kata Ahmad Saufi.

Dalam penyusunan kurikulum, Perguruan Tinggi Vokasi (PTV) wajib untuk melibatkan industri sehingga terwujud link and match.

Ia menyontohkan pola pendidikan di Eropa yang mampu menjadikan vokasi sebagai primadona bagi masyarakat lantaran dapat menjamin lulusannya untuk siap kerja di industri.

"Sementara di Indonesia pendidikan vokasi masih dianggap sebagai pendidikan kelas dua, belum lagi masih rendahnya kepercayaan masyarakat dan DUDI terhadap output lulusan vokasi," katanya.

Benny Tjahjono, Profesor Coventry University UK mengatakan, pendidikan vokasi di setiap negara memiliki ciri khas masing-masing.

Pola pendidikan vokasi di UK belum tentu cocok diterapkan di Tanah Air.

Pasalnya, mutu pendidikan vokasi di Indonesia belum sepenuhnya merata, sehingga harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayah.

Baca juga: Kemendikbud Luncurkan Dua Program untuk Perbesar Lulusan Vokasi Terserap DUDI

“Skill vokasi terdiri atas hard skill yang merupakan kemampuan teknis, dan soft skill yang merupakan keterampilan seperti berkomunikasi, berpikir kritis, dan problem solving.

Namun, kemampuan lain yang menurut saya penting dimiliki oleh lulusan vokasi adalah entrepreneur skill.

Dengan kemampuan ini, lulusan vokasi dapat menciptakan atau membuka lapangan kerja sendiri,” ucap Benny.

Keahlian dari lulusan vokasi sendiri perlu dianggap sebagai skill yang spesifik yang didukung kemampuan soft skill yang disesuaikan dengan bidang pekerjaannya.

Pentingnya soft skill ini selanjutnya disampaikan oleh Pakar Soft Skill, Dwi Sulistyorini Amidjono yang pada tahun 2017 melaksanakan Labor Market Assessment di sejumlah kabupaten di Jawa Barat.

Berdasarkan hasil tersebut, terjadi gap persepsi antara pencari kerja dengan pemberi kerja. Padahal, soft skill kini menjadi salah satu kemampuan yang sangat dipertimbangkan industri dalam menerima calon pegawai.

Perempuan yang akrab disapa Rini itu memaparkan, kesenjangan soft skill yang paling tampak adalah pada kemampuan berpikir kritis.

Selain itu, kemampuan lainnya yang juga belum dipenuhi oleh lulusan vokasi adalah kemampuan berkomunikasi, mengambil keputusan, dan kerja tim.

Penyebab dari rendahnya soft skill ini, tambah Rini, adalah karena mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut selama menjalani studi di Pendidikan Tinggi Vokasi.

“Kami melakukan asesmen tersebut di kabupaten sehingga buka merupakan wilayah perkotaan.

Maka dari itu, beberapa soft skill lainnya yang masih terjadi kesenjangan adalah percaya diri dan rendahnya motivasi.

Namun, asesmen ini kami lakukan pada tahun 2017 sehingga memang butuh ditinjau Kembali.

Kami juga sangat menantikan hasil asesmen kurikulum yang saat ini sedang dilakukan oleh Mitras DUDI. Apalagi di asesmen kurikulum ini juga memasukkan komponen soft skill,” kata Rini.

Pembahasan kemudian memasuki sesi kedua yang diisi oleh Pakar Kurikulum Vokasi, Sandra Aulia dan Pelaksana Program Asesmen Keselarasan Kurikulum dengan IDUKA dari Politeknik Negeri Jakarta (PNJ), Nunung Martina.

Sandra menerangkan tahapan umum dalam penyusunan kurikulum. Pertama, adalah profil dari program studi, dilanjutkan dengan capaian pembelajaran, dan menyusun rancangan pembelajaran semester (RPS).

Menurut dia, peran leader suatu perguruan tinggi penting dalam memastikan bahwa semua pihak terlibat dalam penyusunan kurikulum.

“Dalam penyusunan kurikulum, khususnya vokasi, jangan sampai lebih banyak posti teorinya. Pembahasan mengenai kurikulum ini tidak akan pernah berhenti karena harus selalu dicocokkan dengan kebutuhan industri,” terangnya.

Pada sesi terakhir, Nunung Martina menuturkan bahwa dalam penyusunan kurikulum pendidikan vokasi, instrumen sudah sangat lengkap, mulai dari kebijakan, pedoman, SDM, hingga mitra industri.

Baca juga: Era Industri 4.0 Mampu Ciptakan Lapangan Kerja Baru

Namun, permasalahan yang selalu muncul adalah ketidakselarasan kompetensi lulusan vokasi dengan kebutuhan industri. Hal ini perlu untuk dibicarakan bersama juga dicarikan solusinya.

Meski begitu, Nunung mengapresiasi Pemerintah yang kali ini benar-benar fokus dalam penguatan pendidikan vokasi.

Dengan adanga Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi di Kemendikbud, terlebih unit khusus yang menangani kemitraan dan penyelarasan (Dit. Mitras DUDI), menjadi momentum untuk menguatkan pendidikan vokasi sehingga lulusannya memiliki nilai tambah dan berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa.

“Asesmen kurikulum selama ini sudah dilakukan, tetapi hanya lewat tracer study, belum terkonsep sedemikian rupa. Program Asesmen Keselarasan Kurikulum ini adalah sebuah terobosan yang sangat terarah karena ada analisis internal dan eksternalnya,” pungkas perempuan yang juga menjabat sebagai Wakil Direktur Bidang Akademik PNJ tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas