Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kunci Jawaban Tema 8 Kelas 4 SD Halaman 87, 88, 89, 90, 93, dan 94: Produksi, Distribusi, Konsumsi

Kunci jawaban Buku Tematik tema 8 kelas 4 SD subtema 2 pembelajaran 3 halaman 87, 88, 89, 90, 93, dan 94. Produksi, Distribusi dan Konsumsi.

Penulis: Widya Lisfianti
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
zoom-in Kunci Jawaban Tema 8 Kelas 4 SD Halaman 87, 88, 89, 90, 93, dan 94: Produksi, Distribusi, Konsumsi
Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Kelas 4 Tema 8
Kunci jawaban Buku Tematik tema 8 kelas 4 SD subtema 2 pembelajaran 3 halaman 87, 88, 89, 90, 93, dan 94. Produksi, Distribusi dan Konsumsi. 

Sebagai pelajar tentu kamu sangat membutuhkan buku untuk membuka cakrawala.

Berbicara mengenai pelajar, tahukah kamu kota yang mendapat julukan Kota Pelajar?

Kota dengan julukan Kota Pelajar adalah Yogyakarta.

Kota Yogyakarta memiliki banyak keunikan.

Pada Pembelajaran 2 kamu sudah mengetahui keunikan Yogyakarta di antaranya dilihat dari tempat wisata, transportasi, dan adat istiadat berupa upacara adat.

Tidak hanya itu, kota Yogyakarta juga memiliki keunikan di bidang pendidikan.

Banyak sekolah dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi di Kota Yogyakarta.

Berita Rekomendasi

Oleh karena itu, banyak orang dari daerah lain bahkan dari mancanegara datang ke Yogyakarta untuk belajar.

Tahukah kamu perguruan tinggi di Yogyakarta yang sangat terkenal?

Perguruan tinggi itu adalah Universitas Gadjah Mada yang disingkat UGM.

Selain UGM, masih banyak lagi perguruan tinggi di Yogyakarta seperti Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Karena banyak perguruan tinggi di Yogyakarta, banyak orang yang bekerja sebagai dosen atau guru.

Bagaimanakah karakteristik pelajar di kota Yogyakarta?

Saat ini daerah Yogyakarta sudah dihuni banyak suku bangsa di Indonesia seperti suku Jawa, Sunda, Batak, serta etnis TiongHoa.

Oleh karena itu, karakteristik pelajar yang ada di Yogyakarta beragam.

Di sekolah, setiap pelajar harus bisa menghormati keragaman karakteristik di antaranya mau berteman dengan anak dari daerah lain tanpa memandang agama maupun sukunya.

Begitu juga saat di lingkungan tempat tinggal, para pelajar dari berbagai daerah yang tinggal di satu lingkungan harus hidup rukun.

Manusia harus hidup rukun di tengahtengah perbedaan.

Perbedaan adalah karunia Tuhan.

Perbedaan merupakan sarana untuk saling mengenal.

Sebagai contoh, pada saat di lingkungan tempat tinggal mengadakan kerja bakti membersihkan lingkungan, para pelajar dari berbagai daerah pun ikut serta dalam bekerja bakti.

Kunci Jawaban Tema 8 kelas 4 SD Halaman 89

AYO MENGAMATI (Halaman 89-90)

Kunci Jawaban Tema 8 kelas 4 SD Halaman 89
Kunci Jawaban Tema 8 kelas 4 SD Halaman 89

Apakah gambar di atas menunjukkan keragaman karakteristik?

Jawaban:

Ya, gambar tersebut menunjukkan keragaman karakteristik.

Apa yang sedang dilakukan anak-anak pada gambar di atas?

Tuliskan pendapatmu pada tempat di bawah.

Jawaban:

Pada gambar tersebut, anak-anak sedang berdiskusi suatu masalah.

Kunci Jawaban Tema 8 kelas 4 SD Halaman 90

Kamu di sekolah mempunyai banyak teman dengan keragamannya.

Ada teman dengan ciri fisik berbeda-beda.

Ada teman berbeda agama.

Ada juga teman dengan asal daerah tempat tempat tinggal berbeda.

Bagaimana kamu menyikapi keragaman karakteristik di sekolahmu?

Tuliskan dalam kolom berikut.

Jawaban:

Sikap yang harus dilakukan terhadap keragaman karakteristik di sekolah adalah saling menghargai dan menghormati perbedaan.

Karena dengan adanya perbedaan tersebut, kita dapat belajar budaya maupun agama teman kita yang berbeda.

Daerah tempat tinggal penduduk Yogyakarta beragam.

Ada daerah dataran tinggi, dataran rendah, pesisir, kota, dan desa.

Di Yogyakarta juga banyak dijumpai sungai, di antaranya Sungai Opak, Sungai Code, Sungai Kuning, Sungai Progo, dan Sungai Gajah Wong.

Salah satu sungai di Yogyakarta yang memiliki cerita legenda adalah Sungai Gajah Wong.

Penduduk Yogyakarta sering menyebut sungai dengan kali. Kali Gajah Wong adalah sebuah kali yang terletak di tengah-tengah kota Kecamatan Kotagede.

Panjang kali ini tidak lebih dari 20 kilometer.

Pada abad ke-17, kali ini merupakan kali yang kecil.

Masyarakat di daerah tersebut menyebutnya dengan kalen, yang artinya kali kecil.

Dan kebetulan airnyapun hanya gemercik mengalir sedikit sekali.

Bacaan Halaman 91-93

Kali Gajah Wong

Hari itu, Ki Sapa Wira bersiul riang.

Seperti biasa, ia akan memandikan gajah milik junjungannya, Sultan Agung, raja Kerajaan Mataram.

Dengan hati-hati, Ki Sapa Wira menuntun gajah yang dinamai Kyai Dwipangga itu.

Mereka berjalan ke sungai yang terletak di dekat Keraton Mataram.

“Nah, sekarang kau sudah bersih.

Rambutmu sudah mengilap, sekarang ayo kembali ke kandangmu,” kata Ki Sapa Wira kepada Kyai Dwipangga.

Ki Sapa Wira memang memperlakukan Kyai Dwipangga seperti anaknya sendiri.

Tak heran, Kyai Dwipangga amat patuh padanya.

Suatu hari, Ki Sapa Wira tak bisa memandikan Kyai Dwipangga.

Ada bisul besar di ketiaknya, rasanya ngilu sekali.

Badannya juga demam karena bisul itu.

Ia meminta tolong pada adik iparnya, Ki Kerti Pejok, untuk menggantikan memandikan Kyai Dwipangga.

“Kerti, tolong aku ya. Aku benar-benar tak bisa bekerja hari ini,” kata Ki Sapa Wira.

“Tenang Kang, aku pasti akan membantumu. Tapi tolong beritahu, bagaimana caranya supaya gajah itu menurut padaku? Aku takut jika nanti ia marah dan menyerangku,” jawab Ki Kerti Pejok.

“Biasanya kalau ia mulai gelisah, pantatnya aku tepuk-tepuk, lalu aku tarik ekornya. Nanti ia akan kembali tenang dan berendam sendiri di sungai. Kau tinggal memandikannya,” jelas Ki Sapa Wira.

Ki Kerti Pejok mengangguk-angguk tanda mengerti.

Ia lalu berangkat ke sungai untuk memandikan Kyai Dwipangga.

Sepanjang perjalanan Ki Kerti Pejok mengajak Kyai Dwipangga mengobrol.

Ia juga membawa buah-buahan sebagai bekal dalam perjalanan.

“Gajah gendut, kau mau makan kelapa?” tanyanya sambil melemparkan sebutir kelapa pada Kyai Dwipangga.

Kyai Dwipangga menangkap kelapa itu dengan belalainya.

Dengan mudah ia memecah kelapa itu dan memakannya.

“Sekarang kau sudah kenyang, kan? Ayo jalan lagi,” kata Ki Kerti Pejok sambil memukul pantat Kyai Dwipangga.

Sesampainya di sungai, Ki Kerti Pejok melaksanakan tugasnya dengan mudah.

Digosoknya seluruh bagian tubuh Kyai Dwipangga sampai bersih dan berkilap.

Setelah itu mereka pulang ke keraton Mataram.

“Kang, hari ini aku sudah melaksanakan tugasku dengan baik. Apa besok Kakang masih memerlukan bantuanku?” tanya Ki Kerti Pejok pada Ki Sapa Wira.

“Jika kau tak keberatan, maukah kau memandikannya sekali lagi? Aku masih demam, sedangkan gajah itu harus dimandikan setiap hari,” jawab Ki Sapa Wira.

“Baik Kang, aku tidak keberatan. Toh gajah itu sangat penurut. Jadi, aku tak kesulitan saat memandikannya,” kata Ki Kerti Pejok.

“Terima kasih Kerti, lusa aku pasti sudah sembuh. Kau akan bebas dari tugas ini,” kata Ki Sapa Wira.

Keesokan harinya, Ki Kerti Pejok menjemput Kyai Dwipangga.

Pagi itu hujan turun rintik-rintik, tapi sepertinya tak akan bertambah deras.

Di sungai Ki Kerti Pejok bimbang karena dilihatnya air sungai sedang surut.

“Wah, airnya dangkal sekali. Mana bisa gajah ini berendam? Aku sendiri saja tak bisa, apalagi gajah yang besar?” pikirnya dalam hati.

“Gajah gendut, kita cari sungai yang lain saja. Sungai ini dangkal, kau tak akan bisa berendam di sini."

Ki Kerti Pejok menuntun Kyai Dwipangga ke hilir sungai.

Di situ air tampak tinggi dan aliran juga cukup deras.

“Nah, di sini sepertinya lebih asyik. Ayo, sana masuk, berendamlah. Aku akan menggosok punggungmu dengan daun kelapa ini,” kata Ki Kerti Pejok sambil memukul pantat Kyai Dwipangga.

Sambil memandikan Kyai Dwipangga, Ki Kerti Pejok berpikir dalam hati.

“Sebaiknya aku beritahu Kakang untuk memandikan gajahnya di sini. Disini airnya lebih dalam, arusnya juga cukup deras. Aneh, kok selama ini Kanjeng Sultan Agung tak tahu keberadaan sungai ini, ya?”

Saat ia sibuk berbicara sendiri, tiba-tiba dari arah hulu datanglah banjir bandang yang sangat besar.

Banjir itu datang dengan sangat cepat.

Ki Kerti Pejok dan Kyai Dwipangga bahkan tak menyadarinya.

Dalam sekejap, mereka terhempas dan terbawa arus.

“Tolong... tolonggg...,” teriak Ki Kerti Pejok.

Tapi tak ada yang mendengar.

Sungguh menyedihkan nasib Ki Kerti Pejok dan Kyai Dwipangga.

Mereka terseret arus dan hanyut sampai ke Laut Selatan.

Sungguh sangat disayangkan, mereka binasa dalam keganasan banjir bandang itu.

Ki Kerti Pejok tak tahu bahwa selama ini Sultan Agung memang melarang para abdinya memandikan gajah di hilir sungai.

Karena ia tahu bahaya bisa datang sewaktu-waktu di sana.

Ki Sapa Wira berduka.

Ia sangat sedih karena kehilangan adik ipar dan gajah kesayangannya.

Untuk mengenang kejadian itu, Sultan Agung menamakan sungai itu Kali Gajah Wong.

Kali berarti sungai, gajah wong berarti gajah dan orang. Kali Gajah Wong ini terletak di sebelah timur Kota Yogyakarta.

Kunci Jawaban Tema 8 kelas 4 SD Halaman 93

Jawablah pertanyaan berikut berdasarkan teks cerita di atas.

1. Siapa saja tokoh pada cerita di atas?

Jawaban:

- Ki Sapa Wira

- Sultan Agung, Raja Kerajaan Mataram

- Gajah, Kyai Dwipangga

- Ki Kerti Pejok

Kunci Jawaban Tema 8 kelas 4 SD Halaman 94

2. Adakah tokoh antagonis dan protagonis pada cerita? Siapakah tokoh itu?

Jawaban:

Tokoh protagonis: Ki Kerti Pejok dan Ki Sapa Wira

Tidak ada tokoh antagonis dalam cerita Kali Gajah Wong.

*) Disclaimer:

Jawaban di atas hanya digunakan oleh orang tua untuk memandu proses belajar anak.

Soal ini berupa pertanyaan terbuka yang artinya ada beberapa jawaban tidak terpaku seperti di atas.

(Tribunnews.com/Widya)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas