Kerajaan Sriwijaya: Perkembangan Politik dan Pemerintahan, Serta Beberapa Faktor Kemundurannya
Berikut pembahasan mengenai perkembangan politik dan pemerintahan Kerajaan Sriwijaya, beserta beberapa faktor kemundurannya.
Penulis: Lanny Latifah
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Buddha yang didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa pada abad ke-7.
Pusat Kerajaan Sriwijaya terletak di tepian Sungai Musi, di daerah Palembang, Sumatera Selatan.
Namun, ketika pusat Kerajaan Sriwijaya di Palembang mulai menunjukkan kemunduran, Sriwijaya berpindah ke Jambi.
Sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya yang penting adalah prasasti-prasasti yang ditulis dengan huruf pallawa, dan menggunakan bahasa Melayu Kuno.
Baca juga: Kerajaan Majapahit: Sejarah, Raja-Raja yang Pernah Memerintah, Puncak Kejayaan dan Peninggalan
Baca juga: Kunjungi Kesultanan Bulungan, LaNyalla: Kerajaan Nusantara Fondasi Terbentuknya NKRI
Beberapa prasasti tersebut, antara lain:
1. Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang. Prasasti ini berangka tahun 605 Saka (683 M). Isinya antara lain menerangkan bahwa seorang bernama Dapunta Hyang mengadakan perjalanan suci (siddhayatra) dengan menggunakan perahu. Ia berangkat dari Minangatamwan dengan membawa tentara 20.000 personel.
2. Prasasti Talang Tuo
Prasasti Talang Tuo ditemukan di sebelah barat Kota Palembang di daerah Talang Tuo. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (684 M). Isinya menyebutkan tentang pembangunan sebuah taman yang disebut Sriksetra. Taman ini dibuat oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga.
3. Prasasti Telaga Batu
Prasasti Telaga Batu ditemukan di Palembang. Prasasti ini tidak berangka tahun. Isinya terutama tentang kutukankutukan yang menakutkan bagi mereka yang berbuat kejahatan.
4. Prasasti Kota Kapur
Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka, berangka tahun 608 Saka (656 M). Isinya terutama permintaan kepada para dewa untuk menjaga kedatuan Sriwijaya, dan menghukum setiap orang yang bermaksud jahat.
5. Prasasti Karang Berahi
Prasasti Karang Berahi ditemukan di Jambi, berangka tahun 608 saka (686 M). Isinya sama dengan isi Prasasti Kota Kapur. Beberapa prasasti yang lain, yakni Prasasti Ligor berangka tahun 775 M ditemukan di Ligor, Semenanjung Melayu, dan Prasasti Nalanda di India Timur.
Di samping prasasti-prasasti tersebut, berita Cina juga merupakan sumber sejarah Sriwijaya yang penting. Misalnya berita dari I-tsing, yang pernah tinggal di Sriwijaya.
Adapun beberapa faktor yang mendorong perkembangan Kerajaan Sriwijaya antara lain:
a. Letak Geografis dari Kota Palembang.
Palembang sebagai pusat pemerintahan terletak di tepi Sungai Musi. Di depan muara Sungai Musi terdapat pulau-pulau yang berfungsi sebagai pelindung pelabuhan di Muara Sungai Musi.
Keadaan seperti ini sangat tepat untuk kegiatan pemerintahan dan pertahanan. Kondisi itu pula menjadikan Sriwijaya sebagai jalur perdagangan internasional dari India ke Cina, atau sebaliknya.
Selain itu, kondisi sungai-sungai yang besar, perairan laut yang cukup tenang, serta penduduknya yang berbakat sebagai pelaut ulung.
b. Runtuhnya Kerajaan Funan di Vietnam akibat serangan Kamboja. Hal ini telah memberi kesempatan Sriwijaya untuk cepat berkembang sebagai negara maritim.
Baca juga: Prasasti Butulan Peninggalan Kerajaan Majapahit di Gresik Akan Dinobatkan Sebagai Cagar Budaya
Baca juga: Hubungan Kerajaan Sriwijaya dan Mdang Mataram di Jawa
Perkembangan Politik dan Pemerintahan
Kerajaan Sriwijaya mulai berkembang pada abad ke-7. Pada awal perkembangannya, raja disebut dengan Dapunta Hyang.
Pada abad ke-7, Dapunta Hyang banyak melakukan usaha perluasan daerah. Daerah-daerah yang berhasil dikuasai antara lain:
a. Tulang-Bawang yang terletak di daerah Lampung.
b.Daerah Kedah yang terletak di pantai barat Semenanjung Melayu.
c. Pulau Bangka yang terletak di pertemuan jalan perdagangan internasional.
d. Daerah Jambi terletak di tepi Sungai Batanghari.
e. Tanah Genting Kra merupakan tanah genting bagian utara Semenanjung Melayu.
f. Kerajaan Kalingga dan Mataram Kuno.
Sriwijaya terus melakukan perluasan daerah hingga menjadi kerajaan yang besar.
Untuk memperkuat pertahanannya, pada tahun 775 M masa pemerintahan raja Darmasetra, dibangunlah sebuah pangkalan di daerah Ligor.
Sekitar abad ke-9 M, raja yang terkenal dari Kerajaan Sriwijaya adalah Balaputradewa.
Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya berkembang pesat dan mencapai zaman keemasan.
Balaputradewa adalah keturunan dari Dinasti Syailendra, yakni putra dari Raja Samaratungga dengan Dewi Tara dari Sriwijaya.
Pada tahun 990 M yang menjadi Raja Sriwijaya adalah Sri Sudamaniwarmadewa.
Pada masa pemerintahan raja itu terjadi serangan Raja Darmawangsa dari Jawa bagian Timur.
Akan tetapi, serangan itu berhasil digagalkan oleh tentara Sriwijaya.
Sri Sudamaniwarmadewa kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Marawijayottunggawarman.
Pada masa pemerintahan Marawijayottunggawarman, Sriwijaya membina hubungan dengan Raja Rajaraya I dari Colamandala.
Pada masa itu, Sriwijaya terus mempertahankan kebesarannya.
Kerajaan Sriwijaya akhirnya mengalami kemunduran karena beberapa hal antara lain :
a. Keadaan sekitar Sriwijaya berubah, tidak lagi dekat dengan pantai. Hal ini disebabkan aliran Sungai Musi, Ogan, dan Komering banyak membawa lumpur. Akibatnya, Sriwijaya tidak baik untuk perdagangan.
b. Banyak daerah kekuasaan Sriwijaya yang melepaskan diri. Hal ini disebabkan terutama karena melemahnya angkatan laut Sriwijaya, sehingga pengawasan semakin sulit.
c. Dari segi politik, beberapa kali Sriwijaya mendapat serangan dari kerajaan-kerajaan lain. Tahun 1017 M Sriwijaya mendapat serangan dari Raja Rajendracola dari Colamandala, namun Sriwijaya masih dapat bertahan.
Tahun 1025 serangan itu diulangi, sehingga Raja Sriwijaya, Sri Sanggramawijayattunggawarman ditahan oleh pihak Kerajaan Colamandala.
Tahun 1275, Raja Kertanegara dari Singhasari melakukan Ekspedisi Pamalayu. Hal itu menyebabkan daerah Melayu lepas.
Tahun 1377 armada angkatan laut Majapahit menyerang Sriwijaya. Serangan ini mengakhiri riwayat Kerajaan Sriwijaya.
Sumber: Buku Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas X Semester 1, Amurwani Dwi L., Restu Gunawan, Sardiman AM, Mestika Zed, Wahdini Purba, Wasino, dan Agus Mulyana (2014).
(Tribunnews.com/Latifah)