Mengenal Kehidupan Nelayan Pemburu Paus di Desa Lamalera, Nusa Tenggara Timur
Desa Lamalera, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu desa nelayan tradisional yang menjadikan laut sebagai ladang kehidupan.
Penulis: Devi Rahma Syafira
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Desa Lamalera, Kecamatan Wulandari, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu desa nelayan tradisional yang menjadikan laut sebagai ladang kehidupan.
Dikutip dari Buku Tematik Siswa SD/MI Kelas V Tema 6 Berjudul Panas dan Perpindahannya (2017) oleh Diana Puspa, laut merupakan ibu yang memberikan kehidupan sejak zaman nenek moyang masyarakat desa Lamalera.
Masyarakat di desa ini telah berhasil mengirimkan anak-anaknya untuk bersekolah hingga bekerja dari hasil laut mereka.
Selain itu, masyarakat di desa Lamalera, memiliki tradisi berburu paus yang telah diturunkan bertahun-tahun oleh nenek moyangnya.
Baca juga: Mengenal Kelompok Tumbuh-tumbuhan: Lumut, Paku-pakuan, serta Tumbuhan Berbiji Lengkap dengan Contoh
Baca juga: Mengenal Kelompok Hewan: Avertebrata dan Vertebrata Dilengkapi dengan Contoh Hewannya
Tradisi berburu paus ini tidak hanya dikenal di Indonesia saja, tetapi hingga ke mancanegara.
Mereka tidak sembarangan untuk berburu paus, hanya paus yang sudah tua saja yang mereka buru.
Apabila mereka menemukan paus muda, maka masyarakat nelayan di desa ini akan mengembalikannya ke laut lepas.
Mereka juga bersepakat secara adat jika dalam setahun, tidak boleh lebih dari 15 paus yang diburu.
Dengan demikian, mereka tetap menjaga agar paus tidak punah.
Para nelayan melakukan pemantauan dari bibir pantai dan dari atas bukit untuk berburu paus.
Ada beberapa orang yang senantiasa berada di bukit tersebut untuk memantau, sambil melakukan kegiatan lainnya seperti memperbaiki jala, menganyam atap perahu dari daun lontar, memasak, atau membaca buku.
Jika mereka melihat paus, mereka akan berteriak "baleo" yang berarti paus.
Teriakan tersebut membuat para nelayan yang berada di bibir pantai segera bersiap melaut.
Mereka akan mengirimkan sebuah perahu untuk mengamati jenis dan umur paus.
Apabila mereka melihat paus itu layak ditangkap, mereka akan memanggil perahu-perahu lain untuk mendekat.
Daging dan minyak paus yang berhasil ditangkap kemudian akan dibagi ke seluruh warga desa.
Pembagian diutamakan bagi janda dan yatim piatu, baru kemudian ke penangkap paus, pemilik perahu, dan masyarakat lainnya.
Daging dan ikan paus dapat ditukar dengan jagung, umbi-umbian, buah-buahan, dan sayuran dari masyarakat pegunungan.
Kegiatan barter ini dilakukan di Pasar Wulandari, yang terletak sekitar 3 km dari desa Lamalera.
(Tribunnews.com/Devi Rahma)
Artikel Lain Terkait Materi Sekolah