Asal Usul Penduduk Indonesia, Ras Berkulit Gelap Bertubuh Kecil
Paul dan Fritz Sarasin (Basri, 2011) mengemukakan, penduduk asli Indonesia adalah suatu ras yang berkulit gelap dan bertubuh kecil.
Penulis: Devi Rahma Syafira
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Paul dan Fritz Sarasin (Basri, 2011) mengemukakan, penduduk asli Indonesia adalah suatu ras yang berkulit gelap dan bertubuh kecil.
Dikutip dari Buku SMP/MTS IPS Kelas VII 2017 oleh Ahmad Mushlih, dkk, ras ini pada awalnya mendiami Asia Bagian Tenggara yang saat itu masih bersatu sebagai daratan pada zaman es atau periode glasial.
Namun, setelah periode es berakhir dan es mencair, maka dataran tersebut kemudian terpisah oleh lautan yaitu laut China Selatan dan laut Jawa.
Akibatnya, daratan yang tadinya bersatu kemudian terpisah menjadi daratan utama Asia dan Kepulauan Indonesia.
Penduduk asli tinggal di daerah pedalaman dan penduduk pendatang tinggal di daerah pesisir.
Baca juga: Mengenal Konektivitas Antar Ruang dan Waktu, Simak Penjelasannya
Baca juga: Mengenal Apa itu Kolonialisme: Pengertian, Latar Belakang Kolonialisme & Hubungan Imperialisme
Keturunan dari ras yang mendiami Asia bagian tenggara tadi dikenal sebagai orang-orang Vedda yang dikelompokkan sebagai “negrito/negroid”.
Ciri fisik orang Vedda hampir sama dengan penduduk asli Australia (Aborigin), sehingga Koentjaraningrat (seorang ahli Antropologi Indonesia) menyebut orang Vedda sebagai Austro-Melanosoid.
Orang Vedda kemudian menyebar ke timur dan mendiami wilayah Papua, Sulawesi Selatan, Kai, Seram, Timor Barat, Flores Barat, dan terus ke timur sampai Kepulauan Melanesia.
Walaupun umumnya ke timur, tapi sebagian ada juga yang menyebar ke arah barat dan menghuni Pulau Sumatra.
Orang Vedda di Sumatra mengembangkan kapak genggam dan suka memakan kerang-kerangan.
Adapun buktinya yaitu adanya fosil kulit kerang di dekat Langsa (Aceh), Sumatra Utara, Pahang, Kedah dan Perak di Malaysia.
Bukti penggunaan kapak genggam sebenarnya tidak hanya ditemukan di Sumatra tetapi juga pada gua-gua yang ada di Pulau Jawa.
Beberapa gua di Jawa yang menyimpan bukti penggunaan kapak genggam adalah gua Petruruh (Tulungagung), Gua Sodong (Besuki), Gua Sampung (Ponorogo).
Bahkan, kapak genggam juga ditemukan hingga Vietnam Utara, sehingga Koentjaraningrat berpendapat bahwa telah terjadi perpindahan Austro Melanosoid dari wilayah timur ke wilayah barat Nusantara, dari Jawa ke Sumatra, Semenanjung Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Dalam perkembangannya, ternyata ada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebelum bangsa Vedda mendiami wilayah Nusantara, terdapat orang-orang asli yang lebih dulu tinggal seperti orang kubu di Sumatra dan orang Toala di Sulawesi.
Oleh karena itu, orang Vedda sendiri dianggap pendatang atau imigran pertama yang datang ke pulau-pulau di Nusantara yang sudah berpenghuni.
Setelah kedatangan orang Vedda ke Nusantara, kemudian disusul oleh kedatangan dua gelombang besar manusia yang dikenal sebagai Proto Melayu dan Deutero Melayu.
Proto Melayu dianggap sebagai kelompok melayu Polinesia yang bermigrasi dari wilayah Cina Selatan (saat ini Provinsi Yunan) melewati Indochina dan Siam kemudian masuk ke pulau-pulau di Nusantara.
Peristiwa tersebut terjadi sekitar 3000 tahun sebelum masehi (SM).
Saat ini, Proto Melayu dianggap mencakup Gayo dan Alas di Sumatra Utara dan Toraja di Sulawesi.
Proto-Melayu bermigrasi ke wilayah Nusantara melalui dua jalur yaitu jalur barat dan timur.
Jalur barat dilalui oleh mereka yang berasal dari Yunan (Cina Bagian Selatan).
Mereka bermigrasi lewat jalur darat degan rute atau jalur pertama masuk ke Indochina, kemudian masuk ke Siam, Semenanjung Melayu, Sumatra dan akhirnya menyebar ke seluruh Nusantara.
Peristiwa rersebut ditaksir sekitar 11.000 – 2.000 SM.
Sebagian Proto Melayu mengambil jalur timur dan berasal dari Kepulauan Ryukyu Jepang.
Dari sana mereka mengarungi lautan menuju Taiwan, Filipina, Sangir, dan Masuk ke Sulawesi Selatan.
Bukti dari perpindahan tersebut adalah adanya suku Toala Proto-Melayu.
Bangsa Proto-Melayu membawa perkakas dari batu berupa kapak persegi dan kapak lonjong.
Kapak persegi dibawa oleh Bangsa Proto Melayu yang pindah melalui jalur barat, sedangkan kapak lonjong oleh bangsa Proto-Melayu yang pindah melalui jalur timur.
Gelombang kedatangan berikutnya ke wilayah Nusantara adalah Deutero Melayu yang berasal dari Indochina bagian utara.
Kedatangan Deutero-Melayu mendesak keberadaan Proto-Melayu ke arah pedalaman sekitar tahun 300 – 200 SM.
Deutero-Melayu dari wilayah Assam Utara atau Birma Utara.
Dari sana padi dibawa melalui jalur lembah Sungai Yang-tze di wilayah Cina Selatan, terus ke selatan sampai di Jawa.
Bangsa Deutero-Melayu mengembangkan peradaban dan kebudayaan yang lebih maju.
Dengan demikian, mereka berkembang menjadi suku-suku yang ada sampai saat ini seperti Melayu, Minang, Jawa, Bugis, dan lain-lain.
Dalam perkembangan selanjutnya, Proto-Melayu dan Deutero Melayu berbaur, sehingga sulit dibedakan.
Diperkirakan Gayo dan Alas di Sumatra serta Toraja di Sulawesi mewakili Proto-Melayu.
Selain ketiga suku tersebut (kecuali Papua) dimasukkan ke dalam kategori Deutero-Melayu.
Walaupun demikian, nenek moyang bangsa Indonesia dapat dikatakan serumpun yaitu keturunan dari penduduk asli dan dua gelombang migrasi dari utara.
Serumpunnya kategori ras-ras yang mendiami kepulauan Nusantara juga dapat dibuktikan melalui kajian linguistik.
Hampir 170 bahasa yang dipakai di penjuru kepulauan Nusantara termasuk ke dalam kelompok Austronesia dengan sub linguistik Melayu-Polinesia. Sub Melayu-Polinesia ini kemudian terpecah lagi menjadi dua.
Yaitu kelompok pertama terdiri atas bahasa yang berkembang di pedalaman Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi; kelompok kedua terdiri atas bahasa yang berkembang di Batak, Melayu standar, Jawa dan Bali.
Bahasa kelompok kedua ini datang lama setelah yang pertama.
Selain kedua kelompok tersebut, perlu dilakukan kajian atas susunan bahasa lain yaitu Papua dan Halmahera Utara.
(Tribunnews.com/Devi Rahma)
Artikel Lain Terkait Materi Sekolah
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.