Profil Tirto Adhi Soerjo, Bapak Pers Nasional dan Jurnalis Kritis Medan Prijaji
Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo adalah Bapak Pers Nasional dan jurnalis kritis dari surat kabar Medan Prijaji. HPN diperingati 9 Februari.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Pravitri Retno W
Gaya kewartawanan dan metode jurnalistik yang diterapkan oleh Tirto Adhi Soerjo mengikuti metode T. Pangemanan dan Razoux Kuhr.
Di bawah kepala surat kabar Medan Prijaji tertulis, "orgaan boeat bangsa jang terperintah di Hinia Olanda, tempat memboeka soearanja."
Moto yang disampaikan oleh Tirto Adhi Soerjo pada masa itu sudah dianggap radikal oleh pemerintah Belanda.
Jika dibandingkan dengan moto dari surat kabar lain sangat berlainan, misal Sinar Sumatra, "Kekallah keradjaan Wolanda, sampai mati setia kepada keradjaan Wolanda."
Sebagai seorang penulis, R.M. Tirto Adhi Soerjo dikenal dengan tulisannya yang sering disebut sebagai bacaan politik dan diklaim dalam dunia sastra sebagai "bacaan liar".
Dia adalah orang yang pertama kali merintis perlunya bacaan bagi rakyat Hindia yang tidak terdidik.
Dia memulainya dengan menerbitkan artikel "Boycott" di surat kabar Medan Prijaji.
Artikel "Boycott" dijadikannya senjata bagi orang-orang lemah untuk melawan para pemilik perusahaan gula.
Penulisan artikel itu berdasarkan peristiwa pemboikotan pertama kali yang dilakukan oleh orang-orang Tionghoa terhadap perusahaan-perusahaan Eropa.
Hal tersebut dipicu oleh perusahaan-perusahaan Eropa yang menolak permintaan orang-orang Tionghoa untuk memperoleh barang.
Orang-orang Tionghoa lalu membalas tindakan mereka dengan memboikot produk perusahaan-perusahaan Eropa.
Pemboikotan itu menyebabkan hampir sekitar 24 perusahaan Eropa di Surabaya gulung tikar.
Baca juga: Di Peringatan Hari Pers Nasional 2022, Wapres: Indonesia Harus Berdikari Secara Digital
Pengasingan dan Kematian Tirto Adhi Soerjo
Makna dan nilai artikel "Boycott" ini sangat penting bagi produk penulisan bacaan yang menentang kediktatoran kolonial di masa selanjutnya.