Mantan Kepala BIN: Pramuka Gerakan Pemersatu Bangsa, Harus Tetap jadi Ekskul Wajib
Bangsa Indonesia, katanya, harus punya pikiran sendiri dengan diberikan contoh dan arahan yang bijaksana dari pemerintah.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono menegaskan, keberadaan Gerakan Pramuka harus tetap menjadi kegiatan ekstrakurikuler yang wajib diikuti para siswa di tanah air.
Dirinya mengingatkan bahwa Pramuka posisinya, adalah sebagai kader pemersatu bangsa.
Baca juga: Kwarnas Pramuka Gandeng Media Massa Tanamkan Nasionalisme ke Anak Muda
“Harus tetap eksis dan wajib. Pramuka itu kader bangsa sehingga dengan berpandangan demikian, kita harapkan Permendikbudristek No.12 Tahun 2024 yang membubarkan pramuka harus ditinjau ulang. Pramuka itu kan anak-anak yang akan menjadi pemimpin generasi penerus yang jadi pemilik dari negara ini,” kata Hendropriyono melalui keterangan tertulis, Rabu (5/6/2024).
Hal tersebut diungkapkan oleh Hendropriyono sebelum membuka acara Munas VII Warga Jaya Indonesia di Jakarta.
Dirinya mengatakan, aturan seperti itu tak bisa dibuat oleh satu orang saja.
Bangsa Indonesia, katanya, harus punya pikiran sendiri dengan diberikan contoh dan arahan yang bijaksana dari pemerintah.
“Anggota Pramuka mempunyai satu rasa kebangsaan yang tebal. Mereka harus menjadi Pancasilais sejati yang tidak tergerus ke sana ke sini karena kepentingan-kepentingan yang sesaat dan kepentingan politik elektoral," katanya.
Pada 25 Maret 2024, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mencabut kegiatan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah lewat Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
Baca juga: Gelaran Raimuna SLTAK Penabur Jakarta Kelima Diadakan di Bumi Perkemahan Pramuka Cibubur
Sementara itu, Sekjen Kwarnas Pramuka Mayjen TNI (Purn.) Bachtiar Utomo mengatakan, situasi penghapusan Pramuka bisa disamakan dengan proxy war.
Proxy war, yaitu situasi dimana terjadi aktor-aktor tertentu yang berupaya memecah belah bangsa secara tidak langsung namun bagi pimpinan bangsa yang jeli dapat mendeteksi gejala tersebut.
“Dalam perspektif strategis, ini membahayakan. Itu sebabnya Kemendikbudristek harus merevisi dan tetap memasukkan kegiatan Pramuka menjadi ekskul wajib atau masuk dalam kokurikuler yang tertuang dalam regulasi formal bukan hanya lisan di media, dan harus ada hitam-putihnya secara nyata dan jelas,” kata Bachtiar.
Menurut Bachtiar, penghapusan Pramuka dari ekstrakurikuler wajib bagi siswa menjadi perhatian Presiden Joko Widodo.
Presiden juga sudah memberikan arahan kepada Kwarnas untuk terus melakukan pendidikan pembinaan karakter generasi muda oleh Pramuka, terutama dalam kegiatan bela negara, cinta tanah air, dan nasionalisme.